1

1052 Kata
Acara perpisahan SMA Patriot berlangsung meriah di sebuah Vila yang berada di Puncak. Semua siswa dan siswi kelas XII sedang berbahagia setelah acara pentas seni berakhir. Untuk menghabiskan waktu, malam ini mereka mengadakan acara sendiri di Vila. Musik DJ jedag jedug mulai terdengar mendebarkan d**a. Entah dari mana datangnya minuman haram yang sudah ada di meja dan di minum oleh teman-teman Rain. "Rain ..." panggil Dona pada sahabatnya. "Apa?" jawab Rain ikut menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama musik. "Dipanggil Wisnu di taman belakang," titah Dona sebagai pengantar pesan. "Mau ngapain sih?" ucap Rain mendengus kesal. "Gak tahu. Udah deh ke sana aja. Malam terakhir juga," ucap Dona tertawa. Sepertinya Dona juga mulai mabuk karena ikut minum minuman haram itu. Rain berjalan lewat pintu belakang dan ada seseorang yang membekap mulutnya hingga Rain tak sadarkan diri. "Sial! Kita salah sasaran. Tinggalkan saja di kamar," ucap seseorang dengan suara keras meninggalkan Rain begitu saja di atas kasur empuk vila sebelah. Kamar itu begitu sunyi dan gelap karean lampunya sengaja di padamkan. Rain mulai tersadar namun belum sepenuhnya sadar. Pintu kamar itu terbuka dan kembali di tutup. Lalu lampu tidur di atas nakas mulai di nyalakan. Cahayanya memang remang dan tubuhnya yang lelah ia rebahkan begitu saja di atas kasur. Kepalanya pening sekali. Ia mencoba pergi dan menghindar karena ada yang salah saat ia meminum sesuatu di bar kecil yang ada di vila ini. "Kamu siapa gadis kecil?" ucap Dika sambil menekan-nekan pipi Rain yang empuk. Dika tersenyum licik dan melepas pakaiannya yangbdi lempar begitu saja secara asal. "Cantik banget sih kayak boneka," cicit Dika terkekeh dan mulai meluapkan nafsunya kepada Rain. Dika mencium pipi Rain lalu dengan gemas menggigit bibir mungil Rain. "Enak banget. Manis bibirnya," cicit Dika yang muli meracau tak jelas. Andika membuka selimut dan menatap penuh nafsu pada Rain yang hanya menggunakan dres pendek. Tak perlu susah payah, Dika pun berhasil melepas pakaian Rain dari tubuh mungil yang cukup berisi itu. Lihat saja, Tubuh Rain yang mulus, kuning langsat, dan bersih membuat Dika berdecak kagum dan mulai menciumi seluruh tubuh polos yang sudah terpampang jelas di bawah Dika. "Bagus banget badannya. Boleh dong," ucap Dika tetus meracau dan kekhilafan itu pun terjadi. Rain yang juga tak sadarkan diri hanya diam tak berontak saat kegadisannya hilang begitu saja. Rain sempat membuka kedua matanya saat bagian intinya di hujam secara lalsa dengan batang tumpul yang cukup menyakitkan. Tapi karena Rain masih tidak sadar ia kembali tertidur saat setelah berteriak dan menikmati pergerakan yang seolah-olah membawanya terbang ke awan. Andika merasa puas karena Rain sama sekali tidak melawan. Andika tertidur setelah menikmati tubuh Rain dan memuaskan nafsunya. Sinar mentari mulai naik ke langit. Hari semakin panas dan terik karena sudah siang. Vila itu memang sepi karena vila itu sudah kosong sejak semalam. Rain membuka kedua matanya saat silau matahari mulai mengganggu tidurnya. Tubuhnya terasa dingin menusuk ke dalam kulit. Tatapannya langsung mengarah ke atas langit-langit dan melihat ke arah samping karena dengkuran halus yang sesekali menghentak membuat Rain terkejut. "Arghhhh ..." teriak Rain histeris dan frustasi saat mendapati dirinya sudah tak memakai sehelai benang pun ditubuhnya. Rain menarik selimut tebal yang ada di bagian bawah kakinya. "Kenapa sih? Berisik banget!" ucap Dika menoleh ke arah Rain yang mulai menangis dengan keras. "Eh ... Pakai nangis segala. Kenapa?" tanya Dika pada Rain. "Kamu ngapain Rain?" tanya Rain terbata. "Oh ... " jawab Dika singkat lalu tersenyum manis. "Cuma oh? Dasar lelaki tidak bertanggung jawab!" ucap Rain kesal. Rain kembali menangis dengan suara keras sambil berteriak memanggil Bunda dan Papanya. "Eits ... Jangan nangis dong. Aku juga gak tahu. Kenapa kamu ada disini. Ku pikir kamu gadis taruhan itu," ucap Dika santai. "Apa kamu bilang pak tua! Gadis taruhan! Bisa-bisanya!" ucap Rain emosi. "Ya udah mau kamu apa?" tanya Dika ikut kesal. Dika bangkit dan mengambil beberapa pakaian yang tercecer di lantai lalu di pakainya. Dika mengambil dompet lalu mengeluarkan kartu nama dan sejumlah uang untuk Rain. "Ini untuk kamu!" ucap Dika santai. "Apa kamu bilang? Kamu pikir aku w************n!" teriak Rain keras sambil menangis. Rain melempar uang dan kartu nama Dika tepat ke arah wajah Dika. Rain mengambil pakaiannya dan memakai di tubuhnya lalu pergi. Kebetulan pagi siang itu teman-teman Rain sibuk berada di bawah untuk makan. Rain masuk emlalui pintu belakang dan masuk ke kamar mandi. Ia berendam di dalam bathup dan membilas tubuhnya dari atas kepala hingga ujung kakinya. "Sial banget sih!" ucap Rain kesal. Bagian intinya terasa sakit dan sedikit mengganjal. Rain segera memakai bajunya dan merapikan barang -barangnya karean akan kembali pulang. "Kamu tadi malam kemana Rain? Kita cari gak ada?" tanya Dona penasaran. "Ada di kamar kok. Ngumpet di bawah ranjang," ucap Rain sekenanya dan kembali diam. Dona pun merasa ada yang tidak beres dengan Rain. Tapi apa? Dona juga tidak tahu. Padahal beberapa temannya juga ikut mencari Rain terutama Wisnu. Peejalanan pulang pun lancar dan selamat samlai di rumah. Sesampai di rimah, Rain langsung masuk ke dalam kamarnya. Kebetulana Mama dan Papanya sedang berada di luar negeri. Rain langsung melepas pakaiannya dan mengganti dengan pakaian yang lebih longgar. Rain menatap wajahnya yang terlihat sedikit pucat dan lerubahan tubuhnya karean sudah tak gadis lagi melalui cermin riasnya. Rain langsung mencari informasi tentang kegadisan dan kehamilan. Bisa saja itu terjadi? Kalau benar? Pasti kedua orang tuanya akan marah besar. Andika sudah sampai di rumah. Ia pulang sendiri karena teman -teamnnya meninggalkan Dika sendirian di Vila. "Dika?" panggil Bunda lembut mengetuk pintu kamar Dika. "Ya Bunda. Lagi pakai baju," ucap Dika cepat. "Yuk makan malam," titah Bundanya. "Iya Bun. Dika nyusul," ucap Dika pelan. Pikiran Dika mulai kalut dan teringat gadis yang entah siapa namanya. Dika melihat spreinya tadi ada noda merah saat akan meninggalkan kamar. Itu tandanya, gadis itu benar -benar masih gadis dan bukan gadis murahan seperti yang ia ucapkan dengan kasar tadi. "Kenapa Dika bodoh banget! Lagian kenapa sih, becandanya teman -temannya malah bikin susah hidup Dika!" umpat Dika kesal. Dika segera keluar dari kamar menuju ruang makan dan duduk di salah satu kursi yang masih kosong. "Gimana?" tanya Bunda pada Dika yang sedang mengambil nasi ke dalam piringnya lalu mmeilih lauk untuk teman makan malamnya. "Gimana apanya, Bun?" tanya Dika bingung. "Lho ... Katanya di terima kerja? Bunda belum denger lho," ucap Bundanya lirih. "Dika lagi gak mau bahas itu, Bun ..." Dika memilih diam dan menikmati makanannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN