Part 6 Kepergian Papah

1947 Kata
Hari hari kulalui seperti biasanya. Kedekatanku dengan Will masih sama seperti sebelumnya. Kami dekat, tapi tidak begitu dekat. Membingungkan memang. Setiap hari aku & dia bermain bersama, ngobrol dan bercanda, tapi aku pun berusaha sebisa mungkin untuk menahan perasaanku yang makin lama makin tumbuh subur, walau aku selalu berusaha menyangkalnya. Aku tertidur di kelas saat jam istirahat. Rasanya malas sekali beranjak dari bangku ku ini. Aku memotong rambut panjangku hingga pendek sekali. Begitu rambutku terpotong, aku menangis menyesalinya. Nyeeeessss!!! Dingin. Aku terbangun. "Will??? Ih... Jail banget deh...," omel ku sambil meraba pipiku yang dingin akibat Will menempelkan jus alpukat. "Lagian tidur !! " timpalnya. Aku manyun. "Tuh jus alpukat nya...,"tunjuk Will ke jus yang ada di hadapanku. Nita dan Apri tertawa cekikikan. Aku tiba tiba diam. Memikirkan mimpi yang aku alami tadi. Mimpi ternyata? Astagfirulloh haladzim.. Semoga bukan pertanda buruk ya Allah. "Mimpi apa?"tanya Will yang memang tau apa yang kupikirkan. "Aku mimpi motong rambutku. Ada apa ya?"tanyaku cemas. "Ada apa, apanya? Namanya juga mimpi. Ngapain dipikirin?" Sahut Will cuek. "Enggak Will.. Aku pernah beberapa kali mimpi ini selama sebulan terakhir.. Seperti pertanda...." Kataku lagi. "Din.. kayanya bakal ada keluargamu yang meninggal deh!"ucap Apri. "Iya tuh bener. Biasanya gitu, kalo mimpi potong rambut. Bakal kehilangan seseorang, Din." Nita menambahkan. Iya aku tau. Memang perkataan mereka benar. Karena dulu saat kakaekku meninggal, seminggu sebelumnya aku mimpi memotong rambut,sama seperti mimpiku barusan. Tapi, WallahuAlam ya, kita pasrahkan saja pada Allah. Hidup mati sudah diatur. Entah ini mitos atau tidak. Kembali kita berserah pada sang Pencipta "Eh, besok main yuk.. ,"ajak Nita. "Besok? Minggu?"tanyaku. "Iyalah.. " "Aku gak bisa, guys.. Mau pergi sama keluargaku.. Ada sodara yang hajatan diluar kota." kataku sambil meminum jus yang dibelikan Will. "Yaahhhh.."kata Nita dan Apri bersamaan. "Kalian aja pergi.. Aku kapan kapan lagi ikut nya."ucapku memberikan pilihan kepada mereka. "Enggak ah, kurang rame. Nggak asik ya, Nit."kata Apri. Nita pun mengangguk. "Kamu balapan lagi Will, besok?"tanyaku ke Will yang dari tadi diam saja bermain game dihape nya. "Enggak! Takut ada yang jantungan lagi."katanya senyum senyum nakal. Aku tak menanggapinya. "Eh Feri mana sih? Nggak pernah masuk ya?"tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan. "Dia kan pindah, Din..gara gara kasus sama kalian kemaren itu..., "Kata Apri yang memang dia selalu update dengan berita semua siswa sekolah ini. "Untung deh dia udah pindah.. Ih... Ngeri." Nita bergidik ngeri. Setelah kejadian kemarin, Feri dilaporkan oleh Kak Doni ke Polisi dan dia di Drop out dari Sekolah. *** Bel pulang baru saja berbunyi, kami berteriak senang. "Din, pulang bareng yuk."ajak Will. "Eum.. nggak dulu ya Will.. Aku ada perlu."kataku lalu berlalu darinya. Mending cepet kabur sebelum dia tau apa yang aku pikirin. Sampai di depan Sekolah, aku mencari Kak Doni. Malah aku melihat Rak Rizal didepan Sekolah. "Kak Rizal.. Kak Doni mana ya?"tanyaku. "Doni? Lagi kumpulan rohis, Din. Kamu mau pulang ya?"tanya Kak Rizal yang akan naik motornya. Aku mengangguk. "Eum.. Lama kayanya Doni mah.. Ya udah, bareng aku aja yuk...."kata Kak Rizal. Aku melihat Will dari kejauhan sedang menatap kami. Aku pun mengiyakan ajakan kak Rizal. **** Pagi pagi sekali kami sudah bersiap akan pergi ke luar kota. Ada saudara Papah yang akan menikahkan Anaknya. Perjalanan lumayan lama, sekitar 5 jam perjalanan. Sampai disana pun, hari sudah sore.  Karena banyak saudara berkumpul dan lupa waktu, Papah memutuskan pulang malam saja. Kami berangkat dari Rumah saudara Papah sekitar pukul 19.00 Ada pesan masuk ke hapeku. Will :"Din, udah pulang?" Aku :" lagi otw nih, Will" Aku :" oh..hati hati ya, Din" Aku: "iya... Eum..kamu lagi ngapain?" Will:" lagi mikirin kamu..., " Deg! Jantungku berdetak lebih cepat, tanganku agak dingin. Maksudnya apa nih anak? Aku udah berusaha menjauh malah dia yang makin mendekat padaku. Aku :" hm.. Gombal.. Ketularan Alex nih kamu.. Hahahaha." Will:" hehe. Iya kali ya.. Eh Din, besok pulang sama aku ya. Lama gak bareng kamu naik motor" Aku :" Insha Allah ya, Will.." Bruuuggggggg!!! Mobil kami oleng. Kemudian terbalik. Kepalaku pusing. Kusentuh pelipisku, ada yang berdarah yang makin lama menutupi mataku. Pandanganku pun agak memburam, tapi kucoba untuk menahannya. "Kak...!" aku goyangkan tubuh Kak Doni yang terbaring disampingku. Sampai kupukul pukul karena dia masih diam saja. Tak lama, Dia sadar. Lalu mengerang kesakitan. "Ya Allah... Din.. Mah.. Pah..."teriak kak Doni melihat sekeliling kami. Kak Doni membuka pintu mobil dengan susah payah. Lalu dengan sempoyongan menuju ke pintu mobil disebelahku dan membukanya. Aku ditarik Kak Doni keluar dari mobil. Aku berteriak minta tolong dengan tenaga yang tersisa. Kulihat Kak Doni mengeluarkan Mamah dan Papah. Beberapa orang yang lewat datang membantu kami. "Paaaaah.. Papaaaaaahhh. Bangun Pah...."teriak Kak Doni histeris. Mamah kulihat juga menangis. Ya Allah kenapa Papah? Karena penasaran, Aku berjalan mendekati mereka. Lalu ada orang yang menutup mata papah diakhiri dengan ucapan... "Inanillahi wainailahi rojiun" Seketika badanku lemas. Air mataku jatuh, aku berlari mendekati Papah. "Paaah... Papah jangan pergi Pah...!!! Papah..."teriakku tak kalah histerisnya dengan Kak Doni tadi. Kak Doni memelukku mencoba menenangkanku. "Udah Din. Udah.. Kita harus ikhlas.. Jangan gini..."katanya yang juga masih menangis. "Papaaaaaaaaaah....."aku masih berteriak dan meronta ronta dari pelukkan Kak Doni. Aku lepas dari pelukan Kak Doni lalu memeluk Papah. Dan menangis sejadi jadinya. Hapeku berdering, ada panggilan masuk. "Din..! Will telfon...."kata Kak Doni menyodorkan hapeku. Aku tak merespon. Dan akhirnya Kak Doni yang menjawab panggilan telepon dari Will. Kami segera dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Mamah juga terluka, aku dan  Kak Doni pun sama. Mobil kami ringsek karena ternyata tadi ada sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak kami. Tapi mereka berhasil kabur. Polisi pun segera datang. Kami dibawa ke Rumah Sakit dengan ambulance. Tangis terisak dari ku dan Mamah. Kak Doni hanya diam. Papah sudah terbaring kaku di ambulance. Mamah memeluk Papah terus sambil menangis. Aku benar benar tidak tahan melihat nya. Aku juga sedih dan juga kehilangan, tapi, mamah lah yang paling terpukul. Kubujuk bagaimanapun Mamah tetap tidak melepaskan pelukannya ke Papah. Kak Doni pun tidak bisa berbuat apa apa. Aku duduk disamping Kak Doni dan menyandarkan kepalaku ke bahu nya. Dia membelai kepalaku lembut. Nafasnya tertahan, sepertinya menahan kesedihan sama sepertiku. "Will katanya nanti mau nyusulin ke Rumah Sakit...,"hanya kata itu yang diucapkan Kak Doni. Posisi kami memang sudah dekat dengan kota kami. Tinggal 1 jam lagi kami sampai rumah. *** Kami sampai di Rumah Sakit. Papah dibawa ke Kamar jenazah setelah diperiksa Dokter, dan memang sudah meninggal saat kecelakaan tadi. Aku, Mamah dan Kak Doni mendapat perawatan. Karena beberapa luka yang kami dapatkan. Mamah juga diberi obat penenang agar dapat beristirahat. Air mataku masih sesekali menetes. "Kak...Gimana?" Will tiba tiba sudah datang. "Papah meninggal Will."kata Kak Doni sambil menahan tangis. "Din... Dina..yang sabar ya..Aku ikut berduka cita.."kata will lalu berdiri didepanku, melihatku hanya diam melamun. Aku langsung memeluknya. Menumpahkan tangis dibahunya. Dia mengelus punggungku lembut. "Papah.. Papahku... Ternyata Papahku Will yang meninggal..." ucapku dengan suara parau. "Kamu harus ikhlas, Din.. Ini udah takdir Tuhan.. Yang kuat ya, Din..., "katanya berbisik ditelingaku. Karena hanya mendapat luka kecil, kami dapat pulang saat itu juga. Jenazah Papah dibawa dengan mobil jenazah Rumah Sakit. Mamah dan Kak Doni ikut naik bersama mobil jenazah. Kak Doni menyuruhku agar memboceng Will saja. Aku masih diam saja, seakan ini mimpi dan aku akan bangun dari mimpi buruk ini. "Ayo pulang sama aku..."kata Will menggandengku menuju motornya. Dia memberikan jaketnya kepadaku dan memakaikan helm nya kepadaku. Saat naik diatas motor Will, dia menarik tanganku agar aku berpegangan dipinggangnya. Dengan posisi memeluk nya. Aku makin merapatkan pelukkan ku ke Will. Sebentar saja ya Allah.. Ijinkan aku merasakan ini. Kataku dalam hati. Aku menenggelamkan wajahku dipunggung Will. Air mata yang terus menetes, membuat baju Will sedikit basah. **** Sampai dirumah sudah ada para tetangga yang datang membantu kami. Ada yang memasang tenda dan menata kursi. Lalu menyiapkan peralatan untuk memandikan Papah. Mamah kulihat sudah lebih tenang. Will juga ikut membantu disini. Walau ini sudah larut malam, dia terlihat masih sigap kesana kemari bersama Kak Doni. Aku dan Mamah ada di Ruang Tamu. Duduk diatas tikar yang sudah digelar. Papah sebentar lagi akan dimandikan lalu dikafani tapi untuk penguburan akan dilakukan besok. Aku dan Mamah membacakan yassin untuk Papah. Tak lama kemudian, Kak Doni masuk dan memberitau kalau Papah sudah bisa dimandikan. Di Halaman depan sudah disiapkan tempat yang tertutup kain disekitarnya dengan meja yang panjang dan lebar, dengan beberapa batang pohon pisang sebagai penyangga tubuh Papah. Papah digotong oleh Kak Doni, Will dan beberapa tetangga dekat kami menuju tempat pemandian jenazah. Aku, Mamah dan Kak Doni mandikan Papah. Karena hanya keluarga dekat yang dizinkan memandikan jenazah. Sheeettt...!! Aku merasakan sekelebat bayangan lewat disampingku. Kutoleh, namun tidak ada siapapun. Mungkin aku sudah terlalu lelah hingga berhalusinasi. *** Papah selesai di mandikan dan segera di kafani. Lalu kembali dibaringkan di Ruang Tamu. Para tetangga yang membantu pun satu persatu sudah pulang. Hanya ada 5 orang yang memutuskan akan di depan Rumahku untuk berjaga dan menemani kami. "Will.. Kamu pulang aja. Udah malem...,"kataku karena melihatnya seperti kelelahan. "Aku nginep aja boleh nggak?" jawabannya malah membuat ku sedikit kaget. Aku diam beberapa saat. "Iya udah Will, nggak papa. Jadi bisa nemenin kita, Din."kata Kak Doni. Kak Doni dan Will tidur di Ruang Tamu dekat jenazah Papah. Katanya jenazah Papah harus ditungguin. Entah kenapa aku juga tidak tau. Aku kembali ke Kamarku. Mencoba tidur. Rasa lelah tidak berhasil membuatku segera terlelap. Pikiranku malah memerintahkan agar tetap terjaga, membuatku semakin melebarkan bola mataku. Aku kembali mengingat kejadian barusan. Saat kami kecelakaan. Kejadian yang membuatku kehilangan Papah. Rasa sakit masih kurasakan, bukan yang ada pada tubuhku, tapi hatiku. Papah sekarang telah pergi. Semilir angin yang entah dari mana membuatku merapatkan selimutku sampai ke leher. Padahal jendela dan pintu aku tutup rapat dan AC tidak kunyalakan. Krriiiieeeeeettt!! Aku mendengar bunyi pintu kamar mandi ku dibuka perlahan. Dan seperti ada suara orang bersenandung disana. Oh shiiit!! Apalagi ini! Umpatku dalan hati. Aku bingung harus berbuat apa, takut. Tapi rasa penasaranku jauh lebih besar. Entah keberanian dari mana, aku malah turun dari Ranjangku, lalu menuju ke Kamar mandi dengan langkah yang perlahan. Mencoba jangan sampai mengeluarkan suara sekecil apapun. Ku intip dari balik pintu, Yang terbuka sedikit. Deeggg!! Aku melihat ada sosok wanita yang pakaiannya sudah lusuh, dominan warna putihnya pudar karena kotor seperti lama tertimbun tanah. Dia menghadap membelakangiku, tapi diam tak melakukan apapun. Wah parah nih halusinasiku sekarang. Kucubit pipiku sendiri, mencoba membuatku tersadar apa yang kulihat itu tidak nyata. Tapi bukannya menghilang,,dia malah berbalik menatapku. Lalu melayang pelan hendak mendekatiku. Spontan Ku tutup saja pintunya. Lalu segera aku lari keluar Kamar, menuju keluar, dimana masih ada orang yang terjaga. Kak Doni dan Will yang sedang ngobrol di Ruang tamu menatap ku heran. Dengan nafas yang memburu, aku menatap balik mereka. "Kenapa, Din?"tanya Kak Doni. "Aku kok jadi sering halusinasi gini ya Kak? Perasaan kata Dokter kepalaku nggak gegar otak ya tadi?"ucapku masih dengan ekpsresi kebingungan. "Kamu liat apa, Din?" Tanya Will. "Di Kamarku.., ada... Eum.. Itu loh.. Ck.. Duh.. "Aku malah bingung mengatakan kata yang tepat untuk menamai sosok tadi. Kak Doni segera beranjak lalu pergi ke Kamarku. Aku lalu duduk bersama Will. "Kamu liat apa sih, Din?"tanya Will masih penasaran. "Eum.. Kayanya aku liat makhluk halus deh Will...,"ucapku agak ragu. "Hah? Masa?" Tanya Will kaget. Aku mengangguk sambil menatapnya. Kak Doni datang dengan senyum senyum meledek.. "Kenapa kak?" Tanyaku heran "Sejak kapan kamu bisa liat, Din?"tanyanya saat dia duduk didepanku. "Liat? ya sejak bayi lah Kak.. Emangnya aku buta?" Tanyaku dengan wajah polos. Kak Doni mengacak acak rambutku gemas. "Maksudnya sejak kapan kamu ngliat yang kaya begituan tadi, yang diKamar kamu..." Tanya nya gemas. Will tertawa melihat kami. "Oh.. Hehe.. Sejak kapan yah?Eum.. Tadi deh kayanya. Pas kita mandiin Papah, kaya ada sekelebat bayangan lewat gitu. Terus yang paling jelas yang di Kamar mandi tuh tadi."terangku sambil menunjuk Kamarku. Kak Doni diam sambil menatap mataku dalam dalam. "Dina kok bisa liat ya, Kak? Bukannya kemaren kemaren enggak?"tanya Will yang juga ikut heran. Kak Doni diam sejenak, lalu mengambil nafas dalam dalam. "Sebenarnya, keluarga kita banyak yang indigo. Jadi Dina ini juga berpotensi indigo juga, cuma belum kebuka aja. Dan sekarang baru ke buka, mungkin.. Karena kecelakaan tadi."jelas Kak Doni. "Jadi...sekarang aku, kaya kalian donk?"tanyaku. Mereka berdua mengangguk bersamaan. Aku menepuk keningku sambil geleng  geleng kepala. "Aku tidur sini juga ah. Nggak mau balik Kamar.. "Kataku cuek. "Hehehehe. Ya udah gak papa.. Ambil bantal sama selimut gih.tar malem dingin."saran Kak Doni. Aku diam beberapa saat. "Temeniiiiinn" rengekku manja. "Yaaaelllaaaahh, noh sama Will aja."kata Kak Doni lalu tiduran sambil menutup tubuh nya dengan selimut yang sudah diambilnya dari kamarnya sendiri. "Ya udah yuk, aku temenin" ajak Will. Kami lalu masuk kamarku. Kuamati keadaan sekitar, rasanya aman. Langsung saja aku ambil bantal, guling dan selimutku dan buru buru keluar kamar, Will yang menunggu dipintu hanya geleng geleng sambil senyum senyum saja. Akhirnya kami bertiga tidur di Ruang Tamu, agak tenang rasanya, tau kalau ada Kak Doni dan Will disini. Aku bisa tidur nyenyak pasti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN