"Mas, aku hari ini mau bantu jagain klinik punya Ayah yang baru buka belum lama ini boleh kan? Sekalian aku mau membiasakan diri dulu di klinik sebelum nanti nunggu giliran internship aku ditempatkan dimana."
Ando yang tengah memakan sarapannya langsung berhenti dan menoleh pada sosok Meisya yang saat ini juga tengah sarapan bersamanya, tentu juga dengan anak-anak di meja makan.
"Dari jam berapa sampai jam berapa kamu jaga di sana?"
"Nanti sepulang Mika dari sekolah, sekalian aku ajak anak-anak ke sana ya Mas. Biar mereka bisa main sama Mama waktu aku jaga di klinik."
Ando terdiam selama beberapa saat, lalu dia terlihat menghela napas kecewa. Tentu saja bukan karena dia kecewa pada keputusan Meisya yang ingin magang dan membantu menjaga di klinik keluarganya. Tapi ia kecewa pada dirinya sendiri karena membiarkan istrinya harus sibuk bekerja sambil masih harus menjaga anak-anaknya. Sedangkan dia sendiri terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai jarang bisa menghabiskan waktu dengan anak-anak.
Ando juga paham bahwa dia tidak bisa egois lagi dengan kekeh untuk meminta Meisya menjadi ibu rumah tangga. Apa lagi Meisya juga sudah menyelesaikan studi koasnya dua tahun yang lalu, namun setelah itu Meisya kembali ingin fokus menjaga anak-anak setelah menyelesaikan koasnya selama dua tahun. Dan sekarang rupanya istrinya telah bertekad untuk jaga di klinik milik ayahnya yang baru saja dibuka. Juga Ando tahu kalau hal ini akan terjadi cepat atau lambat, karena orang tua Meisya juga sudah meminta Meisya magang di sana terlebih dahulu setelah klinik baru resmi dibuka.
"Maafin Mas ya, waktu kamu jaga di klinik juga masih harus jagain anak-anak. Atau apa perlu kita mempekerjakan suster untuk mengurus anak-anak?"
Meisya yang tengah makan langsung berhenti mengunyah, "nggak perlu Mas, aku nggak keberatan kok harus bareng sama anak-anak. Lagian mereka juga bukan anak yang nakal dan penurut, jadi nggak susah buat ngurus mereka. Apa lagi aku udah jagain mereka dari mereka masih kecil, jadi aku nggak ngerasa aman aja kalau harus nyerahin pengasuhan mereka ke orang lain nantinya. Soalnya aku mau mastiin sendiri tumbuh kembang mereka dengan dengan mataku sendiri."
"Ya udah nggak apa-apa kalau gitu, nanti kalau udah selesai hubungi Mas. Kalau ada waktu luang, Mas usahain jemput kamu di klinik."
"Makasih Mas, kalau kamu repot juga gak masalah gak perlu jemput. Biar nanti aku naik ojek online aja sama anak-anak."
Ando juga hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan, karena dia sendiri paham bahwa dia sendiri takut tidak bisa menepati janjinya untuk menjemput anak dan istrinya jika tetap kekeh untuk menjemput mereka.
"Tapi kayaknya lebih nyaman naik motor aja sih Mas, biar gak kena macet. Jadi kamu gak perlu jemput aku nanti, aku naik motor aja sama anak-anak."
"Kamu yakin?" Meskipun Ando tidak mempermasalahkan Meisya mengendarai motor, namun itu karena jarak sekolah Mika dengan rumah ini tidak lebih dari 2 kilometer. Sedangkan jarak antara rumah mereka ke klinik ayah Meisya membutuhkan waktu kira-kira setengah jam perjalanan.
Tentu saja Ando agak khawatir membiarkan Meisya berkendara di jalanan yang padat kendaraan dengan anak-anak. Bukan karena tidak mempercayai istrinya, dia hanya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di jalan yang ramai.
"Aku nggak apa-apa kok Mas, aku bakal lebih hati-hati dan nyetir motor pelan-pelan nantinya. Jadi Mas nggak perlu khawatir, aku bakal jaga diri sendiri dan anak-anak dengan baik."
Meisya seakan mengerti jalan pikiran Ando hanya dengan melihat ekspresi khawatir di wajah pria itu. Ada rasa hangat dalam dirinya, merasa diperhatikan oleh seseorang yang dia cintai membuat perasaannya menghangat sebagai seorang istri.
"Maaf karena Mas belum bisa ngasih yang terbaik buat kamu. Pokoknya kalau ada apa-apa jangan lupa hubungi Mas, kamu dan anak-anak harus selalu memprioritaskan keselamatan. Jangan ngebut di jalan nantinya."
"Siap Mas, jangan khawatir. Iya kan Mika, Sakha?" Meisya menoleh pada anak-anak yang tampak masih menikmati sarapan mereka.
"Iya, Mama benar Ayah. Mama nyetir motornya jago loh, Ayah jangan khawatir. Biar Mika sama Sakha yang jagain Mama, asal Ayah nggak nakal di luar sana semua pasti aman!" Mika yang baru saja menyelesaikan makannya langsung menyahut dan menatap ayahnya dengan ekspresi wajah yang dibuat seserius mungkin.
"Hahaha, kamu ini bisa aja Mika." Meisya merasa gemas dan mencubit pelan pipi Mika yang masih chubby karena melihat ekspresi serius yang ditampilkan oleh anak sambungnya itu.
"Iya benar kata Kak Mika Yah, Mama jago nyetir motornya. Ngenggggg!"
Meisya hanya bisa tertawa dan geleng-geleng kepala saat Sakha mencoba untuk mempraktikkan bagaimana dia menyetir sepeda motor dengan pipinya yang mengembang karena masih ada makanan yang belum selesai dia kunyah. Membuat putra kecilnya itu tampak semakin menggemaskan dan lucu.
"Kunyah dulu makanannya Sayang, nanti tersedak loh." Meisya menegur Sakha dengan pelan dan dia juga menuangkan segelas air putih untuk dia minum setelahnya.
"Baiklah kalau begitu, asal kamu janji harus hati-hati di jalan dan jangan pernah ngebut. Kalau Mas ada waktu luang, insyaallah Mas bakal anterin kamu ke klinik secara langsung."
"Iya Mas, terimakasih."
Meisya juga sudah selesai menyelesaikan makannya, dia kini beranjak dari meja makan untuk mengambilkan tas kerja Ando yang berisi laptop dan beberapa berkas milik pria itu. Meisya juga membenarkan dadi yang melingkar di leher Ando agar lebih rapi dan enak dilihat.
"Mika Sayang, ayo cepat sini biar kamu dianterin Ayah ke sekolah."
"Iya Ma!" Mika langsung turun dari meja makan, memakai sepatu sekolahnya dan mencium punggung tangan Meisya juga kedua pipi Meisya secara bergantian.
"Hati-hati di jalan ya."
"Iya Sayang, cium dulu dong sini."
Ando agak membungkukkan wajahnya agar sejajar dengan Meisya yang hanya setinggi dagunya. Pria itu tidak puas hanya dengan ciuman di punggung tangannya, dia ingin lebih agar bisa lebih membuatnya semangat dalam berkerja.
"Mas, masih ada anak-anak loh."
"Nggak apa-apa, lagian mereka pasti lebih suka lihat kita mesra kayak gini dari pada berantem atau perang dingin kayak sebelumnya." Ando berkata dengan santai tanpa tahu malu, membuat wajah Meisya memerah tanpa bisa dia sangkal.
Dengan cepat Meisya mengecup kedua pipi Ando secara bergantian. Namun Ando dengan sigap langsung menarik tengkuk lehernya hingga pria itu bisa mencuri sebuah ciuman di bibir manis Meisya yang tidak pernah gagal membuatnya candu. Meski hanya menempel selama beberapa detik, namun wajah Meisya semakin memerah panas karena anak-anak tengah menonton aksi orang tuanya secara langsung. Dan hal itu tentu saja tidak sesuai untuk dilihat anak kecil.
"Mas, jangan ngajarin anak-anak lihat yang enggak-enggak gitu ish."
"Hehe maaf Sayang, gak apa-apa biar nanti mereka terinspirasi untuk bisa menemukan pasangan hidup mereka dan memiliki keluarga yang harmonis nantinya."
"Alasan aja Mas ini." Meski ia tengah mengomel, namun tetap saja ada seulas senyum manis yang tidak bisa dia tekan muncul di sudut bibirnya. Dimana hal itu semakin membuat Meisya tampak menggemaskan di mata Ando.
"Ya udah ini yang terakhir kali," Ando kembali mencium kening Meisya dengan lembut dan bertahan selama beberapa detik. Meninggalkan sensasi hangat di keningnya yang perlahan menyebar sampai ke relung hati.
Memang dasarnya perempuan, bisa dengan mudah dilelehkan oleh perlakuan lembut pasangan hidupnya hanya dengan beberapa tindakan sederhana yang sangat berarti bagi mereka.
Ando masuk ke dalam mobilnya setelah membantu Mika duduk di kursi penumpang depan. Ia masih tersenyum saat mengingat kebersamaan dan momen hangat yang telah dia lalui dengan Meisya semalam juga pagi ini.
Namun suara dering ponselnya membuat Ando mengalihkan pikirannya sejenak untuk melihat siapa orang yang tengah menghubunginya saat ini.
'Ny.Rena'