PARTE 8

2035 Kata
Elian harusnya tahu, kalau sesuatu tak semudah itu berjalan baginya. Dibebaskan dari tugas akhir? Tentu saja hal yang menguntungkan. Tapi jika Elian tahu lomba itu berhubungan dengan orang yang paling ingin Elian jauhi di dunia ini, Elian tak akan mempertimbangkannya sama sekali. Elian merasa dibodohi oleh Keisha. Dan Elian bahkan tak bisa keluar dari ruangan tempat mereka berkumpul sekarang. "Raken bakal bantu kalian selama lomba karena tahun lalu dia melakukan penelitian topik itu juga. Nanti kalo saya tidak bisa membantu di laboratorium, kalian bisa minta tolong ke Raken. Dia yang paling tahu menggunakan alat dan alur penelitiannya. Kalian pasti udah kenal Raken, kan?" tanya Pak Haidar pada Keisha. "Tentu saja, Pak. Siapa yang nggak kenal mantan ketua himpunan kita sekaligus mahasiswa berprestasi tahun 2019?" jawab Keisha lengkap seperti host yang mengenalkan tamu acaranya. "Raken, kamu bisa bantu mereka, kan? Penelitianmu sudah selesai dan tugas akhirmu juga sudah hampir selesai. Saya kira kamu tidak begitu sibuk bulan ini," kata Pak Haidar lagi. Raken melirik Elian yang duduk di kursi paling ujung. "Tentu saja saya akan membantu, Pak," katanya tanpa melepas pandangannya pada Elian. "Oke. Kalau begitu kita cukupkan saja rapat hari ini." Pak Haidar berdiri dan mengambil tas kerjanya. "Oiya, saya liat kamu baru mendapat satu anggota. Kalau tidak keberatan, saya ingin memasukkan satu orang ke timmu. Bagaimana, Keisha?" tanya Pak Haidar. Keisha terlihat bingung dan menatap Elian. Tapi Elian hanya mengedikkan bahu, benar-benar tak peduli siapa orang yang masuk timnya nanti. Lupakan soal menjadi juara PKM taun ini, Elian bahkan tak yakin mereka masuk Pimnas. Seperti yang dijelaskan Keisha saat Elian mengantarkannya pulang kemarin, setelah pengumpulan proposal, akan ada seleksi tim yang masuk Pimnas. Dari Pimnas itulah nanti ditentukan juara-juaranya. "Baik, Pak. Saya tak keberatan, " jawab Keisha akhirnya. "Oke. Nanti saya kabari lagi setelah berbicara dengan orangnya." Tiba-tiba Pak Haidar menatap Elian. "Dan semoga kamu memilih orang yang tepat ya, Keisha. Saya pikir kamu akan memilih orang yang pintar sepertimu, tapi rupanya tak begitu, ya," kata dosen itu dengan datar di hadapan Elian. Elian hanya bisa melongo tak percaya. Dosen itu baru saja meremehkannya, kan? Elian tidak salah dengar, kan? Setelah mengatakan kata-kata menyindir itu, Haidar pergi dari ruangan itu seperti tak terjadi apa-apa. Meninggalkan tiga orang yang masih saling diam. Elian berdiri karena tak bisa menahan kekesalannya. "Pak Haidar kayaknya masih dendam sama gue, Kei. Bisa-bisanya dia ngomong kayak gitu? Maksud omongannya tadi itu, dia pikir gue bodoh, kan? Wah, gue nggak habis pikir sama dosen satu itu," kata Elian meluapkan kekesalannya. Keisha menarik tangan Elian agar duduk dan menatapnya tajam. "Bisa diam nggak sih, lo nggak nyadar di sini masih ada Raken?" bisik Keisha. Elian melirik Raken yang fokus pada ponselnya. "Memangnya kenapa? Dia juga gak peduli sama gue," katanya. Mereka diam beberapa detik sebelum Keisha membuka suara. "Mohon bantuan-" "Oke. Nggak ada yang perlu kalian tanyakan lagi, kan? Aku bakal ngirim jurnal referensi sama laporan penelitanku, kalian bisa baca-baca dulu. Kalau ada yang bingung, tanya aja. Minggu pertama di laboratorium nanti, aku bakal ngarahin. Setelahnya, kalian pasti bisa sendiri, kok. Lagian bahan penelitian kita juga beda," katanya memotong perkataan Keisha. "Siap, Kak," balas Keisha. "Kita bikin grup WA aja biar enak koordinasinya." Raken melirik Elian yang tampak tak tertarik dengan percakapan Raken dan Keisha. "Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Terlepas apa yang terjadi di masa lalu," kata Raken. Keisha tampak kebingungan lalu menggenggam tangan Elian. "Oh - oke, Kak," jawab Keisha karena Elian hanya diam. Raken mengangguk lalu meninggalkan ruangan. Setelah memastikan Raken pergi, Elian berdiri. "Gue nggak mau ikut tim sialan ini! Kenapa lo baru bilang kalo Raken bakal terlibat dalam penelitian ini, Kei? Gue keluar! Gue nggak mau ketemu dia tiap hari! Satu ruangan sama dia aja gue ogah! Gue keluar, Kei," kata Elian. "Nggak bisa dong, El. Lo udah ikut rapat hari ini. Gue juga udah bilang ke Pak Haidar tadi. Nggak bisa dong kalo lo tiba-tiba keluar." Keisha menahan tangan Elian yang ingin pergi. "Lagian Raken cuma bantu kita di awal. Lo juga nggak bakal sering-sering ketemu dia. Gue yang bakal sering ketemu dia, bukan lo," kata Keisha. "Darimana lo yakin?" tanya Elian. "Kan gue ketuanya, gue yang bakal lebih banyak ketemu sama Pak Haidar maupun Raken nantinya. Gue kan udah janji juga bakal minta lo bantu desain aja. Tapi kalo lo pengen bantu ngelab, gue malah seneng, sih," kata Keisha. Melihat Elian masih tak percaya, Keisha berkata lagi. "Gue janji nggak bakal mempertemukan lo sama Raken, kecuali saat ngelab - mungkin. Tapi lo boleh nggak dateng kalo ada Raken," kata Keisha lagi. "Lo yakin?" tanya Elian. Keisha segera mengangguk. Elian berkata lagi, "Awas aja kalo lo nyuruh-nyuruh gue ketemu dia atau ninggalin gue sama dia berduaan kayak kemarin." "Nggak akan." Keisha mengikuti Elian yang sudah keluar ruangan. "Tapi kenapa sih lo se-nggak suka itu sama Raken? Kalo lo nggak punya perasaan apa-apa sama dia, kenapa anti banget sama dia? Jangan-jangan, lo masih suka sama cowok itu, ya?" tanya Keisha. Elian melirik Keisha dengan tajam. "Ngawur. Gue cuma sebel sama itu orang. Gue nggak punya perasaan apa-apa sama dia, kecuali kebencian. Gue nggak akan ngelupain yang ia lakukan ke gue dulu, Kei," kata Elian. Keisha menggantungkan tangannya ke bahu Elian. "Dibawa santai aja lah, El. Dia kayaknya juga merasa bersalah ke lo. Entah kenapa, Raken keliatan beda gitu. Dia sekarang lebih tenang dan nggak kekanak-kanakan kayak dulu lagi. Orang juga berubah, El. Mungkin Raken yang sekarang lebih baik dari yang dulu," kata Keisha. Elian melepaskan tangan Keisha dari bahunya dengan paksa. "Cowok itu lebih nyebelin sekarang. Sok dewasa, sok bener, sok baik. Bener-bener nyebelin!" Elian menatap Keisha yang berjalan di sampingnya. "Dan lo yang muji cowok bereng-sek itu lebih nyebelin lagi, Kei. Kalo lo suka sama tuh cowok, deketin aja sana," kata Elian. "Heiiii, siapa yang suka sama Raken? Kan gue cuma ngomong aja. Gue akui Raken ganteng, tapi dia bukan tipe gue. Gue lebih suka cowok matang kayak Pak Haidar," kata Keisha sambil tersenyum malu. "Dasar gila! Pak Haidar udah tua, nggak ada cowok seusia dia yang jomblo, apalagi dia yahh - lumayan ganteng dan seorang dosen juga. Dia pasti udah punya pacar, Kei." Keisha tertawa keras. "Gue nggak seriusan pengen dia jadi pacar gue juga kali, El. Lo ada-ada aja." "Yah, siapa tau." Mereka sampai di lorong lantai dua dan berpisah karena menghadiri kelas yang berbeda. Saat sampai, dosen Elian sudah ada di kelasnya. Untungnya dosen itu sedang menulis di papan tulis hingga tidak melihat Elian datang. Dengan perlahan, Elian duduk di kursi paling dekat dengan pintu dan mengeluarkan bukunya - seolah dirinya tak telat. **** "Elian!" teriak Keisha saat perempuan itu baru keluar dari mobilnya. "Ada apa?" tanya Elian. Keisha tak langsung menjawab. Cewek itu terlihat gelisah, tak seperti Keisha yang seperti biasa. Elian semakin kesal karena menjadi penasaran apa yang ingin Keisha katakan. Mereka berjalan hingga ke dalam Laboratorium Operasi Teknik Kimia II dan Elian meletakkan tasnya ke loker. "Ada apa, sih?" tanya Elian tak sabar. "Kemarin gue ke mall nemenin nyokap gue beli dress buat kondangan. Lo tau nggak siapa yang gue liat?" tanya Keisha setelah mengeluarkan laptop dari tasnya. "Siapa? Mantan lo?" tanya Elian. "Nandika, El," jawab Keisha. Elian duduk di kursi dengan santai, "Terus kenapa?" "Dia sama cewek, gue nggak liat wajahnya, tapi mereka jalan berdua," ujar Keisha dengan serius. "Temennya kali," kata Elian. "Nggak mungkin. Mereka pegangan tangan, mana ada temen yang jalan berdua sambil pegangan tangan?" Keisha menarik kursi di samping Elian. "Jangan-jangan cowok itu selingkuh dari lo, El," kata Keisha. Kening Elian berkerut. Nandika selingkuh? Elian tak pernah mengira hal itu. Elian merasa hubungannya dengan Nandika baik-baik saja. Nandika banyak meluangkan waktu untuknya dan Elian bahkan sering datang ke rumahnya. Nandika terlihat bukan orang yang suka selingkuh. Elian kenal dengan beberapa teman Nandika dan mereka semua berkata kalau Nandika jarang pacaran. Dia juga jarang tertarik sama cewek selain Elian selama kuliah ini. Nandika menghabiskan waktunya hanya untuk kuliah, angkatannya, atau Elian. Tak ada yang menjadi prioritas lain cowok itu. Jadi Nandika selingkuh? Elian tak mempercayainya. "Nandika bukan cowok kayak gitu, deh," kata Elian. "Gue juga nggak nyangka. Tapi mereka keliatan deket banget - sampai nempel banget. Gue ikutin mereka ke bioskop, restoran, bahkan Nandika nemenin tuh cewek belanja lama banget. Gue mau nelpon lo kemarin, tapi hp gue mati, Sialan. Lo harusnya liat sendiri kemarin," kata Keisha. Kening Elian semakin berkerut. Cerita Keisha terdengar menyakinkan dan Keisha terlihat sangat yakin. Membuat Elian tak tenang, apalagi saat Elian teringat perkataan Raken kemarin. Apa maksud Raken kalau Nandika bukan cowok baik-baik itu karena Raken tahu Nandika selingkuh? Benarkah Nandika selingkuh? Elian mengecek ponselnya. "Nandika ada kelas. Gue bakal tanya ke dia langsung nanti," kata Elian. Keisha terlihat tak setuju. "Nggak lo selidiki dulu aja, El. Kalau dia beneran selingkuh, dia nggak bakal ngaku, dong. Mending kita tangkap basah dia aja," kata Keisha. "Dia bakal ngaku. Gue bisa bikin dia ngaku - kalo dia bener-bener selingkuh," kata Elian. Keisha mendekatkan wajahnya, "Tapi lo nggak apa-apa, kan? Kalo Nandika bener-bener selingkuh, lo nggak apa-apa?" tanya Keisha. Elian melirik Keisha, "Lo pikir? Gimana gue bisa biasa aja kalo pacar gue selingkuh, Kei? Setidaknya gue bakal nampar atau nendang cowok itu nanti," kata Elian. "Gue ngerasa aja kalo lo nggak beneran suka sama Nandika. Lo sendiri kan yang bilang kalo lo nerima Nandika karena dia ganteng? Tapi gue liat, lo cuma tertarik sama fisiknya. Tapi lo nggak keliatan punya perasaan ke dia. Iya, kan?" "Mungkin," jawab Elian sekenanya. "Berarti kalo cowok lo itu beneran selingkuh, lo nggak sakit-sakit amat lah, ya," kata Keisha. "Mungkin," lirih Elian lagi. Saat Elian memikirkan masalah itu, pintu laboratorium terbuka. Terlihat Raken bersama seorang perempuan bergaun merah muda dengan rambut panjang bergelombang dan riasan yang menurut Elian sangat berlebihan. Perempuan itu tersenyum lebar pada Elian seolah mereka teman lama, padahal Elian tak mengenal perempuan itu sama sekali. "Halo..." sapa perempuan itu. Raken menarik kursi di depan Elian. "Kenalin ini Ruby, kakak tingkat kalian, angkatan 2017. Dia orang yang ingin dimasukkan Pak Haidar ke tim ini kemarin," kata Raken sambil duduk. "Halo, kenalin aku Ruby. Kalian pasti nggak pernah liat Ruby, ya? Soalnya Ruby nggak pernah ikut acara jurusan, sih. Jadi banyak adik tingkat yang nggak kenal. Ruby anaknya asik, kok. Jadi kalian santai aja. Ruby juga bakal bantuin, meskipun Rubi sibuk, tapi Rubi bakal ngeluangin waktu untuk lomba ini, kok," ucap Ruby dengan nada suaranya yang kecil. Seketika Elian dan Keisha melongo. Serius - ini pertama kalinya Elian mendengar perempuan yang udah dewasa memanggil dirinya dengan namanya sendiri. Itu hal yang kekanak-kanakan menurut Elian. Bahkan keponakan Elian berhenti melakukan itu saat masuk SD. Dan jujur aja, itu sedikit tidak enak didengar. Elian tak tahu harus bereaksi seperti apa. "Oke, Kak. Mohon bantuannya," kata Keisha yang lebih bisa mengontrol pikirannya. "Panggil aja Ruby. Rubi seumuran kalian, kok. Dulu Rubi ikut kelas akselerasi dua kali," katanya diakhiri dengan tawa lembut. Ruby menarik kursi di samping Raken. Sebelum duduk, cewek itu menggeser kursinya lebih dekat. Elian dan Keisha memperhatikan semua itu, termasuk ekspresi Raken yang terlihat tidak nyaman dengan Ruby di sampingnya. Elian hampir saja tertawa ketika Ruby berkata lagi. "Oiya, kalian tenang aja karena ada Raken yang bakal bantu kita." Rubi mendekatkan wajahnya ke Raken. "Kamu pasti akan membantu Ruby, kan? Raken tahu kan kalo Ruby nggak terlalu pinter ngelab? Jadwal ngelab Ruby selalu bentrokan sama jadwal pemotretran majalah dulu," kata Rubi. Raken menyentuh bahu Rubi dan mendorongnya pelan. "Jangan dekat-dekat," kata laki-laki itu. Rubi tertawa kecil, tawa yang terlihat tidak tulus, tapi sangat cantik dan cocok dengan suaranya. Cewek itu menatap Elian dan Raken satu persatu, lalu berkata. "Kalian tenang aja, Raken akan melakukan apapun untuk Ruby, kok. Waktu mahasiswa baru dulu, kami jadi king and queen fakultas. Sejak saat itu, kami berteman dekat. Semua orang bahkan mengira kita pacaran," ucapnya seperti bercanda, tapi dengan wajah serius. Kening Elian semakin berkerut. Ingin tertawa ketika Raken terlihat tidak nyaman di tempat duduknya. Apa Raken setakut itu pada Ruby? Kenapa Elian melihat itu seperti sesuatu yang lucu. Padahal dari tadi Ruby terlihat sangat serius dengan ucapannya. "Wah, emang sih, Kak Raken sama Kak Rubi keliatan cocok banget. Aku nggak heran kenapa semua orang ngira kalian pacaran," kata Elian dengan senyum kecil. Kata Elian yang langsung mendapat pelototan dari Raken. Elian tentu saja senang karena berhasil membuat laki-laki itu kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN