10. Explanation

1990 Kata
Malam semakin larut namun Dean dan Claire masih di dalam ruangan kerja milik Dean. Pria itu masih fokus mendengarkan cerita Claire mengenai apa yang terjadi di masa lalu antara Claire dan Reinaldy. Dean terdiam mendengarkan penjelasan Claire sambil memperhatikan ekspresi wanita itu saat berbicara. Dean bisa menilai adanya amarah yang masih tersimpan di dalam diri Claire. Dean percaya dengan cerita Claire karena Dean tau Reinaldy memang sedari dulu sering membuat ulah dan Claire adalah orang yang bisa ia percaya. Dean tidak mampu menahan rasa penasarannya karena pengakuan Reinaldy mengenai Reinaldy yang pernah melakukan kesalahan pada Claire sehingga membuat wanita itu memilih mengaku tidak mengenal Reinaldy. Pernyataan itu sungguh mengusik Dean namun Reinaldy tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kesalahan apa yang sudah Reinaldy lakukan yang mendasari pilihan Claire ini dan Dean pikir bertanya pada Claire jauh lebih mudah dari pada ia bertanya pada Reinaldy sehingga Dean memutuskan untuk memanggil Claire. "Saat itu saya marah dan saya menggunakan uang yang sudah saya simpan selama ini untuk membeli ponsel yang menjadi hadiah taruhan mereka dan saya berikan itu pada Reinaldy. Sebenarnya saat itu saya ingin sekali berkata-kata tajam pada pria itu tapi saua mengurungkan niat saya. Saya khawatir kalau saya menyingung egonya nanti pria itu semakin berulah sehingga saya memutuskan cukup memberikan ponsel itu sebagai tanda permainan berakhir..." Claire menghela nafas panjang diakhir kalimatnya. "Lalu setelah kamu memberikan ponsel itu pada Reinaldy, apa yang terjadi?" tanya Dean dengan nada penasaran. Claire menatap tangannya yang saling bertaut diatas pangkuannya, "Saya tidak tau apa respon Pak Reinaldy setelah saya memberikan ponsel itu, Pak..." Claire menjeda kalimatnya untuk menghela nafas panjang membuat Dean mengerutkan alisnya karena bingung, "Saya langsung pergi karena setelah saya memberikannya lalu mengakhiri hubungan kami. Saya tidak mau situasi menjadi semakin buruk sehingga saat itu saya langsung meninggalkan Pak Reinaldy tanpa menunggu pria itu memberikan respon. Di sisi lain saat itu saya sudah merasa muak dan saya segera pergi untuk menghindari emosi saya naik dan akhirnya saya berucap kalimat yang membuat pria itu sakit hati." "Kalau begitu bagaimana besoknya? Reinaldy mendatangi kamu?" Claire menggelengkan kepalanya, "Saya dan Pak Reinaldy tidak bertemu lagi setelah kejadian itu, Pak. Saya pindah ke Brooklyn keesokan harinya bersama dengan mama saya. Kepindahan saya memang cukup mendadak dan ada tetangga saya yang membantu mengurus kepindahan sekolah saya waktu itu." Dean mengangguk pelan mendengar penjelasan Claire. Dean menghela nafas panjang ketika Claire menyelesaikan ceritanya dan menunduk. "Kamu tidak salah. Kejadian itu murni kesalahan Reinaldy. Reinaldy sudah seperti adik saya sendiri dan atas nama Reinaldy saya benar-benar minta maaf. Adik saya itu memang bersalah dan saya paham atas keputusan kamu ini." Claire menghela nafas panjang karena lega. Lega atasannya itu mengerti akan keputusan yang ia ambil. "Sebagai atasan kamu, saya berharap kamu bisa memisahkan urusan pribadi kamu dan urusan pekerjaan karena kita akan sering berurusan dengan Reinaldy dan Robert. Kamu tentu ingat bagaimana seringnya kita berhubungan dengan Pak Joseph dan Vianne dulu. Saya tidak ingin urusan pribadi kamu dan Reinaldy nanti menganggu kinerja kamu dan akhirnya berdampak pada saya. Ada banyak orang yang bergantung pada kita untuk mencari nafkah, Claire..." Claire mengangkat wajahnya menatap atasannya yang kini sedang menatapnya lekat-lekat dan Claire mengangguki ucapan bosnya itu. Dean sendiri mengusap wajahnya dengan kedua tangannya lalu kembali buka suara, "Tapi sebagai seorang kakak... Saya benar-benar minta maaf atas perbuatan Reinaldy dulu..." Dean menyenderkan posisi duduknya sambil menatap langit dengan tatapan menerawang, "Kelakuan Reinaldy memang membuat semua orang sakit kepala." Dean pun teringat akan kelakuan Reinaldy semasa kuliah dulu. Reinaldy memang tidak bermasalah dibidang akademik. Pria itu mewarisi kepandaian Reiner Algantara dan Giska Hartawan yang merupakan seorang dokter jantung. Tidak ada yang meragukan gen pandai yang diturunkan Reiner Algantara dan istrinya kepada anak-anak mereka termasuk Reinaldy namun pada kasus Reinaldy, pria itu menuruni satu sifat lain yang ternyata berasal dari Reiner Algantara. Setidaknya itu yang Papanya katakan. Beberapa tahun yang lalu ketika Reinaldy masih duduk dibangku kuliah dan Dean sudah bekerja dan berada di ruangan kerja milik papanya yang sedang bersama dengan Reiner Algantara... "Gue stress sama kelakuan si Aldy. Dia pergi ke club lagi semalem dan dia mabok berat sampe enggak sadar. Heck! Dia bisa bikin gue dalam masalah besar kalo sampe Giska tau dia ke club dan mabok kayak gitu!" Reiner Algantara marah-marah sambil mondar-mandir dalam ruangan Ghandi Alfarezi yang sedang duduk di kursi kebesaran dalam ruang kerjanya. Ghandi mendengus mendengar curahan hati sahabat yang sudah bersama dengannya selama puluhan tahun itu, "Ini karma buat elo, Rei... Elo dulu kan sama kayak si Aldy dan gue yang repot jemput ngurusin elo kalo elo mabok dan sekarang elo ngerasain keselnya gue dulu berurusan sama orang mabok!" Reiner Algantara mengumpat mendengar ucapan Ghandi lalu berjalan menuju ke arah sofa dan duduk dihadapan Dean dan saat Reiner sudah hendak angkat suara berbicara pada Dean, Ghandi langsung memotong, "Jangan libatkan Dean. Dia harus fokus dengan Reins. Inget kita udah enggak muda dan dia yang jadi pegangan kita disini, Rei... Elo urus anak lo sendiri..." Reiner Algantara mendegus, "Gue enggak minta Dean buat urusin Aldy. Gue cuma minta tolong dia buat bilangin Aldy sesekali kalo dia enggak bisa stuck sama kehidupan malam." Dean pun mengangguk mendengar ucapan pria yang ia sudah anggap seperti orang tuanya sendiri itu, "Nanti Dean akan coba bicara sama Aldy, Om..." Ucapan papanya di masa lalu yang membuat Dean paham darimana asal kebiasaan Reinaldy itu dan semakin bertambah dewasa ternyata kehidupan malam Reinaldy semakin luar biasa liar. Dean bahkan pernah mendapati Reinaldy make out bersama seorang wanita di club saat ia pergi ke club bersama dengan teman-temannya. Dean sendiri bukan pria yang lurus. Ia sesekali ke club untuk menenggak satu dua gelas minuman alkohol tapi hanya sebatas itu. Katakanlah Dean seorang pengecut karena ia tidak ingin ada anak yang lahir dan bernasib seperti dirinya. Ditengah-tengah keheningan tiba-tiba pintu ruangan Dean diketuk membuat perhatian Dean dan Claire tertuju pada pintu yang terbuka dan Reinaldy muncul dari pintu yang terbuka itu. "Apa kalian sedang sibuk? Aku boleh masuk?" Dean menghela nafas pendek, "Masuk, Rei... Kami sudah selesai... Kamu belum pulang?" Reinaldy dengan santai masuk ke dalam ruangan kerja Dean dan duduk di sebuah kursi kosong