Beberapa tahun silam.
Jakarta tak sekumuh sekarang. Masih ada beberapa lahan kosong. Belum begitu banyak bangunan tinggi. Namun ditahun ini tampaknya sih tentram. Tapi jangan sampai salah bicara sedikit karena dihampir bisa menghilang tanpa kabar. Jasadnya mungkin tak akan pernah ditemukan.
"Jangan nangis lagi. Kalau dia cinta kamu, seharusnya dia gak bersama perempuan itu, Kak. Seharusnya dia tetap pilih kamu. Seharusnya, dia pegang komitmen usai menembakmu. Meski kamu gantungkan jawabannya. Gak wajar loh. Masa dalam tiga hari dekat sama kamu terus kamu ditembak. Terus lagi hanya hitungan hari malah balikan sama mantannya. Gak konsisten banget jadi cowok."
Adiknya mengoceh. Itu sebenarnya sudah perkara beberapa tahun lalu. Saat kakaknya masih SMA. Ya ia juga sih. Mereka kan hanya berbeda satu tahun.
Kakaknya menghela nafas. Ia sudah sangat sering mendengar kicauan ini ketika kepergok sedang menangis. Ah omong-omong, ini menjadi tahun pertama bagi adiknya untuk kuliah di Fakultas Kedokteran kampus ternama di Jakarta. Belum banyak perempuan yang bisa berkuliah. Diskriminasi ditahun-tahun ini begitu tinggi terutama terhadap perempuan. Belum banyak yang punya kesempatan untuk bisa merasakan yang namanya pendidikan tinggi.
"Ya sudah lah."
"Apanya ya sudah lah? Baru-baru kemarin, kamu didatangin sama sepupunya si cewek itu yang jadi pacarnya. Gak marah kamu? Dibilang jadi selingkuhannya lagi? Padahal kamu aja gak tahu kalau dia masih pacaran sama cowok s****n itu!"
Ia yang justru marah. Kakaknya yang mengalami semua hal yang tidak menyenangkan itu? Hanya bisa diam sih. Mau bagaimana coba?
Ya oke. Ia merasa bersalah. Tapi kejadian sebenarnya pun, adiknya tahu kok. Awal mula ya ada sebuah acara di SMA kala itu. Kakaknya kan memang aktif di dalam organisasi itu. Sementara si cowok kurang aktif tapi mendadak ikut kegiatan dihari itu. Ya menginap di sekolah selama dua hari satu malam. Lalu? Ya didekati sama si cowok yang katanya sih sudah naksir dari kelas 1 SMA. Kalau sekarang sebutannya kelas X SMA. Tapi baru ada kesempatan untuk bisa mendekatinya ya di kelas 2 SMA. Pertemuan itu memang menimbulkan benih-benih cinta. Kemudian ya didekati lah. Ditembak pada hari ketiga ketkka mereka masih dalam masa pendekatan. Tapi bagi kakaknya kan terlalu cepat untuk menerima. Selain itu, kakaknya juga takut. Kan mereka memang tak boleh berpacaran dulu oleh orangtuanya. Jadi ya bimbangnya setengah mati. Eeh belum sempat dijawab, beberapa hari kemudian malah tersiar kabar kalau cowok itu kembali pada pacarnya yang saat itu ya kakak kelas mereka. Lantas bagaimana nasibnya? Masih perlu ditanya? Sudah dibuat jatuh cinta dan ternyata benar-benar jatuh. Jadinya ya sakit lah.
"Mamanya datang padaku semalam. Memohon agar aku tidak memutuskan anaknya sampai anaknya lulus ujian nanti, Diya."
"Hanya sampai ujian?"
"Ya."
Dengan janji itu, Fadiya yang bucin pun mau. Ya menerima. Tapi ternyata janji tak sampai. Karena beberapa bulan kemudian, kabar kedekatan mereka sudah tersebar ke seluruh sudut sekolah. Fadiya yang dikenal cantik dan pintar mendadak digosipkan dengan status tak sedap sebagai selingkuhan. Hingga akhirnya ya perempuan yang menjadi pacarnya cowok itu menelepon ke rumah dan yaaaa mengajaknya berbicara pagi-pagi di sekolah yang pada akhirnya menjadi tontonan satu sekolah. Imej Fadiya hancur sudah sebagai gadis baik-baik, polos, pintar, dan cantik. Semua orang mengecapnya sebagai si pelakor. Walau istilah itu juga tak pantas sih. Semua perempuan yang memang tidak suka dengan Fadiya menjadikan ajang ini untuk semakin menjatuhkannya. Tapi tenang, karena wajah cantiknya, cowok-cowok pasti akan membelanya.
Jujur, Fadiya tak merasa bersalah kala itu. Karena ia punya sudut pandang yang berbeda. Ya mungkin karena bucin dan terpengaruh omongan si cowok sih yang awalnya ia percaya. Mereka mungkin pacaran hanya sampai si cewek itu lulus ujian SMA. Tapi setelah lulus pun, nyatanya mereka masih bersama. Fadiya kecewa?
Ya iya lah. Kecewa. Patah hati parah bin akut. b**o banget juga ya. Setahun setelah lulus SMA malah tak sengaja bertemu lagi. Karena masih cinta ya mau-mau saja didekati. Akhirnya ditembak namun ya putus lagi. Apa alasannya kali ini?
"Aku pikir, kayaknya gak bisa sama kamu, Diya. Kamu terlalu tinggi buat aku."
Si anak Kedokteran cantik berpacaran dengan si anak gap year. Si anak gap year yang sedang cemas dengan hidupnya merasa tak pantas sehingga menjadikan itu sebagai alasan untuk memutuskan hubungan. Namun baru beberapa hari belakangan, Fadiya tahu kalau lelaki itu ternyata masih berpacaran dengan cewek yang sama. Akhirnya ia sadar sih. Oh ternyata ia memang tidak dipilih. Sama seperti dulu. Seperti SMA dulu. Semua yang dikatakan hanya alasan. Ya kan?
Lantas untuk apa ia mencintai lelaki itu jika pada akhirnya, ia tak pernah dipilih olehnya?
"Kaaaak! Dengerin aku gak sih?"
"Aku dengar."
"Jangan pernah sama cowok itu lagi. Dengar?"
Ia mengangguk. Ia tahu. Ia sudah menerima kali ini. Sudah benar-benar sadar. Ya oke, imejnya hancur di sekolah. Kakak-kakak kelas dan adik kelas membencinya karena masalah itu. Ia tak mencari musuh tapi dibenci semua orang. Rasanya menyakitkan? Ya lah. Tapi sabar saja. Orang boleh mengecapnya buruk tapi ia berharap di hadapan Allah, ia tak seburuk itu. Coba deh pikir kan, seberapa besar dosanya dengan cowok itu? Ya oke hanya mengobrol. Tak pernah berjalan bersama karena ia tahu ayahnya seperti apa. Jadi ya memang tak pernah melakukan hal lebih. Sementara dengan si cewek yang menjadi pacarnya? Banyak gosip kalau si cowok sering datang ke kontrakan cewek yang memilih tinggal sendirian karena ingin bebas dari kedisiplinan kepala sekolah yang merupakan om-nya sendiri. Bahkan ia seharusnya tak bisa pindah ke sekolah ini ya kecuali ada bantuan langsung dari kepala sekolahnya sih. Tapi ah sudah lah. Fadiya sudah tak mau membahas. Sudah cukup rasanya atas patah hati yang ia terima. Berhenti membahas urusan mereka juga. Itu akan jauh lebih melegakan hatinya.
"Terus sekarang gimana?"
"Ya gak gimana-gimana. Fokus kuliah saja."
"Yakin? Gak mau itu terima lamarannya si Indra? Keponakannya Pak Gubernur itu loh."
Ia terkekeh. Ia belum ingin menerima siapapun. Ia ingin tenang. Ia ingin menjalani kehidupannya.
"Dia juga ganteng loh, Kak. Blasteran gitu. Masa gak tertarik sih?"
"Bukan seleraku."
"Ya ya ya. Seleramu juga ganteng tapi gak punya komitmen. Playboy. Gak konsisten. Gak mau perjuangin kamu dan lebih memilih cewek lain. Masih suka kamu?"
Ia tertawa. "Dek....Dek....bawel amat kamu."
"Aku bawel begini karena sayang sama Kakak loh."
"Aku jadi terharu!"
"Isssh!"
Keduanya tertawa. Hiburan disore hari saat sedang memberesi kamar.
"Terus kamu sendiri gimana itu? Sama si siapa itu? Lupa aku namanya."
"Mas Suryo maksudnya?"
"Iya. Kan ditawarin nikah tuh."
Ia tertawa. "Aku juga mau fokus kuliah dong. Baru mulai begini kuliahnya. Masa iya udah mau nikah aja."
Kakaknya tertawa. "Kan siapa tahu. Jodoh siapa yang tahu sih?"
Ya memang. Tapi ia juga enggak mau menikah diusia semuda ini. Ia masih ingin kuliah. Menjadi dokter adalah impiannya. Aaah siapa dia?
Fiandra Samadya.
Kakaknya?
Fadiya Samadya.
Mereka adalah anak-anak dari tentara yang paling galak sekomplek. Ya mungkin karena jabatannya juga paling tinggi. Jangan tanya berapa jumlah bintang ayahnya. Itu tak penting. Yang paling penting adalah pagi esoknya, Fiandra datang ke kampus dengan diantar mobil dinas tentara bintang tinggi yang membuat semua orang menatap ke arahnya. Ia keluar dari sana tak hanya sendiri kok. Kakaknya juga keluar dari sana. Si perempuan cantik yang imejnya memburuk semasa SMA hanya karena lelaki namun tidak di kampus ini di mana ia menjadi rebutan dan sepertinya sejak hari ini, bukan hanya ia yang akan menjadi rebutan. Karena Fiandra juga menjadi pusat perhatian semua orang.
Dari kejauhan sana, tampak seseorang baru saja mengusap jambulnya ke belakang. Rambut panjang bagi cowok memang menjadi tren sih. Tapi ia paling anti dalam mengikuti tren. Namun dalam urusan cewek kayaknya berbeda deh. Hahahaha. Lihat lah matanya yang tak berhenti menatap Fiandra yang baru saja dikerumuni oleh mahasiswa baru lainnya. Anak pejabat tinggi selalu dikerumuni banyak orang karena banyak yang ingin berteman dengannya bahkan banyak yang ingin mebih dari itu.
"Siapa tuh cewek?"
"Yang mana?"
"Yang dikerumunin!"
Ia bertanya sama cowok yang juga duduk di atas motor di sebelahnya. Yeah anak motor juga anak baru di sini.
"Ooh. Kayaknya anak jenderal penting."
"Gak kenal?"
"Kenal. Dia teman SMA."
"Siapa namanya?"
Lelaki itu malah tertawa alih-alih memberikan jawaban.
"Nanti juga tahu."
@@@