Cowok Aneh

1078 Kata
Aneh....itu suara batinnya. Ia masih teringat ketika membuka tirai kamarnya tadi. Ya begitu pulang dijemput Ayahnya. Ia melihat cowok misterius itu di depan rumahnya. Menatap pagar rumahnya yang memang hanya ya sekitar satu meter tingginya. Baginya aneh. Kata-kata yang keluar dari mulut cowok itu waktu itu begitu sakartis. Tampaknya sangat benci dengan mereka yang kaya dan punya jabatan. Ia tak paham. Lantas untuk apa lelaki itu muncul di depan rumahnya sore tadi? Tertarik padanya? Ia tak yakin. "Kaaak!" Ia membuka pintu kamar Fadiya. Gadis itu tampak sedang fokus belajar. Ya memang jadwalnya belajar. Tapi bukan itu yang menyita perhatiannya. Melainkan sebuah teknologi baru. Ya sebuah komputer. "Waah Ayah membelikan ini?" Fadiya menoleh lalu terkekeh. Fiandra sama noraknya ketika ia melihat barang itu di kamar. "Ayah bilang kita harus berbagi." Ya tentu saja. Tapi sengaja ditaruh di sini karena tahu kalau Fadiya kan lebih senior. Jadi Ayahnya mungkin berpikir Fadiya lebih butuh. Fiandra sibuk menyentuh komputer itu. Hanya merasa takjub. Ia masih belum bisa menggunakannya. Fadiya juga sama. Ia berencana mengajak salah satu teman di kampus untuk mengajarinya menggunakan alat ini besok. Ia sudah meneleponnya tadi. Jadi bisa izin pada orangtua untuk datang ke rumah ini. "Ah tapi aku ke sini bukan buat ini deh." Ia hampir melupakan tujuan utamanya. Hahaha. Apa tujuannya? Ya membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur Fadiya. Hal yang membuat gadis itu berdecak. Ia memang sangat bawel dengan urusan kerapihan. "Kakimu kotor tauk. Jangan coba-coba angkat kakimu itu." Ia tergelak. Ya sudah menduga kalau Fadiya akan bersikap seperti ini. Namanya juga Fadiya. Bukan Fadiya kalau tidak seperti itu. "Tapi aku ke sini mau cerita deh, Kak." "Cerita apaan?" Ia bisa menyimak sambil belajar. Kakaknya ini menjadi jauh lebih rajin sejak patah hati. Mungkin karena ingin melupakan orang itu ya? Jadi berusaha mencari pelarian. Namun ya belajar menjadi oelarian yang teramat positif kok. "Kan di kelasku ada cowok aneh yang kerjaannya cuma tidur. Anehnya, kalau ditunjuk dosen untuk menjawab pertanyaan atau menjelaskan sesuatu, ia selalu bisa. Ya semua orang terpukau dengan setiap kata-katanya. Aneh kan? Padahal dia selalu tidur selama kelas berlangsung." "Mungkin dia memang tipe cowok jenius." Ya mungkin juga begitu. Tapi cerita Fiandra belum selesai. "Tapi nih, Kak. Dia pernah ngehina aku loh. Ya kata-katanya agak sensi sama orang-orang kayak kita yang orangtuanya kaya dan punya jabatan gitu. Kata-katanya gak enak didengar. Terus tadi pas Fi sampai di rumah. Mau tutup jendela kamar, Fi lihat dia ada di depan rumah kita. Lagi duduk di atas motornya dan menatap ke rumah kita. Aneh kan?" Fadiya mengangguk-angguk. "Naksir kali." Fiandra tertawa. "Naksir dari mana coba? Kata-katanya aja kasar sama orang-orang kayak kita." "Yaaa kan kamu bilang dia itu orangnya aneh. Mungkin caranya naksir juga aneh." Itu kesimpulan yang aneh juga. Tapi ya Fadiya juga tak bisa berpikir jernih. Ia sibuk dengan pembelajarannya untuk esok hari. Tak sempat menganalisis lebih lanjut cerita aneh dari Fiandra yang mendadak terus teringat cowok aneh itu. Ya aneh. Karena ia terlihat dingin. Ketika ia tidur, tak ada satu pun yang berani menganggunya. Tahu kenapa? Karena sudah ada yang lebam-lebam punggungnya. Ya hanya jatuh gara-gara dibelit kakinya yang sedang berselonjor itu. Entah berapa kecepatan pergerakannya. Yang jelas, anak-anak di kelas mereka memang dibuat takjub. Ia tampak seperti anak yang sangat pandai bela diri. Ia juga tak takut siapapun sekalipun ada dosen di depan mata. Justru semakin ke sini, dosen yabg malah takut dengannya. Ya karena ia bahkan sangat pandai mengoreksi penjelasan dosen yang menurutnya salah atau kurang tepat. Dosen yang dibuat mati kutu. Namun ketika ditegur dosen, ia bisa sumringah. Maksudnya wajahnya menjadi tak dingin. Mendadak menghangat begitu saja dalam sekejab. Aneh kan? Ya kepribadiannya yang aneh. Kesimpulan Fiandra ya begitu. Hal yang terus membuatnya Fiandra membicarakannya pada Fadiya. Fadiya menguap pun, ia tak tahu. Hahaaha. Sejujurnya Fadiya memang sudah mengantuk. Tapi ia masih memaksakan diri untuk fokus dengan apa yang sedang ia pelajari. Menjadi mahasiswi Kedokteran itu sangat sulit. "Kaaak! Kakak dengerin gak sih aku ngomong dari tadi?" Ia menguap lagi. "Dengerin koook--hhhooaaammppphhh!" Fiandra geleng-geleng kepala. Ia melempar boneka kecil yang akhirnya menghantam kepala Fadiya. Ah bukan hanya kepalanya. Itu juga mengenai pulpennya sehingga membuat coretan di atas lembaran buku catatannya. Hal yang tentu saja membuat Fadiya berteriak dan Fiandra berlari kabur dari sana sambil cekikikan. "INI SUDAH MALAM! JANGAN BERTENGKAR!" Itu suara Ayah mereka yang galak. Fadiya mendengus. Ia tak mau dimarahi. Sementara Fiandra cekikikan tanpa suara di dalam kamarnya. Ia benar-benar tak sengaja tadi. @@@ Berpura-pura menjadi mahasiswa adalah hal biasa. Ia memang tak seharusnya di sini karena ya kalau dilihat dari usia, ia harusnya sudah ada di satu tingkat di atasnya. Bukannya menjadi mahasiswa baru lagi. Namun karena ini bukan kali pertama ya tak masalah. Ia juga sebodo amat. Kini ia baru saja melempar anak panah pada papan yang bergantung di dinding kamar. Ada banyak foto-foto orang penting yang terhubung dengan goresan anak panah. Satu sama lain saling berhubungan. Ia datang ke sini memang memiliki misi. Ia hanya ingin menghancurkan mereka. Karena menurutnya, jalan yang Ayahnya pilih adalah jalan yang salah. Mengundurkan diri dan bahkan meninggalkan negara ini. Ah bukan itu saja. Ia bahkan meninggalkan kewarganegaraannya dengan harapan ada perubahan pada kehidupan mereka. Ya memang ada. Tapi Ayahnya lupa kalau orang yang sedang punya kekuasaan, bisa melakukan apa saja untuk keberlangsungan hidup mereka. Dan mereka tak akan berhenti mengejar Ayahnya kecuali mereka semua mati. Baginya, membunuh semua orang adalah hal yang kejam. Namun ia bisa membuat hal lain? Apa? Menghilangkan kekuasaan mereka. Bukan kah mereka yang seharusnya melepaskan itu? Bukan Ayahnya kan? Satu panah akhirnya tepat sasaran. Tepat berada di tengah-tengah lingkaran itu. Ada satu foto baru yang ia tambahkan di antara foto-foto lelaki. Satu-satunya foto perempuan. Akan ia jadikan sandera? Ohooo. Tentu tidak lah. Ia tak sesadis itu meski sangat pandai membunuh orang jika ia mau. Lantas? Mari bermain dengan hati perempuan jika mau mengenal keluarganya seperti apa. Satu-satunya cara bisa ia mulai dari sana kan? Menggali informasi dari orang terdekat. Itu cara jitu. Ya kan? Maka tak heran jika esok harinya, ia mulai berubah. Tidak sedingin kemarin. Ia setidaknya menatap beberapa perempuan hari ini meski tak sengaja. Sangat sedikit perempuan yang ada di kelasnya. Ya karena pendidikan bukan hal lumrah bagi perempuan. Perempuan dengan usia belasan tahun di zaman ini, biasanya sudah berumah tangga. Bahkan untuk seumuran Fiandra bisa punya lima hingga enam anak. Dan ketika ia sudah menetapkan target, ia benar-benar akan menjalankannya. Siapa? Fiandra. Gadis yang baru saja masuk ke dalam kelas dan selalu dikerumuni para lelaki itu. Apakah ia akan ikut mengerumuninya? @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN