10

1017 Kata
Empat belas hari karantina pun selesai... Tak terasa dua minggu masa karantina sudah selesai, ini lah saat yang paling di tunggu bagi para peserta untuk melakuan ujian terakhir. Ketua panitia menjelaskan bahwa hanya di perlukan satu orang pemenang yang akan lolos dan mendapatkan hadiah kelulusan. Didalam ruangan ujian mereka harus mengalahkan satu sama lain menggunakan senjata yang telah di berikan kepada masing-masing peserta. Siapa yang mendapatkan lencana naga lebih dulu dia adalah pemanangnya, meskipun masih banyak peserta yang bertahan hidup mereka semua dianggap gagal. Tak ada yang boleh sembunyi sampai ujian selesai, mereka harus menyerang satu sama lain, bertahan hidup dari predator kawan sendiri. Mendengar ucapan dari ketua panitia itu, 60 wajah siswa yang hendak lulus itu mulia nampak ketakutan, mereka merasa cemas khawatir dan bingung. Bagaimana mereka saling mengalahkan 59 orang lainnya. Sementara itu para orang-orang delegasi dan pemerintahan memantau ujian itu dari kantor mereka. Acara ujian memang tak disiarkan secara langsung di televisi masyarakat umum, tapi para petinggi berhak menyaksikannya. Mereka mulai memantau siapa yang sekitara menang, berbedat tentang yang lolos hingga mulai bertaruh dengan judi dari masing-masing peserta. Karena hampir setiap provinsi melakukan ujian yang sama, masing-masing provinsi memantau. Sedangkan pegawai kenegaraan memantau menyeluruh satu persatu. "Di luar sana ada lahan 40 hektar, babak pertama kalian akan saling mencari di hutan lalu selanjutnya kalian akan perpisah di gurun. Setiap babak akan ada pemandunya. Silahkan kalian berjuang untuk lolos!" seru Ketua Panitia menutup pidatonya Setelah pidato dan acara perpisahan, pintu gerbang setinggi lima meter terbuka lebar. Lalu menampakkan hutan hujan buatan yang cukup lebat. Dengan pepohonan tinggi menjulang, semak-semak belukar dan tumbuhan menjalar. Semua peserta berpencar satu sama lain, tak ada yang bergerombol atau bersama temannya. Hal itupun yang terjadi pada Andreas. Dengan pakaian seragam ketat hitam, yang di sesuaikan dengan tubuhnya serta dua senjata di punggungnya, ia mulai berlari kesana-kesana kemari untuk mencari tempat persembunyian. Mungkin lebih baik ia melakukan itu. Di arena ujian itu tak ada yang bisa membantu atau menolongnya, Luis dan yang lain sekarang sudah saling menyerang. Jika mereka tak membunuh maka mereka akan dibunuh. Tidak ada lagi teman yang ada hanya musuh, bagaimana mereka harus bertahan di sana beberapa minggu. "Babak Pertama! Kalian harus menentukan 20 orang yang harus di singkarkan. Sisakan 40 orang untuk babak kedua!!" Perintah sebuah suara dari pengeras suara yang di banyak drone, yang beterbangan di sekeliling arena. Wajah-wajah pucat kembali menghujani mereka setelah mendengar suara itu, mereka harus berjaga-jaga karena babak pembunuhan sudah di mulai. Hampir semua dari mereka mencari tempat untuk sembunyi dan bertahan. Tak ada yang ingin mati konyol secepat itu. Tron si anak jangkung dari kota Ingas, berkeliling. Dengan tinggi 189 cm ia mulai mengamati sekeliling, dengan tubuhnya itu ia bebas melacak posisi lawan dan juga untuk bertahan. Namun, karena posisinya yang tinggi itu juga ia mudah di temukan oleh lawannya. Tak lama saat ia mengamati sekeliling untuk mencari tempat sembunyi, seorang gadis berambut pirang dan membawa pedang menghadangnya. Tron bersiap menghadapi gadis bernama Bella itu. Bella berlari kencang lalu terus berusaha menerjang tubuh Tron, Tron berulang kali menghindar. Sambil menghindar ia memutar dan menendang punggung bawah dekat tulang ekor Bella. Bella terkejut dan terjatuh, pedangnya terlepas dari tangan, tulang dahinya terbentur akar pohon besar yang mencuat keatas. Bella berbalik dan berusaha bangun, lalu memegang dahinya yang berdarah dan nyeri. Namun, dengan secepatnya ia tersadar dan berniat mengambil pedangnya. Tron menginjak tangan kanan Bella dengan kencang, Bella berteriak kesakitan. Beberapa peserta yang dekat dengan mereka mungkin bisa mendenarnya. "Lepaskan tanganku!" teriak Bella pada Tron. "Jika kulepaskan kau bisa mengambil pedang itu dan membunuhku," ujar Tron. Lalu sebelah kakinya mendang jauh pedang Bella. Melihat Bella yang tak berdaya, Tron mengangkat tombaknya dan berusaha mengenai tubuh Bella. Namun, sebelum ujung runcing mata tombak itu hendak menyentuh Bella. Sebuah batu kecil mengenai lengan atas dengan kecepatan keras dan membuat Tron melepaskan tombaknya. Kini Tron yang mengaduh akibat lemparan batu kecil itu. Tangannya seakan mati rasanya, ngilu sekali. "Aku tak suka melihat seorang pria kasar terhadap wanita," ucap seseorang yang keluar dari balik pepohonan. Pemuda seusia Tron dan Bella yang membawa triple Stick itu mendekati keduanya. Memasang wajah mengejek dan sombong. Meskipun memiliki tubuh lebih kecil dari Tron, pemuda bernama Tom itu berani melawan. Tron memang Tom sambil memegangi tangannya yang masih nyeri, lalu ia berjongkok untuk mengambil tombaknya dengan tangan kiri. Melepaskan injakan kakinya pada tangan Bella dan mendekati Tom. "Apa maksudmu, hah?! Ini ujian, jika kau tak membunuh maka kau akan di bunuh!" seru Tron. Tom tak menanggapi, ia malah memegang stick nya dan menyerang Tron secara cepat. Tron berusaha bertahan dengan tombaknya, untung saja ia bisa kidal. Namun, dalam keadaan seperti itu Tron terpojok. Kecepatan Tom di luar dugaan, tubuh kecilnya itu serasa melayang dengan sangat lincah dan menyulitkan Tron. Berulang kali senjata Tom itu mengenal tubuh Tron, bahkan hingga mengelupaskan kulit. Rantai antar ruas menyentuh kulitnya. Pedih sekali. Melihat pertarungan kedunya, Bella memilih mundur. Jika saja ia melawan pasti ia akan kalah. Lebih baik ia bertahan. Sedangkan Tron terus bertahan disana, ia tak mungkin akan kalah secepat ini bahkan di babak pertama. Ia sudah berjanji akan membuktikan pada orangtua dan keluarga besarnya bahwa ia bisa di banggakan. Setelah lulus nanti ia akan kuliah dan mengambil alih perusahaan sang ayah. Semua orang di keluarga besarnya sering mengejeknya dengan julukan si besar bodoh, hanya karena ia banyak tertinggal dari anak seusianya. Bahkan berulang kali seharusnya ia tinggal kelas jika saja ayahnya seorang milyader di kota Ignas tidak menyuap sekolah. "Ini terakhir kali Ayah membantu urusan sekolahmu. Kau pikir urusan ayahmu ini hanya tentang dirimu saja." Begitu ujar sang ayah setelah keluar dari ruang kepala sekolah di salah satu sekolah kota Ignas, Distrik ke-sembilan. Untuk menyuap. Hanya saja sang ayah tak bisa menyuap pemerintah untuk meloloskan anaknya. Dari aksi suapan itu bahkan ayah Tron hampir saja masuk penjara. Mengetahui hal itu Tron berusaha dan tertekad agar bisa lulus ujian dan membuktikan pada semua orang bahwa ia mampu, bahkan suatu saat jika di minta untuk menggantikan sang ayah. Keluarg besarnya juga sering mencemoohnya, sebutan di besar bodoh sudah sejak sekolah dasar menyumbat telinganya. Bahkan mereka seakan tak peduli bahwa Tron adalah anak tunggal dari keturunan utama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN