PART 8 p*****r

1369 Kata
Delapan Tahun Lalu Sore itu Arga terpaksa pulang lebih cepat akibat ada paksaan dari Dian karena salah seorang sahabat dekat Burhan akan datang. Arga yang saat itu sangat sibuk di kantor pun mengiyakan dan dia pun datang ke rumah orang tuanya. Sesampai di sana Arga melihat ada sepasang suami istri bersama seorang gadis remaja yang menurut Arga cukup cantik. Ternyata dua orang dewasa itu datang untuk menitipkan gadis cantik itu ke orang tua Arga, karena orang tuanya akan ke Palestina untuk menjadi relawan di sana. Mereka tidak memiliki sanak saudara dan tidak mungkin membawa Sarah ke sana. Jadi mereka memutuskan menitipkan Sarah di rumah kedua orang tua Arga yang tentu mendapat sambutan hangat dari Dian yang selama ini tidak memiliki anak perempuan dan dengan keberadaan Sarah, cukup mengubah segalanya, salah satunya rasa yang timbul dalam diri Arga. Semenjak ada Sarah, Arga sering pulang ke rumah, karena sebelumnya memilih tinggal di apartemen. Dia memperlakukan Sarah seperti adik kandungnya sendiri tanpa canggung, mereka sering pergi berdua bersama entah itu ke Dufan atau ke Mall. Dan tanpa mereka sadari perasaan itu muncul. Rasa di mana mereka ingin memiliki satu sama lain membuat mereka melakukan kesalahan satu malam. Tidak hanya satu malam, setelah mencecap rasanya, mereka mengulanginya lagi dan lagi sampai berjalan dua tahun lamanya. Lalu, keretakan hubungan mereka terjadi, saat Agra pulang setelah menyelesaikan gelar magister di Paris. Agra ternyata juga menaruh minat lebih ke Sarah saat pertama kali bertemu, itu Agra ungkapkan saat makan malam keluarga tentang keinginannya mempersunting Sarah. Sontak hal itu membuat Arga meradang, namun melihat euforia dan sambutan dari orang tuanya meruntuhkan segalanya. Terlebih, di Palestina sana, kedua orang tua Sarah telah gugur, sebelum meninggal, kedua orang tua Sarah berpesan ke Agra agar bisa menjaga putri mereka dan ya.. Arga patah hati. Pria itu melarikan diri ke Jerman bermaksud sekolah magister alih-alih menyembuhkan hati. Empat tahun dia di sana, kuliah dan bekerja, jabatannya cukup tinggi, namun Dian sudah merengek dan memintanya kembali. Apa daya, Arga kembali dengan sosok yang baru karena ia yakin Sarah sudah bahagia dengan Agra setelah mendengar Sarah mengandung buah hati kembarannya. Dan saat ia pulang, dia tidak lagi memperlakukan Sarah seperti dulu, dalam arti mereka menjadi canggung sekali untuk sekedar berinteraksi. Jadi, ketika Dian menjodohkannya dengan anak dari salah seorang temannya arisan. Arga langsung menyetujuinya. Tanpa cinta. Tapi dia berkomitmen ingin hidup bersama. Arga menikahi Luna. Lalu kini Arga menyakiti hati Luna. Arga amat sangat merasa bersalah. ** "Non Luna pulang dalam keadaan mabuk, Den. Di anter teman lelakinya. Sekarang lagi di bantu bibi berbenah." Arga memijat pelipisnya menahan rasa sakit yang berdenyut di kepalanya. Matanya terpejam. Informasi dari Pak Ilman; satpam di rumahnya cukup membuatnya harus mengurut d**a. Arga mendesah, membuat Sarah yang baru masuk kamar sontak menatap suaminya. "Pulang aja, kasihan Luna sendiri. Aku nggak papa di sini lagi pula ada Mbak Riri," "Enggak, aku disini saja." Sarah menggeleng, "Aku nggak apa-apa, Mas. Sungguh, kasihan juga Luna sendiri di sana." Arga menghela napasnya dan mengangguk, lagi pula ia tak cukup tenang sekarang setelah tau bahwa Luna dini hari tadi pulang dalam keadaan mabuk. ** Luna bangun amat sangat siang. Kepalanya terasa berdenyut sakit, mungkin karena efek dari alkohol yang ia tegak semalam. Ah hampir lupa, semalam dia lagi-lagi bertemu Galih, lelaki yang tidak ingin ia temui. Bahkan lelaki yang katanya adalah salah satu mahasiswanya itu, memaksa ia untuk di antar pulang dan ya.. Semalam Luna diantar pulang Galih. Luna menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangannya. Matanya terpejam. Tak seberapa lama Bik Kus masuk kamarnya, di kedua tangannya ada nampan berisi segelas s**u dan semangkuk bubur. Bibir Luna mengerucut dan mulai merajuk, "Bibikkkk, Luna kan nggak suka bubur." Wanita paruh baya yang sejak kecil menjadi pengasuh juga sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri itu mendelik, "Non Luna kalau nggak mau makan bubur ini, Bibik akan telepon Ibu dan bilang Non semalam mabuk!" "Ah Bibikkkk.." Luna meraih tubuh gempal Bik Kus dan menggoyangnya pelan, "Jangan bilang Mama, please." "Ya sudah Non. Makan buburnya." "Aku nggak sakit Bibikk, yang lain aja." Tatapan mata Bik Kus seperti ingin mengulitinya. Luna semakin memanyunkan bibirnya, dia meraih mangkok itu dan makan dengan setengah hati. "Sudah, Bi. Mual." Baru tiga suapan. Luna membungkam bibirnya dengan salah satu tangannya. "Jangan-jangan