Kini seperti biasa, Abi mengendarai motornya kembali ke kosannya. Hari ini ia tidak sempat bertemu dengan gadis itu. Dosennya tidak jadi datang dan hanya meninggalkan tugas yang membuat Abi harus mengerjakannya secara berkelompok di pendopo kampus seraya memanfaatkan wifi di sana.
Reiko juga tidak ada kelas hari ini. Menurut Reiko, dosennya mengadakan pergantian jadwal karena sedang pergi ke luar kota. Sesampainya di kosan, Abi segera memarkirkan motornya dan mencari kunci kamarnya.
Suasana kosannya kini lumayan sepi karena setahu Abi, teman satu kosannya banyak yang pulang kampung karena sekarang hari Jumat. Memang banyak dari mereka yang mengsongkan jadwal di hari Jumat sehingga dapat pulang lebih cepat. Pria itu kini bergegas masuk ke kamarnya dan menaruh tasnya serta melepas jaket yang membuatnya gerah.
Hanya dengan memakai kaos oblong dan celana kolor pendek, Abi kini berjalan ke dapur untuk memasak mie. Perutnya terasa lapar, ia memasak mie dengan porsi dobel dan mencampurnya dengan sebutir telur. Saat tengah menunggu airnya mendidih, pria tersebut mulai membuka satu persatu bungkus bumbu mie di depannya menggunakan pisau.
Saat tengah asik bersenandung pelan sambil membuka bumbu mie-nya, sehembus angin dingin terasa menerpa kulitnya. Ia memejamkan matanya saat hawa mencekam itu kembali menyergapnya dengan nuansa magis yang membuat tengkuknya meremang.
Entah sudah berapa kali ia diteror oleh perasaan tak nyaman seperti ini. Rasanya sangat menjengkelkan karena ia tidak dapat berbuat apapun saat hawa dingin tersebut kembali menghipnotisnya dalam bayang-bayang ketakutan pada hal tak kasat mata. Entah apa yang menarik dalam dirinya hingga membuatnya menjadi bahan teror bagi mereka yang tak terlihat.
Karena kurang berhati-hati dicampur denga perasaan cemas yang tak menentu, jari pria itu sampai teriris mata pisau yang dipakainya untuk mengupas timun sebagai campuran mie-nya sebentar lagi. Abi meringis sebentar sambil mengibas-kibaskan ujung jari telunjuknya yang mengeluarkan darah.
Pria itu kini mencuci tangannya dengan menggunakan air keran untuk menghetikan aliran darahnya, namun saat tengah mencuci tangannya tiba-tiba dalam satu kedipan mata air keran tersebut merubah menjadi merah semuanya. Abi dengan segera mengecilkan aliran air kerannya dan melihat tangannya yang dilumuri cairan lengket berwarna merah.
Abi menelan ludah gugup, dia memundurkan badannya dan menengok ke belakang dengan cepat saat sehembus angin dingin kembali melintas di belakangnya. Lagi-lagi hanya dingin yang didapatinya, menoleh lagi pada keran air tadi dan mendapati semuanya telah normal seperti semula. Seolah apa yang dialaminya tadi hanyalah sebuah ilusi. Meski jelas Abi dapat mencium aroma busuk yang menguar di dapurnya, aroma mayat.
Abi kembali mengabaikan semua itu, dia merasa bahwa mungkin dia yang terlalu lelah dan kurang istirahat hingga membuatnya gampang berhalusinasi. Ia juga sempat mendengar apabila seseorang merasa kelelahan maka akan rentan untuk berhalusinasi.
Selesai dengan mie-nya, Abi membawa makanannya ke kamar. Sesekali ia memakan mie-nya sambil melihat notifikasi grup yang tidak penting menurutnya itu. Lalu sorot matanya terhenti pada personal chat milik Reiko, dengan iseng ia mengirimkan pesan padanya. Hanya sebuah pesan singkat berisi sapaan ‘Hei’ yang ia kirimkan.
Selama beberapa menit tak ada notifikasi balasan dari gadis itu, membuat Abi mengendikkan bahunya merasa kecewa. Lalu ia menaruh kembali mangkuk mie-nya ke dapur dan kembali lagi ke kamarnya dan tak lupa mematikan lampu.
Saat hendak tertidur tiba-tiba suara notifikasi membuat pria itu dengan segera mengecek ponselnya yang ia taruh di sebelah bantalnya. Senyumnya seketika mengembang ketika mendapati balasan chat dari Reiko. Hanya sebuah balasan sigkat yang serupa dengan chat-nya namun sudah mampu membuat pria itu tersenyum senang.
Lagi apa?
Tiduran aja
Besok ke kampus gak?
Iya, ada kelas pengganti
Jam berapa?
Jam 3 sore
Oke besok aku ke kampus juga
Bukannya libur?
Mau ketemu kamu aja hehe
Setelahnya tak ada lagi balasan pesan dari Reiko, entah kenapa dia ingin saja bertemu dengan gadis itu. Mengingatnya membuat Abi tersenyum sendiri. Namun ia dibuat terusik saat sekilas dari sudut matanya ia melihat kelebatan bayangan hitam.
Abi mengerutkan keningnya heran, ia berjalan meuju jendela dan mendapati bahwa di balik jendelanya ia tak mendapati apapun. Pria itu kembali mengabaikannya dan menutup kelambu jendelanya yang berwarna putih. Baru saja hendak tertidur, ia kembali mendapati kelambunya berkibar-kibar layaknya tertiup angin.
Abi ingat dengan pasti bahwa ia telah menutup jendelanya rapat, tapi bagaimana bisa kelambunya masih berkibar-kibar seolah tertiup angin. Dengan menghela napas panjang pria itu kembali turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke jendela, namun sekali lagi nihil.
Baru saja hendak menaiki kasurnya, tengkuknya dibuat meremang ketika ia mendengar sebuah bisikan lirih yang cukup mengerikan. ‘Jauhi Reiko..,’
Tak mau ambil pusing dan mengabaikan semua hal ganjil yang seakan menerornya, Abi kini memejamkan mata dan tertidur. Dalam tidurnya, pria itu berkeringat mengucurkan keringat dingin yang membasahi kaosnya, napasnya tampak tak teratur. Beberapa kali ia berganti posisi tidur namun tak juga menemukan tempat yang nyaman, sesekali ia bergumam parau dalam tidurnya layaknya orang yang sedang mengigau.
Sementara tak jauh darinya, terdapat sesosok bayangan hitam yang ssat ini tengah menampilkan barisan gigi-gigi runcingnya yang berantakan. Sosok dengan mata merah yang terlihat bercahaya itu tampak tersenyum puas melihat kegelisahan yang terjadi pada manusia di depannya.
__
“Arghh...” napas Abi tak beraturan, ia berusaha mengontrol napasnya yang seakan baru saja melakukan lari marathon.
Menyadari bahwa apa yang dialaminya baru saja hanya sebuah mimpi buruk, pria itu mengelus dadanya lega. Kaos yang dikenakannya terasa lengket oleh peluh, membuat Abi menyalakan kipas anginnya dan membuka kaosnya ke sembarang arah. Ia menyibakkan rambut panjangnya ke belakang.
Sembari mengatur napasnya, ia mengingat semua kejadian atau teror yang dialaminya selama beberapa hari belakangan ini. Teror itu lebih tepatnya semakin intens menggangunya semenjak ia menolong gadis itu, Reiko. Abi kembali menggelengkan kepalanya ketika perkataan anak-anak kampus kembali berkelebatan dalam benaknya. Ini semua hanya sebuah kebetulan, tidak mungkin Reiko membawa sial baginya.
Sepanjang malam, Abi tak dapat tertidur setelah mendapat mimpi buruk itu. Yang ia lakukan hanya bermain game untuk membunuh waktu hingga pagi menjelang, meski sesekali ia merasa di sudut kamarnya seperti ada seseorang yang mengintainya; membuat perasaanya meremang.
__
Di kampus kini Reiko hendak berjalan keluar dari kelasnya. Dia sedikit bersyukur karena Hanum dan Sekar kini tidak masuk kelas karena masih berada di rumah duka keluarga Lila. Ia tahu seharusnya dia tidak boleh merasa lega karena hal ini, namun sisi terdalam dirinya seolah mengamini kematian salah satu pembully-nya itu.
Suara kasak-kusuk teman sekelasnya tadi tak ia hiraukan, seperti biasa mereka menggunjing Reiko dengan nada bisik-bisik yang terdengar jelas. Seolah bisik-bisik tersebut hanya berupa formalitas saja, meski sebenarnya tidak berguna karena gadis itu dapat mendengarnya jelas.
“Kamu tahu? pahlawan si Reiko ini makin hari makin kelihatan kurus semenjak ia pacaran sama dia.”
“Emang iya? Siapa namanya, Abi itu ya? Jangan-jangan dia kena sial gara-gara nolongin si Reiko.”
“Iya juga ya, itu gak sih orangnya?”
“Mana? Oh iya! Eh lihat deh itu di bawah matanya sampe item gitu, badannya juga kurusan. Jadi bener ya cewek itu bawa sial, padahal dia udah niat baik nolongin masih aja kena sial.”
“Kasian yaa.”
Reiko berusaha menulikan telinganya ketika ia mendengar berbagai bisikan yang menyudutkannya. Jika saja bisikan-bisikan hinaan dan hujatan itu hanya ditujukan padanya mungkin ia masih akan diam dan tidak mempedulikan. Namun saat bisikan itu juga ditujukan pada sosok Abi yang telah banyak menyelamatkannya, mau tidak mau membuat Reiko kepikiran.
Reiko yang masih berjalan menunduk saat melewati para gadis-gadis yang memandangnya sinis dengan kata-kata hujatan yang ditujukan padanya. Ia tahu, tak jauh darinya ada Abi yang tengah menunggunya. Kini Reiko sampai sekarang masih terpikirkan mengenai perkataan para gadis tadi.
Saat melihat Abi, Reiko harus kembali menanggung kenyataan bahwa apa yang diucapkan teman-teman sekelasnya tadi memang benar. Sosok di depannya kini memang tampak begitu kusut dengan mata panda di bawah kelopak matanya, matanya yang memerah seperti kurang tidur, dan badan yang lebih kurus dari sebelumnya.
“Kamu gak kenapa-napa?” Reiko bertanya cemas melihat Abi yang terlihat agak pucat.
“Gak kenapa-napa, yuk pulang.”
“Tapi itu..”
“Udah gak usah dipikiran omongan mereka, bukannya mulut mereka emang udah rusak gak bisa dikontrol.” dengan senyum yang menyatakan bahwa ia baik-baik saja, Abi mencoba menenangkan Reiko agar tidak khawatir padanya. “Cuman habis begadang aja semalem gara-gara nge-game.”
Reiko hanya bisa menganggukkan kepalanya saat mendengar penjelasan dari Abi, meski dalam hatinya ia tidak sepenuhnya percaya akan penjelasan pria itu.
Dalam perjalanan pulang ke kontrakan Reiko, sama sekali tak ada percakapan di antara keduanya. Reiko terdiam dengan memegang ujung jaket yang dikenakan pria itu. Dari raut wajahnya, dia seperti kurang tidur. Reiko mencemaskan keadaan Abi.
Sesampainya di depan kontrakan Reiko, Abi menghentikan motornya. Ia sama sekali tak ada niatan untuk ikut turun dan mampir di kontrakan gadis itu. Teror yang beberapa hari lalu diterimanya cukup membuat Abi hanya tersenyum saat Reiko mengajaknya mampir sebentar.
Ia hanya menolak ajakan Reiko dengan senyum dan melajukan motornya kembali ke kosannya. Namun di tengah jalan ia terpikir untuk mampir sebentar ke mini market untuk membeli beberapa cemilan. Sesekali Abi tampak menguap dalam mengendarai motornya.
Kedua matanya memerah karena kurang tidur, saat hendak menyebrang jalan, ia dikagetkan dengan adanya sesosok bayangan hitam yang dengan cepat melintas di depannya hingga membuat Abi kehilangan keseimbangan motornya dan terjatuh dari motornya.
Pria itu tampak meringis ketika kakinya tertindih oleh motornya, bersyukurlah di depannya sedang tidak ada kendaraan. Orang-orang yang ada di sekitar jalan itu segera bergegas menolong Abi yang masih meringis menahan sakit di beberapa tubuhnya yang lecet.
Tidak ada luka serius yang didapatinya, hanya beberapa luka lecet di siku dan mungkin kakinya yang terkilir kini. Abi kembali melihat ke sekelilingnya dan dia tidak mendapati sosok bayangan hitam tadi.
To be Continue...