Mobil yang membawa Arsen melesat meninggalkan kota menuju sebuah pedesaan, tempat yang diduga menjadi persembunyian Fadia selama ini.
“Bagaimana kamu bisa menemukannya? Selama ini kita hampir sudah menggunakan berbagai cara untuk menemukannya, tapi tidak membuahkan hasil,” tanya Arsen pada Hedy yang saat ini sedang menyetir, sedangkan Arsen duduk di kursi belakang.
“Tuan ingat Bruno?” Hedy malah balik bertanya.
“Paman Fadia yang tidak bermoral?”
“Benar, Tuan,” jawab Hedy. “Pria yang pernah kita bayar untuk memantau Bruno, memberi tahu kalau Bruno sedang menuju desa di mana Fadia berada sekarang. Sepertinya Bruno juga baru tahu tentang keberadaan keponakannya itu.”
Hedy menambahkan, “Rupanya itu merupakan rumah orangtua Fadia. Satu-satunya tempat yang sedikit pun tidak terlintas di pikiran kita sehingga melewatkan tempat yang sangat penting tersebut.”
“Kita hanya fokus orangtua Fadia sudah meninggal, jadi tidak kepikiran sama sekali dengan tempat tinggalnya semasa hidup,” balas Arsen.
Arsen berbicara lagi, “Jadi sekarang kemungkinan Bruno ada di sana?”
“Ya, kemungkinan dia ada di sana, Tuan.”
“Paman sialannya itu pasti sedang meminta uang lagi,” kata Arsen. “Kali ini saya tidak akan tinggal diam. Saya akan membuatnya babak belur kalau berani meminta uang pada Fadia lagi.”
Hening sejenak, sampai kemudian Arsen kembali berbicara, “Apa informan kita ada di sana sekarang?”
“Itu dia masalahnya, Tuan. Informan kita sebenarnya sedang berada di luar negeri sehingga tidak bisa ikut memantau.”
“Lalu bagaimana dia tahu Bruno ke desa untuk menemui Fadia?”
“Informan kita memang cukup dekat dengan Bruno, itu sebabnya kita memanfaatkannya untuk memantau gerak-gerik Bruno siapa tahu menemui Fadia yang kita cari-cari, bukan? Hari ini dia dihubungi langsung oleh Bruno apakah bersedia mengantarnya ke pedesaan. Dia bertanya pada Bruno untuk apa? Lalu Bruno menjawab untuk mendatangi keponakan yang selama ini menghilang tanpa kabar.”
“Keponakannya hanya Fadia, jadi informan kita menyimpulkan kalau yang mau Bruno temui adalah Fadia,” balas Arsen.
“Benar, Tuan. Untungnya informan kita sempat meminta lokasinya, jadi walaupun dia tidak bisa ikut mengantar Bruno, tapi dia berhasil mengantongi lokasinya. Secepatnya dia langsung meneruskannya pada saya.”
“Dan sekarang kita sedang menuju ke sana,” ucap Arsen. “Mengingat Bruno meminta antar pada informan kita, bukankah kemungkinan dia meminta antar pada orang terdekatnya yang lain karena informan kita tidak bisa mengantarnya?”
“Itu yang sedang saya cari tahu, Tuan. Informan kita belum membalas pesan saya lagi.”
“Awas saja kalau dia hanya mempermainkan kita lalu ternyata Fadia tidak ada di sana.”
“Saya akan bertanggung jawab jika ini hanya membuang-buang waktu berharga Tuan,” balas Hedy.
Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, mobil yang Hedy kemudikan mulai memasuki sebuah desa yang mereka yakini sebagai tempat tinggal Fadia selama dua tahun ini. Semakin masuk ke dalam, medan jalannya semakin sulit untuk dilalui.
“Jalanan ini benar-benar tidak layak untuk dilewati,” kesal Arsen.
“Maaf Tuan, sayangnya tidak ada rute lain. Kita harus melewati jalanan yang sangat jelek dan sempit ini.”
“Ya, lanjutkan saja.”
Bahkan, untuk berpapasan dengan mobil lain pun harus memakan waktu yang tidak sebentar. Membuat Arsen semakin kesal. Jika saja bukan untuk menemui Fadia, Arsen tidak akan mendatangi tempat sialan ini.
Sampai pada akhirnya, mereka sudah tiba di depan sebuah rumah yang tidak terlalu besar, tapi lumayan bersih terawat. Desain rumahnya pun berbeda dengan rumah-rumah lainnya, rumah Fadia bisa dikatakan cukup modern.
“Ini rumah Fadia?” tanya Arsen sebelum turun dari mobil.
“Ya, Tuan. Berdasarkan alamat yang informan kita kirimkan, di sinilah lokasi tepatnya.”
“Tapi kenapa sepi sekali? Apa karena sudah malam,” ucap Arsen. “Tapi bagaimana dengan Bruno? Dia seharusnya naik mobil ke sini, bukan?”
“Entah Bruno sudah pulang lagi karena telah mendapatkan uang yang dia inginkan, atau menginap dan sekarang sudah tidur.”
“Benar, ini hampir jam sebelas malam. Kita bisa memperhatikan lingkungan ini sangat sepi. Bahkan, sejak memasuki desa, orang-orang yang kita lihat kebetulan berada di luar rumah sangat bisa dihitung dengan jari,” kata Arsen. “Berpapasan dengan mobil pun hanya satu kali.”
Setelah itu, Arsen bersiap turun dari mobil.
“Mau turun sekarang, Tuan?”
“Mari bertamu dengan cara baik-baik,” jawab Arsen seraya turun dari mobil dan Hedy langsung mengikutinya.
Selama beberapa saat Arsen mengetuk pintu rumah Fadia. Sambil menunggu pintunya dibuka, Arsen mulai membayangkan bagaimana wajah Fadia sekarang. Adakah perubahan setelah mereka tidak bertemu selama dua tahun lamanya? Apakah wanita itu masih ingat padanya?
Ah, seharusnya ingat. Jika iya, pasti Fadia sangat terkejut tiba-tiba Arsen datang untuk bertamu, apalagi malam-malam begini. Sayangnya, setelah mencoba mengetuknya hingga berkali-kali, pintu itu tidak kunjung ada yang membuka.
Apa Fadia sungguh sedang tidur?
“Jangan-jangan Fadia sengaja tidak membuka pintu setelah mengintip dari jendela bahwa Tuan Arsen yang datang?”
“Sebetulnya itu kemungkinan yang lebih baik daripada dia tidak ada di dalam padahal kita sudah jauh-jauh ke sini. Jujur saja, saya mulai berpikir Bruno bisa jadi membawanya pergi dari sini.”
“Tuan, haruskah kita masuk dengan cara ilegal?” tanya Hedy kemudian.
“Jangan dulu,” jawab Arsen. “Sepertinya orang di rumah sebelah masih belum tidur,” sambungnya sambil mencoba mendengarkan suara khas orang yang sedang mengobrol. Suaranya cukup berisik sehingga bisa terdengar sampai luar.
“Tuan mau bertanya ke tetangga Fadia?”
Arsen mengangguk. Pria itu kemudian berjalan ke rumah sebelah. Begitu mereka tiba di depan pintunya, tiba-tiba ponsel Hedy bergetar tanda ada panggilan masuk.
“Tuan, saya angkat telepon dulu,” pamit Hedy sebelum meninggalkan Arsen sendiri di depan pintu tetangga Fadia.
Setelah mengizinkan Hedy menjawab telepon, Arsen kemudian mengetuk pintu di hadapannya dengan sangat hati-hati. Tidak sampai lima menit, pintu pun terbuka. Rupanya seorang wanita paruh baya yang membukanya.
“Maaf, cari siapa ya?”
“Permisi, Bu. Sebelumnya maaf. Saya tahu ini waktu yang tidak lazim untuk mengetuk pintu rumah orang, tapi saya datang jauh-jauh dari kota. Saya ingin bertanya apakah itu rumah Fadia Angelina?” tanya Arsen sopan sambil menunjuk rumah di samping rumah ini.
Sebelum menjawab, ibu-ibu itu memperhatikan Arsen dari ujung kepala hingga kaki. “Ya, itu rumah Fadia. Tapi kenapa mencarinya malam-malam begini?”
“Saya kenalannya dari kota,” jelas Arsen kemudian. “Jadi itu sungguh rumah Fadia.”
Akhirnya saya menemukanmu, Fadia….
“Tadi juga ada kenalannya dari kota.”
“Benarkah?”
Wanita itu tampak memperhatikan pekarangan rumah Fadia. “Tapi sepertinya sudah pulang karena mobilnya sudah tidak ada.”
“Ibu tahu siapa yang datang?”
“Katanya keluarga Fadia. Soalnya sempat berpapasan dengan suami saya saat dia menanyakan alamat Fadia. Kalau tidak salah itu pamannya.”
Sial, tidak salah lagi kalau begitu. Bruno benar-benar ke sini.
“Apa Fadia memang biasanya sudah tidur jam segini? Saya mencoba mengetuk pintunya tapi tidak kunjung dibuka.”
“Kalau itu saya tidak tahu, ya. Lagian ini sudah malam. Meskipun kalian kenal, tapi tidak baik seorang perempuan membawa masuk laki-laki ke dalam rumahnya. Saran saya, tunggu sampai besok saja karena Fadia tinggal sendiri di rumah itu.”
“Terima kasih jawaban dan sarannya, Bu. Sekali lagi maaf mengganggu malam-malam. Saya permisi.”
Sementara itu, Hedy yang tidak kuasa untuk memotong pembicaraan Arsen dengan tetangga Fadia, sedari tadi menunggu mereka selesai bicara.
Setelah melihat Arsen turun dari teras rumah tetangga Fadia, barulah Hedy berani menghampiri bosnya itu.
“Tuan, ternyata Fadia tidak ada di rumahnya. Bruno datang ke sini bukan untuk meminta uang, melainkan untuk menjemput paksa Fadia.”
“Apa?”
“Kita terlambat, Tuan. Seharusnya kita menemukan Fadia lebih cepat dari Bruno,” kata Hedy. “Informan kita mengatakan bahwa Fadia akan dinikahkan dengan saudagar kaya.”
“Apa? Menikah?”
Setelah berhasil menemukanmu yang menghilang selama dua tahun, mana mungkin saya membiarkanmu menikah dengan pria lain?
Ini tidak bisa dibiarkan!
Arsen tidak akan membiarkan semua itu terjadi!