P.O.S IV

2264 Kata
“I don't live in my past or my future. I'm only interested at this point. If you can always concentrate on the present moment, you will be a happy person. Life will be a feast for you, a great festival, because life is the moment we live in now” — Paulo Coelho, The Alchemist -Prince of Sivillia- Malam, sehari sebelumnya.. Pintu dibuka dengan kasar, Pangeran Reenan menatap siapa yang baru saja masuk, berdiri dengan kedua pengawal yang ada di belakangnya, sosok itu menatap pangeran Reenan dengan tajam. "Ayah" Sosok yang dipanggil Ayah itu adalah Raja Antena, dia sedikit terhenyak saat mendapati pangeran Reenan mau membuka mulutnya padahal di dalam kamar ini masih ada dua pengawal. Ada rasa haru yang menyelip di dasar hati raja Antena karena selama ini pangeran begitu tertutup.  Bahkan, dia tidak ingin berbicara dengan siapapun kecuali dirinya. Tapi rasa haru itu dikesampingkan dulu oleh raja Antena. "Pengawal, saya ingin berbicara dengan pangeran. Tolong tinggalkan kami berdua disini" "Baik, Yang Mulia" Pintu tertutup, raja Antena menyilangkan kedua tangannya dibalik punggung, netra itu menyorot tajam ke arah pangeran Reenan. "Sebelumnya, apakah ada yang ingin kau sampaikan pada ayah, pangeran?" Pangeran Reenan terlihat bingung, dia ingin memberitahu tentang keberadaan Shereen meski kemungkinan besar raja Antena sudah tau akan hal itu. "Ayah.." "Baiklah, sepertinya kau masih ragu untuk menjelaskan tentang gadis asing yang kau ajak ke Sivillia tanpa seizin Ayah atau Pemerintahan." raja Antena menjeda kalimatnya. "Mungkin pangeran lupa, bahkan ketika penduduk asli yang pergi jauh lalu kembali lagi ke Sivillia, maka dia harus melapor. Apalagi, yang kau bawa saat ini adalah gadis asing" "Seharusnya pangeran tau resiko jika keberadaan gadis itu bocor sampai ke pemerintahan" lanjut raja Antena yang jelas sekali merasa kesal dengan tindakan sembrono pangeran Reenan. Hening selama beberapa saat, Pangeran Reenan agaknya tengah menyusun kata-kata untuk menjelaskan mengenai keberadaan Shereen. "Namanya Shereen, Ayah. Dia dari Indonesia. Saya menemukan dia pingsan di jalan saat saya perjalanan pulang setelah makan malam." pangeran berhenti sejenak. "Saya langsung membawanya menuju hotel tempat saya menginap, disana sudah ada helikopter dari Sivillia yang menjemput dan membawa kami kembali ke kerajaan" "Lantas kenapa kau tidak membawanya ke rumah sakit? Kenapa kau malah membawa dia ke Sivillia?" Pangeran bungkam. Dia juga tidak tau kenapa saat itu langsung membawa Shereen ke kerajaan. "Baiklah." Putus raja Antena. "Untuk sementara putri Shereen bisa tinggal di mansion belakang. Beri pengawalan yang ketat, jangan sampai dia keluar kerjaan. Karena kau yang membawanya, maka kau yang harus bertanggung jawab atas dirinya" "Baik, Ayah." pangeran mengangguk patuh. "Ayah terlihat sangat lelah, istirahatlah." "Ya." Saat raja Antena hendak keluar, dia menoleh, lantas tersenyum tipis. "Pangeran tadi mau berbicara padahal masih ada pengawal, apa kau ingin mulai membuka diri mulai dari sekarang?" Pangeran Reenan tidak menjawab, dia hanya membalasnya dengan senyum tipis, bahkan sangat tipis. Pangeran Reenan memegangi kepalanya yang berdenyut, untung saja raja Antena tidak menghukum dirinya karena sudah membawa Shereen ke Sivillia. Karena pada dasarnya, akan ada hukuman jika ketahuan menyelundupkan orang asing tanpa izin dari kerajaan dan pemerintahan. Yep, di Ravenna ada kantor pemerintahan yang  mengatur kelima kerajaan, mulai dari bisnis, ekonomi, politik dan hukum. Ponsel pangeran Reenan bergetar, nama dokter Aileen terpampang disana. Pangeran Reenan mengangkat panggilan telepon itu. "Salam, pangeran Reenan" "Ya, dokter. Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan putri Shereen?" Hening, namun tak lama kemudian dokter Aileen kembali bersuara. "Saya mendapatkan praduga tentang kondisi putri Shereen, tapi.. saya belum bisa memastikannya karena putri Shereen harus datang ke rumah sakit terlebih dahulu" Itu artinya, Shereen harus keluar dari kerajaan. Pangeran Reenan tidak bisa ambil resiko karena media pasti akan menyorot wajahnya dan wajah Shereen untuk dijadikan berita hangat.  "Ayah melarang Shereen keluar dari kerajaan, Dokter." "Saya bisa membantu, Pangeran. Tapi, tanpa pengawalan dan juga tanpa Pangeran agar tidak menimbulkan kecurigaan" "Huft, saya tidak bisa, Dokter. Putri Shereen tanggung jawab saya dan dia harus tetap ada dalam pengawasan saya. Saya mohon, dokter pikirkan jalan terbaik untuk masalah ini" "Baik, Pangeran, salam" (^_^)(^_^) Kelopak mata Pangeran Reenan terbuka lantaran kaget saat suara gaduh yang ada di luar kamarnya memasuki indera pendengaran pria tampan tersebut. Dia bangun, lantas berjalan keluar kamar untuk melihat apa yang sedang terjadi. Kedua pengawal yang menjadi sumber kegaduhan langsung merendahkan tubuhnya saat melihat sosok Pangeran Reenan muncul.  "Selamat pagi, Pangeran" ucap kedua pengawal setia pangeran Reenan dengan kompak, Pangeran Reenan hanya mengangguk. Pengawal berkulit coklat itu menyenggol lengan rekannya.  "Maafkan kami, Pangeran. Baru saja kami mendapatkan informasi dari salah satu pelayan yang mengantarkan pakaian ke kamar putri Shereen, dan dia bilang kalau putri Shereen tidak ada di kamar sekarang, putri kabur, Pangeran." Pria berumur dua puluh tiga tahun itu bergegas masuk ke dalam kamar dengan perasaan kesal. Gadis keras kepala yang tidak tau berterima kasih itu benar-benar membuatnya kesusahan. Padahal, apa salahnya sih untuk tetap tinggal di mansion selama beberapa hari? Toh, Pangeran juga akan mengantarkan Shereen kembali ke Negara nya nanti, setelah dia sembuh.  Tak ada waktu untuk berganti pakaian, Pangeran Reenan yang masih mengenakan piyama hanya menyambar jaket tebal serta kunci mobil. Pria itu keluar kamar, dilemparkan nya kunci itu kepada pengawal berkulit putih. Mereka bertiga berjalan keluar mansion, pengawal yang memegang kunci lantas menuju garasi untuk mengambil mobil. Pangeran menunggu didepan Istana dengan perasaan was-was, jujur saja dia khawatir akan keadaan Shereen, gadis itu sakit, lemah dan bisa limbung kapan saja. Apalagi, hujan deras yang pagi ini mengguyur Sivillia menambah kekhawatiran Pangeran. Tidak berhenti disitu saja, dia takut kalau Shereen tertangkap petugas keamanan dan dibawa ke Pemerintahan maka urusannya akan semakin rumit. Sial!  Dalam perjalanan tak ada yang membuka suara sedikitpun, pengawal yang tengah duduk di kursi kemudi fokus pada jalanan, sementara rekannya sibuk mengamati sekitar, mencari Shereen. "Pangeran!" suara itu memecah lamunan Pangeran Reenan yang ada di belakang. "Bukankah itu putri Shereen?"  Mobil berhenti, Pangeran Reenan menajamkan indera penglihatannya, seorang gadis yang berdiri dibawah pohon tengah menggigil kedinginan, rambutnya basah kuyup. Pengawal yang hendak menjemput putri Shereen langsung dicegah oleh pangeran Reenan, "Pangeran, biar saya saja yang menjemput putri Shereen, di luar tengah hujan deras" Tanpa menjawab perkatan pengawalnya pangeran Reenan turun, membuka payung untuk melindungi dirinya dari guyuran air langit tersebut. Berjalan mendekat ke arah Shereen. Diam, Pangeran berdiri dengan jarak yang begitu dekat dengan Shereen, tapi pria itu tak mengucapkan kata apapun, dia hanya memayungi tubuh gadis yang sudah terlanjur basah kuyup tadi, hingga sang empu menyadari akan keberadaan Pangeran Reenan disampingnya. "Pa-pangeran" Tak ada percakapan apapun selama mobil yang Shereen tumpangi meluncur kembali menuju Istana, dia malu pada Pangeran Reenan. Sepagi ini sudah dibuat repot olehnya, "Kenapa putri Shereen begitu keras kepala? Pangeran sudah memberikan tempat tinggal yang begitu nyaman untuk putri, tolong, jangan seperti ini lagi" Shereen tersentak mendengar petuah pengawal berkulit coklat itu. Ngomong-ngomong dia belum tau nama kedua pengawal Pangeran Reenan. "Iya, saya minta maaf" ujar Shereen singkat, mulai sadar akan kesalahan dan siapa yang tengah bersamanya. Mulai sekarang juga, Shereen akan mengganti nama panggilan dari aku menjadi saya agar lebih sopan. "Em, kalau boleh tau, nama bapak-bapak ini siapa?" Entah apa yang salah dari pertanyaan Shereen barusan, Pangeran Reenan menarik sudut bibirnya, hanya sedikit hingga membuat ketiga orang yang tengah bersama dia tidak sadar akan senyuman tipis tersebut. Pengawal yang tengah menyetir menyahuti pertanyaan Shereen "Nama saya, Kaireen, putri Shereen. Saya pengawal pertama" "Kalau saya Bieen, putri. Saya pengawal kedua" Shereen berdecak sebal, "Nama kalian terlalu susah" balas gadis itu, "Bagaimana kalo saya panggil Petu alias Pengawal Satu, sedangkan kamu Pedu, Pengawal Dua" "Terserah putri Shereen saja" Interaksi mereka bertiga tak luput dari pengawasan Pangeran Reenan, dia ingin ikut nimbrung sebenarnya, tapi entah kenapa mulutnya seakan terkunci rapat membuat Pangeran urung, jadi dia hanya diam saja. Pria itu kaget saat tiba-tiba saja Shereen mendekatkan wajahnya ke wajah Pangeran Reenan. "Pangeran, saya mau tanya sesuatu, boleh?" panggilan Shereen sudah berubah lebih formal sekarang, dia sadar diri kalau tidak bisa seenaknya bersikap di depan seorang Pangeran. Shereen tau pangeran Reenan tidak akan menjawab pertanyaannya barusan, jadi dia akan melanjutkan saja, meski kemungkinan terburuk semua pertanyaannya tidak akan pernah mendapatkan jawaban, tapi apa salahnya mencoba kan?  "Saya tidak tahu apa-apa soal Sivillia, kalau Pangeran ingin saya tinggal di sini, setidaknya jelaskan sedikit tentang Sivillia kepada saya" "Biar saya yang menjawab, putri" Gadis itu menoleh kedepan, menatap Pedu dengan kerutan di kening. "Sivillia adalah sebuah kerajaan, setiap kerajaan dipimpin oleh seorang Raja. Sivillia adalah kerajaan terbesar dan tertua di Ravenna, itu nama pulau sekaligus nama Negara ini, putri. Ravenna memiliki 5 kerajaan antara lain; Baratatahta, Haritama, Dhiramana, Agarvana, dan Sivillia. Sistem di Ravenna tidak dipegang atau dikendalikan oleh Raja ataupun Presiden, Ravenna dikendalikan oleh Helleas" "Helleas?" "Hellas adalah para petinggi di pemerintahan" Paham, otak cerdas Shereen langsung memahami secuil informasi tentang Sivillia. "Lantas, dimana letak Ravenna? Bahasa apa yang digunakan dan mata uang apa yang dipakai disini? Saya, tidak pernah mendengar nama Ravenna sebelumnya" "Ravenna terletak di antara Singapura dan Malaysia, putri. Dari Ravenna bagian selatan, putri bisa melihat pulau Batam, tapi putri harus pergi ke Haritama terlebih dahulu yang lokasinya lebih strategis. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Internasional, putri, yakni Bahasa Inggris, sedangkan mata uangnya Dollar" "Kalian bisa lancar Bahasa Indonesia?" "Karena saya dan Petu sering ikut pangeran Reenan berkunjung ke Indonesia, alhasil mau tidak mau kami harus bisa berbahasa Indonesia" "Wow!" Shereen tak bisa menahan kekagumannya. "Petu, apa saya bisa pergi melihat pulau Batam?" "Tidak." Jawaban itu dari mulut pangeran Reenan. Shereen langsung menoleh. "Kenapa? Kenapa saya tidak bisa pergi ke sana?" Mobil yang mereka tumpangi terus bergerak menembus kota yang masih diguyur hujan. Setelah mendengarkan cerita singkat tersebut kini Shereen penasaran apa yang bisa membuat Pangeran Reenan mau membuka suaranya. Dia mendekatkan kembali wajahnya pada wajah tampan itu, Shereen meringis geli dalam hati, sifat agresifnya kembali muncul setelah lama dia pendam dalam-dalam semenjak di permalukan oleh Reyhan.  "Jangan menatap saya terlalu dekat, jantung saya berdetak semakin cepat sekarang, tolong menjauh"  Petu dan Pedu tak bisa menyembunyikan kekagumannya karena Shereen berhasil membuat Pangeran Reenan membuka mulut, bahkan bersuara dan berbicara panjang lebar seperti itu. "Kalau begitu, jawab pertanyaan saya, pangeran" "Ada peraturan yang saya langgar karena membawamu datang ke Sivillia, putri. Dan karena itulah, putri tidak bisa keluar dari kerajaan sembarangan" Petu dan Pedu merasa gunung es yang ada di dalam diri pangeran Reenan mulai mencair semenjak kedatangan Shereen. Buktinya, sekarang pangeran Reenan mau berbicara panjang lebar seperti itu. Padahal dulu, tidak pernah. "Pangeran benar-benar tampan, bahkan saat saya melihat wajah Pangeran pertama kalinya, masih tidak percaya kalau Pangeran itu manusia" Shereen sekarang malah meracau. Glek! Pujian Shereen berhasil membuat rona merah timbul di pipi Pangeran Reenan, dia merasa banyak kepompong yang mendadak menjadi kupu-kupu lantas berterbangan di perutnya. Shereen yang melihat perubahan wajah Pangeran Reenan pun ingin semakin gencar menggoda, "Apa Pangeran melakukan semacam Operasi untuk membuat wajah Pangeran setampan ini?" "Operasi? Wajah saya asli, bunda dan Ayah adalah perpaduan yang sempurna hingga bisa menghasilkan anak tampan seperti saya sekarang" Tawa Shereen pecah, ternyata pangeran Reenan tidak se-tertutup itu kalau dengannya membuat Shereen diam-diam merasa senang. Tunggu, sebelum membaca kisah ini lebih lanjut biar dijelaskan siapa Pangeran Reenan dan kebiasaan pria itu. Pangeran Reenan tidak suka berbicara bahkan tidak pernah berbicara kepada siapapun kecuali Raja Antena, selain itu Pangeran juga tidak suka keramaian. Bahkan saat acara pertemuan antar kerajaan Pangeran Reenan lebih suka menyendiri entah di taman atau di pinggir danau.  Selama tiga belas tahun tidak ada yang bisa mendengar suara Pangeran kecuali Raja Antena seorang, seperti yang sudah dikatakan di awal tadi. Dan sekarang, suatu keajaiban seorang Pangeran Reenan mau berbicara normal bahkan pada gadis asing yang baru dua hari dia temui.  "Pangeran terlalu besar kepala, ya." Tak ada jawaban, Pangeran Reenan mengalihkan tatapannya, dia menatap jalanan, menyembunyikan senyum manis yang baru saja terbit. Entah kenapa rasa kesalnya pada Shereen bisa luntur begitu saja, mengobrol ternyata semenyenangkan ini. Tapi tetap saja, Pangeran masih menjadi pribadi yang tertutup, mungkin kali ini dia memberikan satu kali lagi pengecualian, untuk Shereen. -Prince of Sivillia- Sosok laki-laki berumur 50 tahunan berdiri di depan pintu utama Istana saat mobil hitam itu baru saja memasuki pelataran. Tangan pria itu tersembunyi di belakang punggung, tatapannya tajam lurus ke arah mereka yang baru saja keluar dari dalam mobil. Pangeran Reenan menatap sekilas ke arah Shereen yang tiba-tiba menghentikan langkah kakinya, mengumpulkan seluruh keberanian, Pangeran Reenan menautkan jemarinya pada jemari Shereen. Kejadian itu terekam jelas oleh netra yang tersembunyi pada kelopak layu milik Raja Antena.  "Salam, Yang Mulia" Mereka berempat kompak merendahkan tubuh di hadapan pemimpin Sivillia tersebut.  "Kalian sudah melanggar peraturan kerajaan, dan kalian pasti sudah tau apa konsekuensi yang harus kalian tanggung"  Suara penuh wibawa itu terdengar, deep voice Raja Antena membuat bulu kuduk Shereen meremang. "Terutama kau, pangeran Reenan. Terlalu banyak aturan yang sudah kau langgar, memasukan orang asing kedalam Istana, keluar tanpa izin, dan melalaikan tugas kerajaan." "Maafkan saya, Ayah. Saya tau dan saya siap dihukum" Pangeran Reenan dengan sikap hormatnya, meski saat berbicara empat mata mereka akan lebih santai tapi tidak ketika didepan umum. Shereen maju selangkah, dia masih menunduk dalam-dalam "Maaf, Yang Mulia. Ini kesalahan saya, kalau ada yang harus dihukum itu adalah saya. Sebelumnya, biarkan saya memperkenalkan diri, nama saya Shereen Senja, dari Indonesia" "Pelayan!" Dua wanita bergaun hitam dan rompi putih khas seragam pelayan Sivillia datang saat suara Raja Antena terdengar. "Bawa putri Shereen ke kamarnya, dan siapkan segala sesuatu yang dia butuhkan" "Baik, Yang Mulia" Shereen ikut kedua pelayan itu dengan pasrah meninggalkan pangeran Reenan yang saat ini masih berada didepan bersama dengan Raja Antena. "Bersihkan dirimu dulu, pangeran. Setelah itu temui ayah." "Baik, Ayah" Pangeran Reenan membungkuk, sebelum melenggang masuk ke dalam istana di ikuti oleh dua pengawal nya. Dia harus siap jika setelah ini mendapatkan hukuman karena telah melanggar banyak aturan yang diberlakukan di istana ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN