Kisah Dayat

3528 Kata
Desa Belendung kala itu.     Sore itu langit begitu cerah, sinar matahari sore masih menyengat menembus jendela rumah Dayat, sepulang sekolah anak berkacamata dengan warna kulit kekuningan itu hanya duduk di kursi tamu rumahnya sembari memandangi halaman depan rumahnya yang sepi, bagai pungguk merindukan bulan kata pepatah, Dayat merindukan kehidupan normal seperti anak-anak serta remaja pada umumnya, bisa bermain bersama teman seumuran selepas pulang sekolah. Bagi kebanyakan anak-anak dan remaja bisa bermain dengan teman seumuran merupakan sebuah kebahagiaan sendiri, karena ada frekuensi yang sama diantara mereka. Akan tetapi bagi Dayat harapan itu terasa begitu sulit untuk bisa diwujudkan karena dalam lingkungan sekitar rumahnya tidak ada teman seumuran yang bisa ia ajak main, kebanyakan anak mudanya usianya jauh lebih dewasa dibandingkan dia, ada yang sudah berkuliah bahkan kebanyakan sudah berumah tangga, sedangkan Dayat saat itu masih kelas 3 SMP. Desa Belendung terletak di pinggir kota Tangerang berbatasan dengan kota metropolitan Jakarta, hal itu berdampak kepada gaya hidup anak mudanya yang sering kelewatan batas pergaulan pada umumnya, mulai dari hukuman traktir, taruhan dan jenis punishment lain memang sudah menjadi kebiasaan di kampungnya, mulai dari anak-anak, remaja, bahkan orang tua kalau sedang berkumpul dan melakukan permainan, entah itu main kartu, atau ketika ada pertandingan live sepakbola di TV, pasti tak pernah lepas dari taruhan. Selain taruhan orang dewasa di kampungnya juga sering minum-minuman keras, sering Dayat jumpai ada orang dewasa malam-malam sekitar pukul 00.00 WIB pulang ke rumahnya dalam kondisi mabuk berat. Begitulah cerminan kondisi lingkungan rumah dan pertemanan yang setiap hari ia temui.     Beruntungnya meskipun teman-teman sepermainanya di kampung melakukan taruhan dan minum-minuman keras, Dayat tidak pernah sekali pun menyentuh dan ikut terlibat di dalamnya, meskiupun ia sering diajak dan ditawari untuk melakukannya, senantiasa ditolak semua. Ia hanya teringat akan masa depanya dan orang tuanya yang sudah susah payah banting tulang membiayai pendidikannya serta membesarkanya ketika dalam fikirannya terbesit ingin mencoba hal-hal buruk itu,  karena ia tau  bukan berasal dari keluarga mampu secara ekonomi, Bapaknya hanya seorang supir di salah satu perusahaan elektronik daerah sentra bisnis BSD Tengerang Selatan dengan upah UMR, sedangkan Emaknya tidak bekerja hanya mengurus dan mengasuhnya serta kedua adiknya yang masih kecil, hidup Dayat sangat pas-pasan, jadi sangat besar harapan keluarga terhadapnya sebagai anak pertama untuk bisa mengangkat ekonomi keluarga ke depan nanti, oleh karenanya ia tidak mau menyia-nyiakan atau merusak masa depannya.     Dayat punya impian suatu saat nanti bisa menjadi orang yang sukses untuk bisa mengangkat derajat keluarganya serta mampu memberikan manfaat buat banyak orang, Dayat dikenal sebagai anak yang mudah bergaul dengan banyak orang, ia bisa berteman dengan siapa pun, bahkan dengan orang-orang dewasa di lingkungan sekitar reumahnya. Sejak SMP ia sudah aktif diberbagai organisasi baik di lingkungan rumah maupun sekolahnya seperti karang taruna, osis dan pramuka di sekolah, bahkan ia menjadi ketua osis di sekolah SMPnya, ia juga sering memenangkan kompetisi tingkat kota Tangerang dengan organisasi pramuka yang dia ikuti di sekolah, selain itu anaknya juga punya kepercayaan diri yang tinggi, pintar, dan mau mencoba hal-hal baru. Dayat remaja sangat dekat dengan Emaknya yang selalu berada di rumah, sehingga sering memberikan perhatiannya kepada Dayat, sedangkan Bapaknya sibuk bekerja dari pagi hingga malam hari, selepas pulang ke rumah Bapaknya langsung istirahat, tak pernah ada kesempatan untuk berinteraksi dengan anak-anaknya.     Masa kecil hingga remaja Dayat hampir sama dengan kebanyakan anak pada umumnya, bedanya hanya Dayat tidak memiliki teman sepermainan yang seumuran di lingkungan rumah dan jarang berinteraksi dengan Bapaknya karena kesibukan kerja, perbedaan itulah yang nantinya akan perlahan-lahan membentuk kepribadian seorang Dayat. Kini Dayat berada pada masa akhir pendidikannya di SMP, meskipun Dayat juga aktif ikut keorganisasian selama SMP namun prestasi akademiknya senantiasa mendapatkan hasil yang memuaskan, ia selalu mendapat peringkat 1 atau 2 di kelasnya disetiap semesternya, baginya bisa aktif di kegiatan non akademis tidak lantas membuatnya harus terpuruk pada akademisnya, ia mampu menyeimbangkan keduanya, bahkan di akhir pendidikannya di SMP ia berhasil mendapatkan nilai ujian nasional (UN) tertinggi kedua di sekolahnya, sebuah prestasi yang membanggakan baginya kala itu, perjalanan masa remaja Dayat belum usai. Selepas ia lulus SMP, ia harus memikirkan ke mana ia akan melanjutkan pendidikannya, bagi Dayat ini bukanlah suatu hal yang mudah, karena ia sedang dihadapkan dengan dua pandangan yang berbeda antara dirinya dengan Emaknya. Ia memilih ingin masuk SMK, sedangkan Emaknya menyuruhnya masuk SMA, perdebatan dua pandangan ini yang hampir tiap hari dihadapi oleh Dayat.     Pagi itu langit desa Belendung terlihat amat murung tertutup mendung, seolah memberikan pesan buruk kepada Dayat. Hari itu Hari Minggu pagi, Dayat pamit ke Emak untuk pergi main Playstation di rental langganan dekat rumahnya.     “Mak, minta uang 10 ribu buat main PS.” Pinta Dayat ke Emak. Karena ini hari libur sekolah Emak mengizinkannya untuk bermain sembari menenangkan fikiran yang penat memikirkan pilihan sekolah.     “Ambil tuh di atas meja makan.” Sahut Emak menjawab pertanyaan Dayat. Selepas diambil uang dari emak, langsung ia pamit sama Emak.     “Mak pergi dulu ya, Assalammualaikum.” Ucap Dayat.     “Wa’alaikumsalam.” Sahut Emak dari dapur Langkah kaki Dayat sudah pergi agak jauh dari rumah menghampiri teman-teman mainnya di kampung, ada Ahmad, Jaelani, dan Rikky yang mereka usianya jauh lebih dewasa dibandingkan Dayat yang saat itu masih duduk di tingkat 3 SMP, ia mendatangi Ahmad, Jaelani dan Rikky yang lagi asyik nongkrong di balai RT sembari bermain kartu.     “Hoii… Mad, Jae, dan Rik…Yuk main PS kayak biasanya?” Sapa Dayat ke mereka meskipun usia mereka jauh diatasnya ia tetep memanggil mereka dengan nama tidak ada tambahan ‘mas, atau kak’, karena itu permintaan mereka sendiri, supaya bisa lebih akrab katanya.     “Ayukkk…” Sahut mereka menjawab pertanyaan Dayat, mereka bergegas merapikan kartu yang telah mereka mainkan, dan kita pergi ke rental PS langganan.     “Pak, saya main 2 jam, dua tempat ya.” Ucap Ahmad ke penjaga rental PS.     Dayat bersama Ahmad satu tempat, sedangkan Jaelani dengan Rikky satu tempat, kami bersebelahan tempatnya, kita selalu main sepakbola ketika main PS, saat itu Dayat menggunakan tim Manchester United (MU) sedangkan Ahmad memakai tim Real Madrid.     “Oke Yat, yang kalah bayarin ya?” Ucap Ahmad ke Dayat.     “Wahh…enggak ah… enggak usah pakek taruhan gue enggak punya uang, lu enak udah kerja.” Sahut Dayat menjawab pertanyaan Ahmad sembari meletakkan stick PSnya ke lantai, sebagai tanda tidak sepakat adanya taruhan.     “Okey…Okey…kita main aja enggak perlu taruhan.” Kata Ahmad menjawab respon Dayat. Akhirnya kita lanjutkan pertandingan PSnya, selama bermain 2 jam Dayat sudah mengalahkan Ahmad sebanyak 3 kali, selepas sudah puas bermain PS Dayat langsung pulang ke rumahnya.     Sepulang Dayat dari main PS, ia menengok jam tangan yang diletakkan di pergelangan tangan kirinya, sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB, ia sudah sampai ke rumah.     “Assalammualaikum…Dayat pulang” Ucapnya.     “Wa’alaikumsalam…buruan wudhu dan sholat dzuhur sono.” Sahut Bapak yang sedang duduk di ruang tamu bersama Emak.     “Enggak biasanya Bapak dan Emak duduk berdua di ruang tamu, pasti ada hal penting yang habis dibicarakan mereka.” Ungkap Dayat dalam hati.     “Baik Pak…Mak…” Jawab Dayat sembari melangkah menuju kamar mandi untuk ambil air wudhu.     Sembari wudhu dalam fikiran Dayat masih mempertanyakan tentang suatu hal yang janggal baginya, Bapak dan Emaknya bisa duduk berduaan di ruang tamu, banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam dialektika fikiran Dayat saat itu.     “Apa jangan-jangan ada perilaku yang salah, yang pernah aku lakukan? Sehingga membuat Bapak dan Emak sampai mengobrol dengan instens?” Tanya Dayat dalam fikirannya.     “Atau jangan-jangan Bapak dan Emak membicarakan tentang masa depanku setelah lulus sekolah? Kalau benar aku harus siap-siap dengan jawaban yang pas.” Lanjut Dayat bertanya dalam fikirannya. Berbagai pertanyaan tersebut muncul seiring Dayat melihat suatu kejanggalan dalam pola interaksi antara Bapak dan Emaknya, hingga sempat menganggu ke-khusyukan sholatnya kala itu. Selepas sholat ia lipat sajadah dan sarungnya, kemudian melangkahkan kakinya ke luar kamar, ketika sampai di depan pintu kamar terdengar suara panggilan.     “Dayat, ayo sini gabung sama Bapak dan Emak ada yang mau kita omongin sama kamu.” Tutur Emak. Saat itu dalam hatinya muncul banyak pertanyaan.     “Ada apa ini? Nggak biasanya Bapak mengajakku ngobrol langsung, karena Bapak biasanya cenderung cuek dengan anak-anaknya akibat kesibukan kerjanya, biasanya sepulang kerja Bapak selalu langsung ke kamar, jarang menyapa atau mengajak ngobrol anak-anaknya, Emak yang biasanya justru sering mengajak kita ngobrol jika di rumah. Jadi ini adalah pengalaman pertamaku ngobrol secara intens dengan Bapak”. Ucap Dayat dalam hatinya.     “Baik Mak…Dayat kesana.” Jawab Dayat.     Langkahnya pelan menuju ruang tamu sembari pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan, rasa heran serta khawatir, ia ambil duduk di kursi yang agak jauh dan berseberangan dengan Bapak, lebih condong berhadapan dengan kursi Emak, sambil kepalanya ditundukkan dalam-dalam takut dimarahi karena barangkali ia pernah berbuat suatu kesalahan, sampai-sampai Dayat gak sadar Bapak telah menyampaikan sesuatu kepadanya.     “Ehh…apa Pak? Bapak barusan ngomong sama Dayat? Maaf pak Dayat gak fokus tadi, bisa diulangi?” Ucap Dayat sembari takut Bapak marah dan berharap Bapak mau mengulangi pertanyaannya.     “Bapak sama Emak barusan habis ngomongin tentang sekolah kamu nanti, Emak pingin kamu sekolah SMA Negeri yang deket rumah aja supaya kamu gak kejauhan, sementara kalau Bapak sih terserah baiknya gimana, kalau menurut kamu gimana?” Ucap Bapak mengulang pertanyaannya tadi yang gak sempat Dayat dengar karena ketakutan.     “Ka…kalau Dayat sebenarnya kurang mahir dalam sejarah dan gak suka bahasa Pak, Dayat lebih suka hal yang praktis lapangan, selama di SMP nilai Bahasa Dayat pas-pasan dan Dayat banyak ikut organisasi sekolah kayak osis dan pramuka di sana Dayat merasa nyaman melakukan hal praktis dibandingkan pelajaran Bahasa, jadi Dayat kurang cocok kayaknya klo masuk SMA Pak.” Jawab Dayat sembari terbata-bata di awal.     “Benarkan apa yang aku fikirkan tadi, kalau Bapak dan Emak habis ngomongin tentangku.” Ucap Dayat dalam hati membenarkan ke khawatirannya.     “Nggak bisa! pokoknya kamu harus masuk SMA Negeri, supaya kamu bisa masuk perguruan tinggi yang bagus dan jadi PNS ke depannya, kamu lihat tuh Encing (sebutan paman) kamu yang PNS sekarang hidupnya sudah sejahtera semua, Emak ingin kamu bisa seperti mereka supaya kehidupan kamu ke depannya bisa mapan dan bisa bantu pendidikan adik-adik kamu.” Ungkapan Emak langsung menyanggah jawaban Dayat.     “Tapi…tapi...Mak… Dayat gak cocok masuk SMA, Dayat lebih cocok masuk SMK yang cenderung lebih praktis pelajarannya.” Jawab Dayat kembali dengan nada memelas sembari membungkukkan kepalanya.     “Pokoknya tidak! kamu harus masuk SMA Negeri Titik!” Ungkap Emak sambil beranjak pergi dari tempat duduknya. Dayat tetap duduk menundukkan kepalanya, ia tidak bisa mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya. Sembari tertunduk diam, ada suara pelan terdengar di telinganya.     “Besok ikut Bapak ya? kita jalan-jalan sebentar.” Ujar Bapak kepada Dayat.     “Baik pak.” Jawab Dayat lirih. Keesokan harinya Bapak sudah bersiap memanasi mesin motor honda supra miliknya di depan rumah.     “Dayat! ayo kita berangkat.” Ucap Bapak dari depan rumah.     “Baik pak.” Jawab Dayat sembari menghampiri bapak di luar rumah. Diboncenglah Dayat oleh Bapak naik motornya, sepanjang perjalanan ia bertanya kepada Bapak.     “Mau ke mana kita pak?” Ucap Dayat.     “Kita akan pergi ke tempat masa muda bapak dulu tinggal dan dibesarkan.” Jawab bapak sambil benerin kaca spion motornya.     Kami pergi menaiki motor sudah sekitar 45 menit dari awal keberangkatan. kemudian sampailah kita di suatu tempat bernama desa Sangiang, kita berhenti di Masjid Al-Mustaqim Sangiang, untuk istirahat minum sebentar, Dayat menengok jam tangannya yang menunjukkan pukul 09.30 WIB. Bapak pergi ke luar masjid untuk membeli minum di toko seberang masjid, setelah Bapak kembali dari membeli minum, Bapak kembali menghampiri Dayat sembari membawa 2 botol air mineral dingin.     “Ini minum dulu Yat.” Ucap Bapak.     “Iya pak terima kasih… oh iya pak, ini kita di mana?” Tanya Dayat ke Bapak.     “Dulu waktu Bapak masih muda dan belum menikah dengan Emak kamu, Bapak tinggal di daerah sini, kontrak di 500 meter ke kiri dari masjid ini, di belakang masjid ini ada sekolah SMKN 9 Kota Tangerang, yang fokusnya di kesehatan habis ini kita kesana ya?” Jawab bapak yang semakin membingungkan dan mengagetkan Dayat.     “Hah…apa Pak? Kita mau lihat sekolah SMK? Bapak tau sendiri Emak gak suka Dayat sekolah di SMK.” Jawab Dayat sembari keheranan.     “Udah gak apa-apa nanti kalau urusan Emak biar Bapak yang menjelaskan, kalau Bapak sih pinginnya yang terbaik buat kamu aja.” Ucap bapak sembari sesekali minum air mineral yang ada di tangannya.     Suatu hal yang enggak pernah disangka oleh Dayat atas apa yang dilakukan oleh Bapak, mereka enggak pernah se-intens ini ngobrol berdua, baru saat itu Dayat tersadar ternyata di balik sisi cueknya Bapak, Bapak merupakan orang yang sangat pengertian.     “Udah yat…ayo kita menuju ke SMKN 9.” Ucap Bapak     “Ayo pak.” Jawab Dayat sembari merekahkan senyum kegirangan. Sesampainya di sekolah SMKN 9, Dayat dan Bapak dijelaskan mengenai jurusan yang ada di sekolah, ada jurusan Farmasi industry, ada jurusan Analis kesehatan, ada jurusan keperawatan dan jurusan Farmasi klinis dan komunitas. Awalnya Dayat tertarik dengan jurusan Analis kesehatan dan farmasi karena di sana ada praktikumnya yang menarik buatnya, spontan ia langsung bilang ke Bapak.     “Pak, Dayat nanti mau masuk jurusan analis kesehatan atau Farmasi ya?” Ucap Dayat ke Bapak.     “Iya gak papa.” Jawab singkat bapak sembari merekahkan senyum kepada Dayat.     Mendengar jawaban dari Bapak, sepanjang perjalanan pulang Dayat senyum-senyum sendiri karena bahagia, keinginan pilihan sekolahnya didukung oleh Bapak. Sesampainya di rumah ada Emak sedang duduk-duduk sembari nonton TV di ruang tengah, Bapak langsung menemui Emak, sementara Dayat langsung menuju kamar dan rebahan sembari senyum-senyum gembira. Samar-samar terdengar obrolan Emak dengan Bapak membicarakan tentang pilihan sekolah Dayat dari ruang kamarnya, Emak masih tetap kekeh ingin Dayat masuk SMA Negeri, Bapak masih coba membela Dayat untuk bisa masuk SMK, suaranya semakin pelan dan gak terdengar olehnya di kamar. Tiba-tiba gak lama setelah itu ada suara panggilan.     “Dayat! Sini!” Panggilan kencang Bapak menembus dinding kamar Dayat.     “Iya pak Dayat ke sana.” Jawab Dayat dari kamar. (^_^) (^_^) Dayat langkahkan kakinya pelan ke luar kamar tidurnya menuju ruang tengah depan TV, ia duduk di samping Bapak.     “Dayat kamu yakin mau sekolah di SMK?” Ucap Emak kepada Dayat.     “Iya mak…Dayat yakin.” Jawab Dayat.     “Yakin? Nanti nyesel. Jauh lho sekolahnya dengan rumah, nanti kamu capek.” Sahut emak yang masih berusaha meruntuhkan keyakinan Dayat.     “Yakin Mak, Dayat sudah memikirkannya.” Jawaban Dayat untuk meyakinkan Emak.     “Ya sudah kalau memang itu pilihanmu, kamu harus siap konsekuensinya dan jangan menyesal nantinya.” Ujar Emak dengan terpaksa menerima keputusan Dayat.     Dayat senang akhirnya kedua orang tuanya merestui sekolah pilihannya. Singkat cerita, Dayat mendaftar di SMKN 9 Kota Tangerang dengan diantar oleh Bapak yang saat itu rela cuti kerja untuk menemaninya daftar sekolah, sembari menaiki motor bebek supra kami berangkat menuju sekolah untuk mendaftarkan diri, sesampainya di sana berbagai tes masuk Dayat jalani mulai dari tes kesehatan hingga tes potensi akademik, Dayat jalani dengan serius serta gembira karena itu merupakan pilihan sendiri ingin masuk SMK. Selepas menjalani Tes, Dayat dan Bapak langsung pulang ke rumah karena pengumuman tesnya baru keluar 1 minggu lagi. Oh iya waktu itu Dayat jadi mengambil jurusan Analis kesehatan di sana. Sesampainya di rumah Bapak berpesan kepada Dayat.     “Dayat, kamu tadi sudah berusaha untuk bisa masuk ke sana sekolah pilihan kamu, sekarang kamu harus rajin berdo’a semoga Allah mengabulkan keinginan kamu.” Ujar Bapak kepada Dayat sembari melepaskan jaket yang digunakannya.     “Iya pak Dayat pasti akan selalu berdo’a waktu selesai sholat supaya Dayat bisa keterima di sana, Bapak juga do’akan Dayat ya?” Jawab Dayat.     “Pasti, orang tua mana sih yang enggak mau melihat anaknya bahagia.” Ujar Bapak kepada Dayat.     Satu minggu telah berlalu, tiba saatnya hari pengumuman penerimaan siswa baru di SMKN 9 diumumkan, saat itu Hari Senin pagi, pengumuman hasil penerimaan siswa baru di tempel di sekolah, sehingga jika Dayat ingin mengetahui dia keterima sekolah atau tidak, ia harus pergi mengunjungi sekolah SMKN 9, akan tetapi Bapak tidak bisa mengantarkan Dayat pergi ke sekolah karena jatah cuti Bapak sudah habis, sedangkan Emak harus menjaga adik-adiknya Dayat yang masih kecil dan tidak bisa ditinggal. Akhirnya Dayat memberanikan diri untuk pergi sendiri ke sekolah dengan menaiki angkot sembari latihan karena ke depannya kalau ia sekolah di sana, ia akan berangkat sendiri dan akan rutin naik angkot.     “Mak, Dayat pamit pergi dulu ke SMKN 9 ya? Do’akan supaya Dayat diterima.” Ucap Dayat sembari cium tangan Emak.     “Iya ati-ati. Ini uang saku buat kamu.” Jawab Emak sembari memberi uang saku dari saku bajunya.     Kaki Dayat melangkah ke luar rumah dengan cepat, sembari berlari menuju jalan depan gang untuk bisa naik angkot. Selama perjalanan, di dalam angkot Dayat merasa deg-degan enggak karuan khawatir kalau enggak keterima, karena perjuangannya enggak mudah bisa masuk ke sekolah pilihannya, waktu sudah berlalu selama 45 menit di dalam angkot, akhirnya angkot yang dinaiki Dayat sampai di depan sekolah SMKN 9. Sesampainya di depan gerbang sekolah SMKN 9 Dayat turun dari angkot, 5 ribu ongkos ia berikan ke Abang angkotnya. Selepas itu ia lari masuk ke dalam sekolah, ia berjalan menuju papan putih yang berada di tengah lapangan sekolah tempat pengumuman penerimaan siswa baru ditempelkan, ia lihat satu persatu nama siswa yang diterima, ia naik turunkan telunjuk tangannya ke atas dan ke bawah mencari namanya, dan akhirnya Dayat melihat namanya ada di sana.     “Alhamdulillah.” Ucap Dayat seketika terharu karena diterima di sekolah SMKN 9.     Perasaan deg-degan Dayat saat itu seketika berganti menjadi ucapan syukur kepada Allah SWT atas apa yang ia raih kala itu, buru-buru ia beranjak pergi ke depan gerbang sekolah, mencari angkot untuk dinaiki pulang ke rumah, sudah hampir 10 menit ia menunggu angkot, ia tengok kanan-kiri tidak ada satu pun angkot yang lewat, hingga akhirnya 5 menit setelahnya ia melihat ada angkot warna hijau-putih datang dari arah kiri ia berdiri, itu adalah angkot yang megarah ke rumahnya, ia ulurkan tangan kanannya untuk memberikan tanda ke Abang angkotnya bahwa ia hendak menaiki angkot tersebut. Angkot itu berhenti tepat di seberang Dayat berdiri, buru-buru ia hampiri angkot tersebut dan menaikinya, selama di dalam angkot Dayat sangat bergembira sembari sesekali ia tersenyum sendiri bahagia karena ia bisa keterima di sekolah pilihannya, sampai-sampai senyum bahagia Dayat berbuah pertanyaan dari seorang Ibu-Ibu yang sedang duduk di depan bangku Dayat.     “Nak, kamu baru pulang sekolah ya? Kelihatannya kamu sedang bahagia sekali hari ini.” Tanya Ibu-Ibu tersebut.     “Ehh, iya Bu. Saya baru saja pulang dari melihat pengumuman penerimaan siswa baru di sekolah SMKN 9 pilihan saya Bu, dan alhamdulillahnya saya keterima di sana.” Ujar Dayat sembari merekahkan senyuman kepada Ibu-Ibu tersebut.     “Wah pantesan Nak, dari tadi Ibu lihat kamu senyum-senyum sumringah terus. Selamat ya Nak, semoga sukses serta lancar sekolahnya nanti.” Ucap Ibu-Ibu tersebut kepada Dayat.     “Iya amin Bu, terima kasih banyak atas do’anya.” Balas Dayat.     Sebuah percakapan menemani perjalanan pulang Dayat ke rumah dengan seorang Ibu-Ibu yang tak sempat mengetahui namanya, tidak terasa Dayat sudah 45 menit lamanya perjalanan di atas angkot menuju rumahnya, ia juga tak sabar untuk memberikan berita gembira kepada kedua orang tuanya, ia tengok jam yang ia gunakan di tangan kanannya, sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Angkot yang dinaiki Dayat sampai di depan gang rumahnya, ia berikan uang 5 ribu dari dalam saku seragamnya kepada Abang supir angkot, setelah itu ia langsung berlari menuju rumahnya.     “Assalammualaikum… Dayat pulang.” Ucap Dayat sembari terengah-engah nafasnya.     “Wa’alaikumsalam… Sana buruan mandi lalu sholat.” Jawab Emak yang baru keluar dari kamar.     “Baik Mak, Bapak hari ini pulang jam berapa?” Ucap Dayat.     “Jam 5 sore harusnya Bapak sudah pulang, ada apa? Tumben Tanya Bapak pulang jam berapa.” Jawab Emak keheranan.     “Dayat mau menyampaikan sesuatu kepada Bapak dan Emak.” Ucap Dayat.     “Ya sudah nanti nunggu Bapak pulang kerja saja, sekarang kamu mandi dan sholat sana dulu.” Jawab Emak.     “Baik Mak, Dayat mandi dan sholat dulu.” Ucap Dayat sembari langsung menuju kamarnya untuk melepas baju seragam yang ia gunakan serta bergegas mandi dan sholat ashar.     Selepas Dayat selesai mandi dan sholat ia langsung menuju ruang tamu yang ternyata di sana sudah ada Emak sedang bersantai sembari memegang HPnya, Dayat duduk di kursi depan Emak, Dayat menunggu kepulangan Bapak dari tempat kerjanya, sudah hampir setengan jam ia menunggu Bapak pulang, tiba-tiba dari depan teras rumah terdengar suara motor datang, buru-buru Dayat beranjak pergi dari tempat duduknya dan melihat ke luar, ternyata benar yang datang adalah Bapak.     “Bapak baru pulang?” Ucap Dayat sembari menghampiri Bapak yang sedang memarkirkan motornya.     “Ehh Dayat, Assalammualaikum… ia Bapak baru pulang, tadi lagi macet di jalan.” Jawab Bapak sembari terkaget ada Dayat menghampirinya.     “Ayo masuk Pak, Dayat mau menyampaikan sesuatu ke Bapak dan Emak. Emak sudah menunggu di ruang tamu.” Ucap Dayat sembari membantu membawakan tas bawaan Bapak.     “Tumben, mau menyampaikan apa nih?” Jawab Bapak keheranan.     “Bapak masuk dulu nanti kita bicarakan di ruang tamu aja pak.” Ucap Dayat. Sesampainya mereka di ruang tamu, Bapak mengambil posisi duduk di sebelah Emak, sedangkan Dayat mengambil posisi duduk di depan mereka berdua, sembari membenarkan posisi duduknya Dayat memulai pembicaraan.     “Bapak dan Emak, tadi kan Dayat habis dari SMKN 9 untuk melihat hasil pengumuman penerimaan siswa baru, dan kabar gembiranya adalah Alhamdulillah Dayat keterima masuk sana Pak, Emak.” Ucap Dayat sembari menatap Bapak dan Emak dengan mata berkaca-kaca bahagia.     “Alhamdulillah kalau begitu, selamat ya nak, setelah ini sesuai dengan janji kamu kemarin kepada Emak kamu harus siap menjalani semua konsekuensinya dan harus konsisten semangat dalam belajarnya.” Ucap Bapak.      Dayat merasa sangat bahagia saat itu ia bisa keterima di sekolah pilihannya, selepas itu ia bersemangat untuk mempersiapkan segala hal untuk masa awal masuk sekolah SMK, karena seminggu lagi Dayat akan menjalani masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di SMK. Sebuah lembaran perjalanan baru bagi seorang Dayat, ia berharap di perjalanan barunya nanti ia akan bisa mendapatkan banyak hal-hal baru yang bisa membuatnya terus berkembang menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi kedepannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN