Mata Harriet menyipit mendengar nama yang ia kenal itu.
Cecilia Morganite, atau yang lebih dikenal orang sebagai “Kekasih Putra Mahkota”.
“Kenapa memangnya?” tanya Harriet.
“Madam, Cecilia Morganite meluncurkan toko busana barunya setelah anda pergi dari ibukota. Dan semua produk yang ia keluarkan menjadi trend high fashion wanita ibukota,” jawab pemilik butik itu.
Harriet tidak melihat dimana masalahnya. “Tapi bukankah selalu ada persaingan di dunia bisnis? Mengapa kau mengeluh?”
Pemilik butik ragu menyampaikannya.
“Madam, apapun yang kami lakukan selalu gagal. Bahkan, wanita itu dua dan tiga kali berhasil merilis produk yang baru saja kami pikirkan dan masih muncul di sketsa. Seolah dia selalu satu atau dua langkah lebih cepat dari kami,” jelas wanita itu kesal.
Harriet memiringkan wajahnya. Ia merasa itu sangat wajar sekali, mengingat jika seseorang berbakat, maka ia pasti bisa memikirkan ide cemerlang lebih cepat dari siapapun.
Namun pemilik butik menjelaskan lebih jauh. Cecilia seolah bisa memprediksi apa yang akan mereka keluarkan selanjutnya dan merilisnya duluan. Dan setiap produk yang ia rilis akan laku keras. Masalahnya, mereka merasa seolah Cecilia bisa memprediksi mana produk yang akan laku dan mana yang tidak dengan begitu akurat.
Pada akhirnya, kebanyakan pelanggan mereka pergi ke toko Cecilia, dan meninggalkan toko mereka. Mereka merasa ditarget oleh Cecilia, karena Cecilia seolah mencuri seluruh desain mereka, bahkan yang mereka rencanakan untuk tahun-tahun berikutnya. Apalagi, ide yang Cecilia buat sama persis dengan sketsa yang mereka gunakan. Walau bagaimanapun, ini terlalu mencurigakan bagi mereka.
“Itu seperti dia bisa membaca masa depan untuk trend fashion sepuluh tahun kedepan, bayangkan, Madam? Bukankah ini mustahil?!” pemilik butik menghela napas panjang.
“Sejenius apapun seorang designer, selalu ada miss dan error, tapi dia terus smooth sailing sejak awal sampai akhir! Kalau saja kami tidak memiliki lebih banyak koneksi dan langganan, dan kalau saja kami tidak melayani pemesanan desain perhiasan juga, mungkin kami sudah bangkrut…”
Harriet mulai mengerti keresahan para desainer itu.
“Kami pun terus berusaha keras untuk memunculkan ide-ide baru belakangan ini, tapi banyak pegawai kami yang jadi minder. Ide ini adalah ide yang kami pikirkan secara spontan karena kesal terus menerus ditarget oleh wanita itu… tapi kami takut ide ini akan gagal lagi, mengingat kami tidak pernah mencoba ikut mendesain trend baju untuk laki-laki sebelumnya,” jelas pemilik butik itu.
Harriet menghela napas. Ia mengangguk. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita gunakan strategi promosi biasanya?” tanya Harriet lembut.
Pemilik butik mengerjap, dan menatap Harriet dengan penuh kekaguman. “Apa Madam bersedia membantu kami?!”
Harriet tertawa kecil. “Gunakan namaku untuk promosi. Katakan pada setiap pembeli bahwa Harriet Goldlane menyukai model ini. Aku juga akan memberi investasi pada rilisan produk ini. Jangan khawatir, aku tahu kalian berbakat dan sudah bekerja keras. Kalian akan berhasil cepat atau lambat,” jelasnya.
Pemilik butik dan para desainernya menjadi senang dan bersorak dengan riang mendengar kata-kata Harriet.
Harriet mengusap bibirnya dan menatap puas model setelan di manekin itu. Ia tertawa kecil dan mengingat mimpi lamanya yang telah terkubur jauh di sudut hatinya. Menjadi seorang designer. Tapi itu hanya bisa terjadi di dunia ideal dimana Harriet tumbuh di keluarga normal yang mendukung passionnya sepenuhnya.
Tangannya perlahan meraba pada kerah dasi itu dan ia teringat sesuatu.
Saat kencan mereka, Liam mengenakan model baju yang mirip. Mungkin karena pria itu hidup sejak puluhan tahun yang lalu, ia juga memiliki koleksi baju dari setiap trend yang berganti.
Dengan model baju yang Liam miliki itu dan dasi panjang ini, Harriet merasa Liam akan menjadi model paling cocok yang akan menunjukkan potensi terbaik dari setelan ini.
“Bungkus sepuluh dasi panjang ini, dengan tiga warna emas, tiga ungu muda, dua putih dan dua hitam,” ucap Harriet tiba-tiba pada pemilik toko. “Aku akan membelinya sebagai oleh-oleh untuk suamiku,” lanjutnya lembut.
Pemilik toko dan setiap orang di butik itu terdiam, termasuk Sir Russel yang ikut masuk ke toko itu bersama Harriet.
Bahkan, seorang pria yang baru memasuki butik juga terdiam mendenganrya.
Ezekiel, berdiri di depan pintu, di sudut yang tidak bisa dilihat oleh Harriet karena sebuah sekat kain tipis yang membagi ruangan.
Ezekiel mengerutkan alisnya. Ia memutuskan untuk duduk di sebuah sudut yang agak tersembunyi di ruang tunggu butik, namun karena tempat itu hanya dipisahkan oleh sekat tipis dari kain dan beberapa tirai, ia masih dapat mendengar semuanya.
“Mari kita bedakan coraknya juga, jangan yang terlalu kelihatan. Benar, pakai kain yang itu,” Harriet terdengar sibuk memerintah para designer dengan suara tenang, namun entah mengapa, terdengar lebih semangat dari biasanya.
Dari sela-sela sekat, Ezekiel dapat melihat Harriet tersenyum sedikit lebih lebar dari biasanya, membuat alisnya semakin bertautan. Ia merasa heran, dan aneh…
Saat para pegawai akan membungkus pesanan Harriet, wanita itu menghentikan mereka. “Tunggu, aku menyertakan kartu ucapan di dalam bungkusnya,” ucap Harriet cepat.
Para designer tertawa riang dan menggoda Harriet. Mereka sendiri juga terkejut melihat tingkah romantis Harriet hari itu. Namun, dari sudut tempat duduk Ezekiel, pria itu bisa melihat ekspresi Harriet yang menghadap meja tulis lebih jelas.
Harriet menulis sesuatu dengan yakin, namun lambat-lambat, seperti penuh dengan perhatian khusus. Lalu, Ezekiel melihat ekspresi Harriet sekali lagi.
Thump.
Jantung Ezekiel seolah berhenti.
Harriet memandang ke bawah dengan wajah merona tipis. Tatapan wanita itu terlihat panas, berkabut dan nakal. Jari Harriet naik ke wajahnya, menyentuh bibir dan lidahnya yang sedikit terulur keluar. Lalu dengan s*****l, Harriet m******t jarinya itu… seperti m******t sesuatu yang lain.
Ezekiel hampir terkesiap.
Ia… lupa bernapas melihatnya.
…Harriet Goldlane, sang wanita tak ber’jiwa’ yang dicetak sempurna tanpa cela…
Ekspresi macam apa itu?
Mengapa tiba-tiba ia dapat merasakan sesuatu bangkit… di selangkangannya?
Ezekiel masih terpaku di tempatnya saat ia menyaksikan Harriet tiba-tiba dipanggil oleh pemilik butik. Ia menyaksikan seluruh ekspresi c***l yang wanita itu keluarkan diam-diam menghilang musnah seperti hanya sebuah ilusi saat ia menoleh pada orang-orang yang lain.
Wanita itu pergi untuk dimintai pendapat soal model baru yang tadi mereka bicarakan. Harriet meninggalkan pesan yang ia tulis di meja, di atas kotak dasi-dasi yang Harriet pilih sebagai oleh-oleh untuk suaminya.
Ezekiel diam-diam bangun dan meraih kartu dimana Harriet menulis pesannya. Kedua irisnya goyah melihat tulisan tangan Harriet terlihat intens dan genit, terbaca,
[Saya dengar para Lycan suka mengikat pasangan mereka di ranjang. Milord mungkin akan menyukai hadiah saya ini.
Your Madam, Harriet.]
Sang Putra Mahkota menelan ludahnya dengan paksa.
Ini… adalah Harriet Goldlane?
.
.
.