Non hamil." Kali ini mata Luna yang mendelik, "Bibiiikkkk." Bik Kus terkekeh, "Non itu sudah dewasa lho. Sudah jadi istri, tapi hobi banget merajuk. Susunya di minum dulu." "Nggaak mau." "Oke, Bibi hubungi Ibu Dahlia." Bik Kus segera merogoh sesuatu di kain jarik yang ia gunakan. Senyumnya mengembang ketika tangannya memegang ponsel jadul yang ia beli 5 tahun lalu saat sedang diskonan. "Bibi hubungi ibu," Dengan matanya yang sedikit rabun, Bik Kus mulai mencari nomor Dahlia. Luna pun segera meraih gelas s**u itu dan menegaknya sampai habis. "Ini udah. Jangan hubungi Mama." Bik Kus tersenyum lebar. Dia mengembalikan ponselnya di lipatan jariknya, lalu beranjak, sebelum meraih nampannya. "Ya sudah. Bibi keluar dulu, mau beres-beres." Bik Kus terkekeh memandang wajah masam Luna sebelum keluar dari kamar Luna. Luna sendiri cukup lama termenung sebelum akhirnya memilih ke kamar mandi, sepertinya berendam tidak terlalu buruk. ** Kecupan di bahu telanjangnya membuat tubuhnya menegang. Kedua tangannya terkepal ketika bibir itu menghisap kuat kulit lehernya membuatnya harus menggigit bibir bagian bawahnya untuk menyembunyikan desahannya. Tak tinggal diam, kedua payudaranya pun di remas dari belakang membuat desahannya lolos seketika. "B—berhenti, Mas." Lirih Luna. Arga melepaskan isapannya, tidak dengan remasannya. "Rindu, Lun." Bisik Arga sensual. Luna tidak tau kapan suaminya itu datang. Arga memajukan tubuhnya dan ikut berendam di belakangnya. Luna dapat merasakan kejantanan Arga menekan bongkahan pantatnya. "Bisa rasakan, kan?" Bisik Arga lagi. Tubuh Luna bergetar ketika Arga mengangkat tubuhnya, dan memasukkan kejantanannya ke liang senggamanya. "Mas—" Lirih Luna. Namun Arga tak menggubris dan langsung mempercepat ritme gerakannya. Tangannya mencengkeram pinggang Luna untuk mempercepat hentakkannya. Mereka terus bergerak mencari pelepasan. Tidak hanya sekali senggama itu di lakukan, tapi berkali-kali di beberapa tempat berbeda. Mereka baru selesai saat matahari mulai tenggelam dan Luna sangat lelah untuk sekedar mengangkat badannya. "Makan dulu." Arga masuk membawa makanan. Luna segera bangun dan mulai memakan tanpa protes, dia sangat lapar setelah melayani Arga yang hari ini sudah membuatnya o*****e berkali-kali. Namun Arga sepertinya dalam mode kembali ingin menggagahi Luna setelah Luna menyelesaikan makannya. Luna tersenyum culas, lalu mulai melebarkan kakinya untuk memberi akses Arga leluasa menyetubuhinya. Luna tersenyum puas ketika Arga menyambutnya. Mereka lagi-lagi bertukar peluh dan ketika tubuh Arga ambruk di atas tubuhnya, Luna mendekap erat Arga dengan tangannya yang mengusap lembut rambut suaminya. "Sudah puas jadikan aku pelacurmu, Mas?" Bisik Luna penuh kesakitan yang amat sangat lirih, namun masih bisa di dengar Arga. Arga sontak mendongak, mereka saling berpandangan. "Apa kamu bilang?" "p*****r kamu lah, puas hem?" Luna menyeringai. Dia mendorong tubuh Arga, dan langsung beranjak turun dari ranjang. Dia menuju ke walk in closet miliknya, namun sebelum itu Arga lebih dulu mencekal tangannya. "Apa maksud kamu?" "Masih ingat kejadian sebelum kamu pergi seminggu lalu?" Mereka saling berpandangan, tak peduli jika mereka kini tak memakai apapun alias telanjang. "Kamu hanya datang padaku kalau kamu ingin s*x, karena aku pelacurmu!" "Luna!" Bentak Arga sarat emosi. Luna tersenyum culas, "p******a ini!" Luna menunjuk kedua payudaranya. "Dan s**********n ini." "Kamu hanya butuh mereka buat memenuhi hasrat kamu!" "LUNA!" "Jangan teriak-teriak gitulah, Mas. Memang itu kenyataannya!" Luna berlalu dari depan Arga. Tapi Arga secepat kilat mendorongnya ke dinding dan menghimpit tubuhnya. Mereka saling berpandangan dengan jarak yang begitu dekat. Sorot mata tajam Arga begitu menghunusnya. "Oke. Kamu p*****r kan? Jadi p*****r, sekarang aku minta kamu melayaniku lagi, di sini." ** Luna memandang kosong jalanan yang cukup ramai di depannya. Kali ini dia menghabiskan waktu lagi di cafe yang berada dekat kampus tempatnya mengajar. Sudah sejak dua jam lalu, Luna tidak mengalihkan pandangannya dari sana sama sekali. Bahkan kopi yang ia pesan masih utuh dan sudah dingin. Tampak lingkaran bawah matanya menghitam, seperti tidak tidur semalaman, bahkan ketika mengajar tadi dia kurang fokus. Luna pun mendesah lirih dan mulai memutar kepalanya, dia cukup tertegun melihat Galih yang lagi-lagi mengusik ketenangannya. "Ada apa?" Tanya Luna yang memang malas untuk mengusir pria itu. "Tawaran gue kemarin malam masih berlaku." Jawab Galih cukup serius dengan kedua tangan ia lipat. "Gue nggak main-main. Gue akan bantu lo buat balas dendam ke suami lo dan pecunnya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN