8. Calon Suami Mbak Dila

1625 Kata
Kata masnya, olahraga itu lebih baik memakai pakaian yang tidak kaku, termasuk bra berbusa itu akan lebih nyaman jikalau diganti dengan bra kain saja, lebih klop lagi adalah bra sport. Namun, yang membuat Kalia kepikiran itu bukan soal ilmu baru yang dia dapatkan, melainkan soal masnya sendiri yang jangan-jangan matanya jelalatan pada bagian d**a Kalia yang mungil ini, makanya Kalia selalu pakai bra berbusa. Ehm. Iya, Kalia ngaku. Supaya kelihatan ada yang menonjol membahenol di area depan tubuhnya. Duh! Kalia jadi kurang nyaman. Rupanya hal yang menurut Kalia bisa mempercantik body, tampilan, ternyata itu jelek untuk keamanan tubuh ini. Buktinya, ada mata lelaki yang begitu dan begini. Pantas saja ada ayat yang Tuhan turunkan agar aurat itu ditutupi garis keras. Namun, Kalia nggak akan bahas ini lebih dalam. Sesungguhnya, Kalia termasuk kategori orang yang tidak suka dilirik kurang asem seperti yang dilakukan Mas Langit, tetapi dia juga adalah orang yang tidak suka pada pendapat baik perihal menutupi aurat apabila ada seseorang yang menegur. Iya, begitu. Kalia ingin berpenampilan seapa-adanya yang dia mau, tetapi juga tidak mau mendapat tatapan semprul dari kaum Adam. So, manusia tipe apakah dia? Lupakan. Sekarang Kalia sedang berkutat di depan cermin, memoles sedikit riasan di wajah agar kelihatan lebih fresh dan elok tentunya. Hari pertama Kalia PPL di Semesta Media. Dengan begini, siapa tahu nanti Kalia dapat jodoh dari sana. Pegawainya saja lumayan, bening dan tampan. Karena tidak mungkin Kalia berharap lebih kepada sosok owner di perusahaan itu. Pertama, Pak Awan itu sudah kategori om-om untuk Kalia. Plus, beliau sudah punya istri. Kedua, katanya sudah punya istri juga. Kalia nggak tertarik untuk jadi pelakor. Ketiga .... Kalia letakkan lipcream di meja riasnya. Menatap kagum hasil solekan sendiri. Cantik. Kalia percaya diri atas itu. Well, meski dirasa "lebih dekat" daripada yang lain dengan Mas Langit, tetapi untuk Kalia mengincar manusia itu rasanya kurang sopan sebab sebelumnya Mas Langit, kan, ibu persembahkan untuk Mbak Dila. Kalia nggak mau ambil risiko jatuh ke pesona gerangan. Yeah, cari cowok yang sekiranya setara sajalah dengan diri ini. Sebab saat Kalia menginginkan anak BEM pun, buktinya Kak Eca malah jadian sama yang lain, yang juga anak BEM. Kalia? Ya, dia mah apa atuh, hanya mahasiswa kupu-kupu. Oke, sekian curahan hatinya. Kalia ambil ponsel dan cus ke lokasi PPL. "Kal." "Eh, iya, Mbak?" "Bareng aja," kata Mbak Dila. "Mau ke SM, kan?" "Iya." "Yuk!" Kalia diam sejenak, berpikir, lalu mengangguk. Kemarin Mbak Dila mendiamkan seisi rumah terkhusus Kalia selepas dia dengar siapa nama lelaki taarufannya. Lalu pagi ini ... yeah, begini. Kalia duduk di boncengan selepas pamit sama ibu. "Hati-hati di jalan, jangan ngebut!" Sungguh, Kalia penasaran isi hati Mbak Dila yang menurutnya menjadi misteri. Terkait Mas Langit, juga Mas Wisnu. Kira-kira semalam Mbak Dila mogok bicara oleh sebab apa, ya? *** "Ini, kan, ada enam orang. Nah, pembagian fokusnya gini saja, ya. Ica fokus pada keuangan Universe. Dena dan Miran pada keuangan kafe karena cabangnya banyak jadi difokusin buat dua orang. Selila pada keuangan Uni-game, lalu Atika fokus pada keuangan Univ-toon." "Kalau Kalia, Pak?" interupsinya sambil mengangkat tangan. "Oh, iya. Kamu sama Ica dulu saja." Kalia pun mengangguk. Pak Awan lanjut mengenalkan seisi ruang di lantai tiga. Iya, bagian keuangan ada di sana. Satu per satu mahasiswa itu berkenalan dengan pegawai di divisi keuangan, akhir agenda Kalia dan Ica duduk di dekat kubikel Pak Barga. Beliau yang menangani masalah keuangan Universe. "Semester berapa?" tanya Pak Barga. Nggak tahu umur berapa, tetapi Kalia menyebut beliau dengan sebutan bapak. Tanda hormat. "Tujuh, Pak." "Wah ... sebentar lagi skripsian, ya? Semangat." "Iya, Pak. Terima kasih." Basa-basi biasa, Kalia dan Ica pun mulai fokus bekerja. Eum ... mula-mula jadi kacungnya Pak Barga, kasarnya demikian. Disuruh itu dan ini. "Kalau haus atau mau bikin kopi, ke lantai dua aja, ya. Ada dapur di sana. Atau mau fotokopi juga ada di lantai dua ruangannya. Nanti tanya mbak atau mas yang ada di sana aja." "Baik, Pak," sahut Ica. Sementara itu, Kalia asyik memperhatikan detail ruang lantai 3 ini. Adalah detik di mana matanya tepat jatuh di sebuah pintu yang kemudian terbuka. Masya Allah. Itukah owner SM selain Mas Langit dan Pak Awan? Auranya beda. "Kalia." "Eh, iya, Pak?" "Tolong fotokopikan ini di lantai dua, ya. Nanti berkasnya kasihkan ke Pak Awan. Ini rekapan pengeluaran Universe bulan kemarin, juga ada bayangan total pengeluaran buat event next time." "Oh, baik." "Berkas aslinya bawa lagi ke saya." "Baik, Pak." Kalia pun menerima juluran map itu, segera dia beranjak. Berdegup Kalia butuh pertolongan, ini gimana cara fotokopinya? Dan saat dia rampung dengan segala beban tugas di hari pertama pemberian Pak Barga, Kalia kebingungan tak mendapati Pak Awan di ruangannya. "Em ... Mbak, maaf. Pak Awan di mana, ya?" Sambil memeluk map dan hasil fotokopi tadi. Entah siapa namanya, mbak-mbak yang Kalia tanya tadi menjawab, "Di lantai empat kayaknya, Dek." "Oh, baik. Makasih, Mbak." Lekas Kalia beranjak ke sana. Ini harus banget Kalia yang ngasih berkaskah? Duh, lantai empat pun tak ada tanda-tanda Pak Awan. "Cari siapa, Mbak?" Kalia kontan menoleh. Yang biasa disebut 'Dek' sejak hadirnya dia di sini, itu malah sebut 'Mbak.' "Pak Awan, Mas." "Oh, itu di sana. Ketuk aja pintunya." Yang Kalia tahu, itu adalah ruang kerja founder utama Semesta Media. Aduh ... ragu-ragu Kalia melangkah selepas berterima kasih. Kok, deg-degan, ya? "Masuk." Tambah deg-degan. Suara yang Kalia kenali dari beberapa hari yang lalu. Berdebar-debar saat Kalia meraih kenop pintu. Perihal pesan semalam, terngiang hasil ketikan, antara malu dan kesal jika teringat, Kalia pun membuka pintu itu. Ya, benar. Tatapan Kalia tepat jatuh di sorotan mata itu. "Permisi ...." Kalia mendekat dengan langkah siput, pelan. Dia pun alihkan tatapnya pada sosok selain pemilik ruangan. "Pak Awan, ini ada berkas dari Pak Barga. Katanya hasil rekapan pengeluaran bulan lalu, juga bayangan keuangan untuk event next time." "Oh, Universe, ya?" Kalia mengangguk, dia pun serahkan dengan sopan map tersebut kepada gerangan, tanpa melirik pada manusia lain di sini. Pak Awan membuka-buka isi map itu. "Oke, terima kasih." Senyumnya teduh sekali. Kalia pamit berlalu. Namun, langkahnya henti di saat Mas Langit berucap, "Kal, buatkan kopi, ya? Dua. Bawa sini kalau udah." Hah? "Yang satu gulanya sedikit aja. Yang satu lagi jangan pakai gula." Bentar! Kalia berbalik. Di situ Mas Langit menatapnya, si pemberi perintah. "Ada OB, kan, Lang?" "Ada anak PPL juga kebetulan, Bang." Kalia mengerjap. Kok, nyebelin?! "Ditunggu, ya, Kal." "Baik ...." Pada akhirnya, patuh juga. Kening Kalia berkerut-kerut selepas dia keluar dari ruangan itu. *** Pulang kerja, Kalia dadah-dadah pada kelima kawannya, sedang dia menunggu Mbak Dila. Namun, kenapa nggak keluar-keluar, ya? Apa sebaiknya Kalia masuk saja ke kafe? Habisnya ditelepon tak diangkat-angkat. Satu per satu pegawai SM mulai bubar, hanya orang-orang kafe saja yang belum. Kalia pun memasuki bangunan itu. "Eh, iya. Lupa! Kal, kamu naik ojol aja, ya, pulangnya? Mbak sampe magrib soalnya." "Yah ...." Kalia kerucutkan bibir. "Adek lo, Dil?" "Iya, Mbak." "Ya udah, deh. Duluan, ya, Mbak." Teruntuk Mbak Dila, lalu Kalia alih ke mbak satunya. "Mari!" Kalia menghela napas pelan. Mau tak mau, ya, pulang dengan jemputan berbayar. Yang mana detik itu, sebuah mobil dari pelataran parkir berlalu. Iya, cuma lewat. Entah kenapa, Kalia sebal saat tahu siapa gerangan di balik kemudi. "Oh ... sekarang pura-pura asing, ya, padahal semalem pembahasannya tentang beha?" Kalia mencibir lirih. "Orang mah klakson, kek. Atau apa gitu. Emang bener-bener nggak bisa diharapkan." Eh, sebentar! Memangnya, Kalia berharap apa sama Mas Langit? *** "Kamu suka sama bos Mbak, Kal?" Terkesiap. Kalia menoleh, malam itu, dia mendapati Mbak Dila yang mengajaknya bicara saat Kalia sedang membuat salad buah. Tiba-tiba lapar, camilan malam Kalia adalah buah jika memang tersedia di kulkas. "Bos Mbak yang mana?" "Mas Langit." Kalia langsung lirik sana lirik sini barangkali ada ibu. Dipastikan aman, Kalia tatap mbaknya. "Nggaklah, Mbak." "Nggak ada yang nggak suka sama dia, betewe." Kalia terdiam. "Termasuk Mbak?" Nadila melegut air mineral, lalu meletakkan gelasnya di meja dapur, dan mengangguk. "Dari segi fisik, Mas Langit oke banget. Nggak munafik, segi keuangan pun dia unggul. Kalau bicara soal dia, dan tau tentangnya, susah buat nggak suka, Kal. Sekali pun kita punya pacar." "Mbak--" "Mbak bilang suka, ya. Bukan cinta." Kalia pun membiarkan mbaknya bicara. Tampak duduk di meja dapur, yang mana Kalia letakkan pisau kemudian. "Sejujurnya, sangat disayangkan Mbak telat tau kalo cowok itu Mas Langit. Itu kalau dipikir-pikir." Mbak Dila terkekeh. Kalia meringis, dia pun comot melon di mangkuk yang sudah Kalia potong dadu. Artinya, andai Mbak Dila tahu, terus hubungannya dengan Mas Wisnu rela kandas demi mendapatkan Mas Langit, begitu? "Kal." "Hm?" Menyahut tanpa berani menoleh. "Kayaknya Mas Langit suka, deh, sama kamu." Uhuk, uhuk! Keselek melon! Kalia buru-buru minum. "Santai aja kenapa, sih! Mbak nggak minta saladnya, kok." Bukan! "Omongan Mbak yang bikin aku batuk!" gerutunya. Kalia minum lagi. "Kenapa Mbak bilang gitu? Atas dasar apa?" Nadila pun berdecak. Alih-alih menjawab, Mbak Dila malah berlalu. Demi apa! Kalia habis dilahap penasaran. "Mbak!" "Ish, Mbak Dila!" "Mbak!!!" "Berisik, Kalia!" tegur ibu. Kalia mengentak kaki. "Oh, iya. Ayah besok pulang katanya." Kontan Kalia berbalik, menatap ibu. "Lho, tumben?" Biasanya ayah pulang di hari Minggu atau tanggal merah lainnya. Sedangkan besok, kan, hari-hari biasa. Rasanya tidak biasa. "Iya, ada yang mau lamar anaknya." Oke, wait. Kalia mikir dulu. "Mas Wisnu?" "Siapa itu?" Eh, ibu nggak tahu atau pura-pura nggak tahu? Beliau, kan, kekasih Mbak Dila. Oh, atau jangan-jangan .... "Cowok yang taarufan sama mbakmu." Ah, begitu? Ibu gonta-ganti chanel TV, di situ Kalia tercenung, merasa hati ini seolah tertusuk duri. Pantas, ya, tadi di parkiran Mas Langit cuma lewat tanpa sedikit pun menyapa eksistensi Kalia. Tapi kenapa tadi pembahasan Mbak Dila begitu? Apa Mbak Dila sengaja ingin mengetes hati Kalia? Suka atau tidak, sebab esok Mas Langit akan datangi ayah untuk melamar Mbak Dila. Ya Tuhan .... Mendadak Kalia merasa tidak rela, first kiss-nya diambil sama calon suami Mbak Dila. Argh!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN