Part 7 Terbukanya mata batin

1588 Kata
"Subuhan Dina...!" kudengar suara itu lembut ditelingaku. Suara Papah. Aku membuka mataku perlahan, Papah masih dengan posisi sama ditempatnya. Dengan kain kafan yang membungkus tubuhnya. Kulihat disebelahku, Kak Doni dan Will masih tidur nyenyak, pasti mereka sangat lelah. Kuberikan selimutku ke Will karena dia tidak mau memakai selimut semalam, sedangkan yang kulihat sekarang Will menutupi tubuhnya dengan jaket yang dipakainya, kakinya menekuk keperut seperti posisi berjongkok tapi sambil tertidur. Itu posisi kedinginan setauku. Aku tertawa geli melihatnya. Aku segera menuju kamar Mamah, Mamah baru saja selesai sholat. "Udah bangun, Din?"tanya Mamah saat melihatku mengintip di depan pintu. "Barusan Mah.. Dina sholat dulu ya...,"kataku lalu menuju kamarku. Karena teringat kejadian semalam, aku hati hati sekali masuk kamarku sendiri. Kutengak tengok kesegala arah, setelah dirasa aman, aku menuju kamar mandi yang letaknya di bagian belakang kamarku, kubuka pintunya pelan. Kosong. Ayolah Dina.. Jangan takut!! Aku segera mandi saat itu juga. Air yang masih dingin membuatku lebih segar dan menghilangkan rasa kantuk yang masih bergelayut manja dimataku. Lalu aku mengaambil wudhu dan sholat. Pagi ini aku sudah lebih baik, mungkin sedikit terbiasa dengan kepergian Papah. Aku tidak boleh terus bersedih, karena hanya akan membuat jalan Papah menjadi sulit disana. Yang Papah butuhkan adalah doa dari anak anak nya. Kupanjatkan doa untuk Papah, air mata kembali menetes, mataku yang sudah sembab karena menangis semalaman, kini makin bengkak. Bahkan wajahku menjadi merah dan terasa agak pedih karena aku sering menangis dan mengelap air mataku berkali kali. Setelah selesai sholat, aku keluar kamarku. Will sudah ada didepan kamarku. "Subhanallaaaaaah...!" teriakku kaget. "Din, aku udah kabarin Nita, biar nanti Nita yang ijin ke Bu Wulan kamu gak masuk." katanya datar. "Iya Will, makasih ya. Kamu gimana?Berangkat Sekolah kan?"tanyaku "Eum.. Iya, nanti pulang Sekolah aku kesini lagi ya, Din."katanya agak ragu. Aku mengangguk. Will pamit ke Mamah dan Kak Doni, lalu pergi dari Rumahku. *** Papah akan dimakamkan pukul 10.00 nanti. Saudara saudara sudah mulai berdatangan, tangis kembali pecah. Mereka pun sangat terpukul dengan apa yang terjadi. Berkali kali mereka menghiburku & Mamah yang paling down, daripada Kak Doni. Mungkin karena Kak Doni laki laki, sehingga lebih bisa menahan perasaannya agar tidak terlihat orang lain. Tapi aku tau kalau Kak Doni sama sedihnya seperti ku dan Mamah. **** Pukul 09.00 kulihat motor Will masuk kehalaman Rumahku. "Lah ni anak jam sekolah kok malah kesini?"kataku berbicara sendiri. Kak Doni yang sedang didepan, menghampiri Will dan terlihat ngobrol sebentar. Will lalu masuk menemuiku. "Will.. Kok kamu disini?"tanyaku "Iya, aku balik duluan deh, udah ijin kok."katanya. "Yakin? Udah ijin?" Tanyaku tak percaya. "Iyaa.. Lagian ngapain aku di Sekolah, kalau pikiranku disini. Nggak bisa konsen juga percuma kan."katanya lagi. Aku hanya menaikan sebelah bibirku. "Kamu udah makan belum?"tanya Will. Aku menggeleng pelan,"nanti aja...," Kulihat dia masuk kedalam tanpa sungkan lagi, salim ke Mamah dan Saudara saudaraku. Tak lama dia membawa sepiring nasi goreng kedepan. "Makan dulu! Ntar kamu sakit!!"katanya meletakan piring itu dimeja sampingku. Aku diam memandang makanan itu. "Dimakan!!kamu bukan setan yang kalo cuma liatin makanan bisa diserap sari patinya. Harus dimasukin mulut, dikunyah terus ditelen."katanya lagi agak sedikit keras. Hmm.. Galak banget sih. "Biar kamu makan, Din! Apa perlu aku suapin?"katanya datar menatap manik manik mataku. Aku diam melihatnya seperti itu. Kuambil piringnya dan makan. Will menyunggingkan senyum nya. "Dapet salam dari temen temen...,"kata Will datar. "Hmmm...,"jawabku singkat karena mulutku penuh makanan. "Nanti pulang sekolah mau pada mampir."kata Will menjelaskan. Aku masih tidak menanggapi kata kata Will. Tiba tiba tercium bau bunga kenanga disekitarku. Aku dan Will saling tatap. Aku menggerakkan alisku, lalu Will mengangkat bahunya keatas. Will menatap lurus kedepan, aku mengikuti arah dia melihat. Diantara bangku bangku yang berjejer rapi, ada seseorang yang mirip dengan Papah duduk disana sambil tersenyum kepada kami. Aku berdiri hendak menghampirinya, tapi Will mencegahku. "Jangan Din, terusin makanmu aja."katanya dingin. "Tapi Will, itu Papah! Aku pengen kesana sama Papah."kataku mengiba. "Din, please... Jangan bikin orang orang mikir kamu gila dengan ngomong sendiri. Nggk semua orang bisa lihat, Din!!"kata Will tegas. Kakiku lemas sekali, hatiku kembali tersayat, sakit karena kehilangan Papah kembali muncul. Aku tetap berjalan ke arah Papahku duduk. Tapi Will menahan tanganku lebih kuat. Aku berontak, berusaha melepaskan tanganku dari Will. "Lepassss willl!!!aku mau kesanaaaaa!!aku mau sama Papah!!lepasssss!!"teriakku. Dan alhasil membuat semua orang melihat kami. Will malah makin menarikku ke dalam pelukkannya. Aku menangis di pelukan Will yang masih terus berontak. Will menangis. Kak Doni datang dan membantu menenangkan ku. "Itu papah kak! Papah disanaaaaa!!"teriakku lagi. Kak Doni melihat ke arah yang kutunjuk. "Iya Din... Kakak tau. Udah... Udah.. Papah gak suka liat kamu gini..lihat?Papah sedih, Din"kata Kak Doni menunjuk ke tempat Papah berada. Orang orang disana berbisik. Ada yang memandangku dengan sedih, bingung bahkan ada yang bergidik ngeri. Mereka yang semula duduk dideretan kursi yang ditunjuk Kak Doni pun, perlahan pindah kekursi lain yang agak jauh. Memang jika seseorang meninggal dunia, Ruh nya selama 40 hari masih ada disekitar kita, dan terkadang melakukan kebiasaan semasa hidupnya. Tapi setelah lebih dari itu, Jin Qarin lah yang sering meniru wujud orang yang sudah meninggal, bahkan Jin kafir pun sering memanfaatkan keadaan ini untuk menyesatkan manusia yang masih hidup. Mamah mendekatiku&memelukku sambil menangis juga. Akhirnya aku berhenti berteriak, aku memeluk Mamah sambil masih menangis. "Kita duduk didalem aja ya, Din.."ajak Mamah. *** Pukul 10.00 jenazah Papah siap untuk dibawa ke Pemakaman yang tidak jauh dari Rumah. Dengan memakai mobil jenazah, kami ikut ke Makam melepas kepergian Papah. Pandanganku kabur, suara disekitarku terdengar samar samar lambat laun seperti hilang. Dan seketika semua nya gelap. *** Aku terbangun di kamarku dan melihat ada Nita dan Apri disana masih memakai seragam Sekolah. "Din.. kita turut berduka cita ya.. kamu yang sabar"kata Nita lalu memelukku. "Yang kuat, Dina.. Jangan sedih terus ya.." Apri menambahkan. Aku mengangguk. Sambil menyeka air mataku. "Kalian udah lama dateng?"tanyaku. "Baru 15 menit yang lalu. Pulang Sekolah langsung kesini. " "Tadi Will telepon pagi pagi, ngabarin ini.. Eh pas di Sekolah malah kabur dia, katanya mau keRumah kamu aja." Bener kan will gak ijin. "Kalian berdua aja?"tanyaku. "Enggak, sama temen temen yang lain. Bu Wulan juga, cuma mereka sebentar aja tadi, karena masih ada perlu, kulihat kamu tidur nyenyak banget jadi nggak aku bangunin"terang Nita. Tok tok tok!! Will masuk ke Kamarku membawa sepiring makanan dan minuman juga. "Din, makan dulu.. Perutmu kosong dari semalem kan? Tadi pagi sarapan cuma dikit banget.. Akhirnya gini jadinya.  