yang ada di sebelah Claire, "Aku baru selesai koordinasi dengan Robert... Kalian masih belum pulang? Aku lihat meja Claire masih berantakan dan komputer Claire masih menyala jadi aku mengetuk pintu... Kalian lembur? Ada yang masih perlu dikerjakan?" "Aku pun baru selesai berbicara dengan Claire..." Dean menatap Claire, "Kamu sudah bisa keluar, Claire. Pembicaraan kita tadi sudah selesai. Kamu bereskan meja kamu dan kamu boleh pergi duluan." Claire pun mengangguk dan berdiri, "Saya pamit undur diri, Pak. Permisi. Selamat Malam, Pak." Dean mengangguk namun Reinaldy angkat suara membuat Claire menghentikan pergerakannya dan Dean spontan menatap Reinaldy, "Kita pulang sama-sama, Claire. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu." Claire spontan mengepalkan tangannya dan gerakan tangan Claire itu tertangkap oleh mata Dean, "Aku dan Claire ada janji, Rei. Claire akan pulang bersama denganku." Claire spontan menoleh ke arah Dean dengan wajah bingung membuat Reinaldy menangkap ada yang tidak beres, "Kalian ada janji? Bukannya tadi kamu bilang pembicaraan kalian tadi sudah selesai?" Dean membereskan barang-barangnya, "Iya, aku dan Claire ada janji, Rei. Kamu lebih baik pulang saja. Claire akan pergi bersamaku." Reinaldy tidak menyerah, "Kalian akan pergi kemana? Boleh aku ikut?" Dean menaikkan sebelah alisnya menatap Reinaldy lalu menatap Claire, "Keluarlah, Claire. Bereskan meja dan barang-barang kamu..." Claire dengan mantap mengangguk dan meninggalkan ruangan atasannya setelah pamit. Sepeninggal Claire, Reinaldy menatap tajam Dean. "Ada apa antara kamu dan Claire, Kak? Kenapa aku semakin merasa kamu protektif pada Claire? Kamu menyukai Claire?" Dean yang awalnya mengabaikan pertanyaan Reinaldy dengan terus membereskan meja kerjanya pun menghentikan pergerakannya karena kalimat pertanyaan Reinaldy yang terakhir dengan menatap pria dihadapannya itu dengan tatapan kaget. "Kenapa kamu ingin tau urusan aku dengan Claire? Kenapa kamu begitu tertarik dengan Claire sedari awal kamu bergabung dengan Reins? Apa yang terjadi diantara kalian berdua di masa lalu sebenarnya? Kesalahan apa yang sudah kamu buat pada Claire sebenarnya, Rei? Kamu berubah menjadi orang yang tidak aku kenal. Aku tidak pernah melihat kamu mengejar-ngejar seorang wanita seperti ini." Reinaldy terdiam mendengar ucapan Dean. Pria itu menghela nafas panjang. Ia sendiri bingung pada dirinya sendiri. Reinaldy merasa ada magnet tak kasat mata yang membuat dirinya selalu tertuju pada Claire. Selain karena rasa bersalahnya di masa lalu, Reinaldy merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diri wanita itu yang membuat Reinaldy selalu tertuju padanya. "Aku ingatkan sekali lagi, Rei... Claire itu wanita baik-baik dan dia sekretaris terbaik yang pernah aku miliki sejauh ini dan jangan buat ulah sehingga aku kehilangan karyawan sehebat Claire. Dia aset berharga Reins dan orang tua kita mengakui itu." Reinaldy mendengus, "Aku tidak berniat mempermainkan Claire–" "Jadi kamu jatuh cinta pada Claire?" Dean bertanya dengan nada serius sambil menatap Reinaldy lekat-lekat. Reinaldy hanya diam. Otaknya langsung bekerja. Apakah ia jatuh cinta pada, Claire? Ia baru bertemu kembali dengan wanita itu beberapa hari belakangan ini. Apa cara kerja cinta bisa secepat itu? Reinaldy rasanya sangsi dengan hal itu sehingga Reinaldy menggelengkan kepalanya, "Aku hanya ingin berteman dengan Claire, Kak." "Maka bertemanlah dengan wajar. Aku melihat sikapmu pada Claire berlebihan, Rei." Reinaldy mendengus dan menatap sinis Dean, "Aku mengatakan hal ini untuk menyadarkan kamu, Kak. Kalau-kalau kamu tidak sadar dengan sikapmu sendiri. Kamu juga bersikap berlebihan pada, Claire. Kamu terlalu protektif pada karyawanmu sendiri." Dean menghela nafas panjang, "Pulanglah, Rei. Percakapan ini tidak akan berakhir dengan baik. Aku mulai tergoda melemparkan tablet yang ada di mejaku ini ke kepala kamu." Reinaldy merotasi bola matanya dan berdiri meninggalkan ruangan kerja Dean namun sebelum membuka pintu Reinaldy kembali memutar tubuhnya menatap Dean, "Claire akan pulang denganku. Ada yang perlu kami bicarakan dan tenang aku tidak akan membuat karyawan kesayangan kakak itu dalam bahaya. Kami hanya akan bicara." Setelah mengucapkan kalimatnya Reinaldy keluar dari ruangan Dean tanpa menunggu jawaban Dean. Dean pun menghela nafas panjang lalu kembali melanjutkan kegiatannya. Sementara itu Claire sudah dalam perjalanan pulang. Wanita itu dengan cepat membereskan meja kerjanya dan barang-barang miliknya lalu pulang sebelum Reinaldy muncul dan membuat ulah. Claire tidak ingin terlibat interaksi apapun dengan Reinaldy diluar urusan pekerjaan dan sejauh ini urusan pekerjaannya dengan Reinaldy sudah selesai semua sehingga Claire yakin pria itu mengajaknya karena mau membahas hal lain diluar pekerjaan. Claire juga bersyukur mendapatkan bos sebaik Dean. Claire bukannya tidak sadar dengan bantuan Dean tadi namun Claire tidak mau mengambil resiko kembali terjadinya perdebatan antara Reinaldy dan Dean yang melibatkan dirinya sehingga Claire memilih langsung pulang dan mengirim pesan pada atasannya itu untuk meminta maaf karena pulang duluan dan berterimakasih atas bantuan pria itu tadi. Claire menggunakan kendaraan umum pulang ke flat tempat tinggalnya namun sesampainya di depan gedung tempatnya tinggal langkah Claire terhenti. Claire kaget melihat kehadiran seseorang yang tidak seharusnya ada di area tempat tinggalnya dengan mobilnya yang mewah itu. Reinaldy Algantara, ia adalah orang yang berdiri di depan gedung flat Claire dan pria itu langsung mendekati Claire begitu menyadari Claire sudah sampai di flatnya. "Kenapa kamu begitu menghindari aku, Claire? Aku hanya ingin berteman sama kamu. Mungkin aku melakukan kesalahan di masa lalu sama kamu tapi bisakah kita memulai semua dari awal? Kita berteman dengan baik sebagai rekan kerja." Ngajak temenan kok maksa! Namun Claire tidak mengucapkan isi hatinya itu. Claire tidak ingin membuat pria itu salah paham atau terluka egonya dan akhirnya malah membuatnya susah sendiri. Claire memilih menahan diri, mengeratkan pegangannya pada tali tas bahu yang ia pakai lalu berucap, "Maaf, anda mungkin salah paham. Saya tidak bermaksud menghindari anda, Pak. Sikap saya memang seperti ini." Reinaldy menghela nafas panjang, "Jangan berbohong... Aku lihat kamu dengan teman-teman satu ruangan kamu bisa tertawa lepas berbanding terbalik dengan sikapmu padaku, Claire..." Claire masih berusaha terlihat biasa saja. "Maaf jika bapak tersinggung dengan sikap saya tapi sikap saya pada anda sama seperti saya bersikap pada Pak Dean, Pak. Sikap saya dengan teman-teman saya berbeda karena kami sama-sama karyawan biasa yang jelas berbeda dengan anda dan Pak Dean." Claire dan Reinaldy sibuk dengan pembahasan mereka hingga tidak sadar sedari tadi ada sepasang mata yang menatap keduanya begitu serius.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN