Heinrich tidak bisa mengembalikan nyawa yang sudah hilang. Ia hanya bisa menyesali segalanya diam-diam, karena bahkan ia juga tidak bisa mengutarakan permintaan maafnya pada Almandine, Goldlane dan Amaryllis saat ini. Itu karena ia akan dianggap tidak tahu malu dan munafik. Jadi ia harus membuat jalan lain yang lebih masuk akal untuk membayar semuanya. “Julian,” Heinrich menurunkan cangkir teh dari wajahnya. Julian yang sedang menyeruput buburnya perlahan dengan seluruh tubuh yang dibalut perban pun mendongakkan kepalanya. “Ayo pulang besok lusa,” ajak Heinrich. Mata Julian membelalak mendengar itu. Cahaya matahari sore menyinari sisi wajahnya dari jendela kamar itu. Ia menundukkan wajahnya. “Bagaimana jika ayah memerintahkan untuk membunuhku?” tanya Julian. “Dia bukan tipe orang