Kamu pingsan!"katanya lalu duduk disampingku. "Aku pingsan dimana tadi ya?"tanyaku masih linglung. "Dimakam.. Udah sekarang makan!harus habis! Awas aja kalo nggak abis!!aku suapin kali ini!"katanya tegas. "Wah, obat nyamuk nih, Pri kita.." Celetuk Nita Will cuek saja dengan terus menyuapiku. "Kamu bolos kan, Will"kataku mencairkan suasana. "Biasa inih!"katanya cuek. Aku cubit pipinya "Dina ih, sakit tau...," gerutunya sambil membelai pipi nya. Aku hanya tersenyum geli. Nita malah ikut tiduran disampingku. "Adem ya, Din, enak nih buat tidur." kata Nita sambil memeluk guling. "Hmm.. kamu tidur, aku tinggal lho, Nit.. Pulang sendiri ntar!" ancam Apri. "Merem bentar lah, Pri.. Ngantuk banget, di Sekolah bosen, sepi gak ada ni anak dua..."kata Nita sambil memejamkan mata. "Kamu mah emang pelor, nempel dikit, terus molor!" Canda Apri. Kami tertawa. *** Setelah agak sore, mereka bertiga pamit pulang, aku juga menyuruh Will pulang saja. Kulihat dia juga kelelahan. Beberapa saudara memutuskan menginap di Rumahku. Untuk menemani kami selama beberapa hari kedepan. Malam nanti sampai 7 hari kematian Papah akan diadakan tahlilan di Rumah. *** Saat aku mengobrol dengan saudara saudaraku diteras ada tamu yang datang keRumah, sebuah keluarga yang kulihat cukup berkecukupan, mobilnya saja termasuk yang paling mahal. Sepasang suami istri turun dari mobil dengan 2 anak mereka yang masih kecil, mungkin baru SD. Tapi mereka tidak berempat saja. Karena kulihat ada lagi seorang anak kecil, gundul, digendong dibelakang punggung si Suami. Aku mengerutkan kening. "Din.." Ita menepuk bahuku membuatku kaget. "Ta... ngagetin aja ih...,"kataku sebal. Ita juga kulihat menatap anak kecil itu. Anak itu terlihat aneh, hanya memakai popok yang sedikit kumal. "Tuyul...," bisik Ita. "Hah? Tuy...."lalu mulutku di bekap oleh tangan Ita. "Ssstttt.. Jangan teriak teriak donk!?"kata Ita kesal. "Tuyul?"kataku akhirnya ikut berbisik. Ita mengangguk yakin dengan ekspresi yang tidak dapat aku ungkapkan. "Masya allah..."aku geleng geleng kepala. Ita masih melihat tajam ke arah makhluk itu. "Eh. Ta.... Kamu juga indigo?"tanyaku yang baru menyadarinya. " huft... Dina Dina.. Ya iyalah... Keluarga kita kan emang banyak yang indigo.. Kamu newbie ya?"kata Ita sambil cekikikan. "Bahasanya deh, newbie.. Hahaha."aku ikut tertawa "Iya kan bener? Soalnya terakhir kita ketemu yang pas lebaran tahun kemaren, kamu masih biasa aja.. Baru kebuka ya? Pasti gara gara kemaren ya, Din"katanya serius. Aku hanya mengangkat bahuku sambil menghela nafas. Aku memang tidak tau, apa alasan nya mata batinku bisa terbuka. Dan menyandang predikat 'indigo' sama seperti nya. "Santai, lama lama juga biasa." Ujar Ita. "Luar biasa ini mah...," timpalku. "Hehehe.. Aku juga dulu gitu Din, ampe dibawa ke Psikiater bayangin! Tapi disaat aku mulai bisa menerima keadaanku yang gini, semakin aku bisa santai kalo mereka muncul. Nanti ya aku ajarin beberapa doa, biar kalo mereka muncul kamu bisa handel."katanya lagi. Aku hanya mengangguk. "Eh tu tuyul lagi ngapain ya, Ta.."tanyaku yang tiba tiba teringat sosok tadi. "Biar aku cek..., "kata ita lalu masuk kedalam Rumah. Tak lama keluarga itu pulang dengan raut muka yang entah bagaimana. Ita senyam senyum melihatku. "Diapain, ta?"tanyaku setelah dia mendekat. "Beres pokoknya..., " Ita mengulurkan tangan nya padaku. Aku pun menyambut tangan nya dan kami TOS. Lebay memang. Astaga. *** Selama 7 hari ini Rumah masih ramai. Aku sudah masuk sekolah lagi setelah 3 hari Papah meninggal. Tapi, Kak Doni belum masuk. Alhasil aku berangkat Sekolah diantar Ita naik motor Kak Doni. "Din, pacarmu gak jemput?"tanyanya saat dalam perjalanan ke Sekolahku. "Pacar? Aku gak punya pacar kali!!" "Lah yang kemarin itu sih?" "Will? Bukan! Temen doang lah, Ta..." "Yakin? kok bahasa tubuhnya beda ya, Din?" " Bahasa tubuh...? Sok tau." Ku toyor kepalanya. "Eh, serius. Yang kulihat dia suka sama kamu,dan aku liat juga kamu suka sama dia."kata kata Ita telak membuatku tak bisa berkutik. "Malah bengong lagi!"teriak Ita. Ternyata kami sudah sampai di Sekolah. "Makasih ya, Ta.. Daaaaah"kataku lalu bergegas masuk ke Sekolah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN