Pagi itu ruang sekretaris petinggi Reins terisi lengkap. Masing-masing sekertaris menduduki meja kerja mereka masing-masing.
Om Reno sebagai sekretaris Reiner Algantara yang menjabat sebagai Komisaris,
Peter sebagai sekretaris Ghandi Alfarezi yang menjabat sebagai Direktur utama,
Claire sebagai sekretaris Dean Alfarezi yang menjabat sebagai Direktur Operasional,
Erica sebagai sekretaris Josh Willem yang menjabat sebagai Direktur Supply Chain
Mario sebagai sekretaris Gilbert Fork yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran,
Robert sebagai sekretaris Reinaldy Putra Algantara yang menjabat sebagai Direktur Keuangan.
Keenam sekretaris itu memiliki tugas dan tanggung jawab mereka masing-masing terkait pekerjaan atasan mereka namun walau demikian keenamnya saling berhubungan karena keenamnya sering bertemu karena mereka harus meeting membahas mengenai banyak hal yang dilakukan Reins.
Reno dan Peter jarang seharian berada di kantor karena mereka akan selalu mengikuti atasan mereka. Namun Reno dan Peter jarang berada di kantor karena atasan mereka masing-masing pun jarang berada dikantor kecuali sesuatu yang penting terjadi atau ada meeting yang mengharuskan kehadiran keduanya. Reiner Algantara dan Ghandi Alfarezi memutuskan bekerja melalui rumah dan datang ke kantor jika diperlukan saja dan hal ini yang mendasari Reno dan Peter jarang berada di kantor karena mereka bekerja di kediaman atasan mereka masing-masing.
Ruangan yang hening mendadak ramai ketika Reno dan Peter pamit meninggalkan ruangan menyisakan keempat sekretaris muda yang kini sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
"Rob, aku sudah compile data Everest Construction dan mengirimkannya ke email kamu. Tolong di cek dulu sebelum menyerahkannya ke bos kamu ya. Sepertinya bosku serius ingin bos kamu mempertimbangkan soal Everst Construction."
Pria bernama Robert yang ternyata seusia dengan Claire itu pun mengangguk."Thank you, Claire. Nanti akan aku cek. Aku harus mengecek jadwal Pak Reinaldy dulu karena beliau ingin mendatangi kantor Reins di New York."
Claire mengangguk dan kembali fokus pada pekerjaannya. Reins Company memang sudah memiliki beberapa cabang dan mengakuisisi beberapa perusahaan sehingga berada di bawah naungan Reins Company. Jelas pekerjaan Reinaldy tidaklah mudah karena ia harus menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan juga melakukan pengecekan dan pengawasan supaya nyawa Reins company tetap aman.
"Oh.. ya... Claire... Siang ini Pak Reinaldy ada makan siang bersama dengan Pak Dean, betul?" Robert bertanya pada Claire.
Claire mengangguk, "Aku sudah reservasi satu ruangan VIP di restoran yang Pak Dean pilih. Aku sudah kasih infonya ke kamu, kan?"
Robert mengangguk, "Tapi Pak Reinaldy bilang dia ingin kita ikut makan siang itu, Claire. Sepertinya kita akan lunch meeting soal Everest Construction itu."
Claire memasang wajah lesu, "Harus ikut? Aku pikir siang ini aku bisa makan siang dengan tenang bersama dengan Erica dan Mario saja?"
Robert terkekeh, "Beberapa hari menjadi sekretaris Pak Reinaldy, aku belum mengenal kata makan siang dengan tenang."
Semua orang terkejut mendengar ucapan Robert dan Mario langsung mengkonfirmasi ucapan Robert barusan, "Kamu baru beberapa hari menjadi sekretaris Pak Reinaldy? Aku pikir kamu ini sudah lama bekerja bersama dengannya. Kalian terlihat begitu kompak."
Claire dan Erica mengangguki ucapan Mario sementara Robert terkekeh, "Tidak. Hari pertamaku bekerja bersama Pak Reinaldy adalah hari pertama Pak Reinaldy bergabung dengan perusahaan ini."
"Aku harap kamu bertahan. Aku tidak mengenal Pak Reinaldy tapi sejauh ini bos-bos di sini cukup gila kerja. Kalau kamu burnout kamu bisa menggunakan metode Claire–"
Claire mendengus, "Apa hubungannya denganku? Kenapa kamu malah bawa-bawa namaku? Memangnya metode apa yang kamu maksud?"
Mario terkekeh, "Metode kamu kalau burnout pasti melakukan hal ajaib, Claire... Mengajukan beberapa pertanyaan sekaligus bahkan yang paling epic kamu berubah profesi dari sekretaris menjadi office girl secara mendadak..."
Erica tertawa kecil melihat tingkah jahil Mario sementara Claire merotasi bola matanya. "Mengambilkan minum untuk kalian bukan berarti menjadi office girl. Pendidikan tinggimu tidak membuat kamu memahami jobdesk sebuah profesi dengan baik rupanya. Aku jadi ragu pendidikan tinggimu hasil kerja kerasmu sendiri, Mar."
Robert menatap Claire dengan wajah takjub mendengar ucapan wanita itu yang di ucapkan dengan nada sinis dan pemilihan kata-kata yang cukup tajam.
"Kamu harus mulai terbiasa, Rob. Jangan ada yang diambil hati atas setiap perkataan yang ada di dalam ruangan ini. Claire memang memiliki mulut yang tajam saat wanita ini tidak senang akan sesuatu. Kamu sudah terbiasa dengan mulut tajamnya yang mampu menebas perasaan seseorang itu," ucap Erica dengan nada santai sambil menatap Robert.
Claire mendengus, "Itu hanya berlaku pada orang-orang menyebalkan seperti kamu, Mar. Aku tidak menjahili kamu tapi kamu malah bertingkah. Sepertinya memang kalo kamu enggak jahil sehari saja badan kamu bisa gatal-gatal."
Erica tergelak dengan kata ketus yang keluar dari mulut Claire lalu menatap Robert, "Kamu harus terbiasa dengan situasi dan kondisi di sini dan yang paling penting jangan ambil hati apapun yang terjadi di dalam ruangan ini. Apa yang terjadi di dalam ruangan ini tetap di ruangan ini. We need to keep it."
Robert terkekeh mengangguk pelan membiarkan Mario dan Claire melanjutkan perdebatan mereka yang sebenarnya tidak berguna itu.
***
"Rasanya kepalaku ini mau pecah setelah mendengarkan pembahasan akuisisi tadi. Aku bisa membayangkan bagaimana repotnya pekerjaan kita nanti."
Claire mengeluh ketika ia dan Robert pindah ke meja lain karena kedua atasan mereka mau membahas hal yang bersifat pribadi. Robert terkekeh mendengar ucapan Claire. Bukan hanya kepala wanita itu saja yang mau pecah. Robert pun merasakan hal yang sama. Rencana akuisisi Everest Construction rupanya bukan sekedar omong kosong karena semua nampak sudah serius memikirkan hal ini. "Kamu harusnya sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini, kan?"
Claire menggelengkan kepalanya, "Sepanjang aku bekerja bersama dengan Pak Dean, ini pertama kalinya. Ternyata cukup rumit."
"Semoga bos-bos kita bisa mengakuisisi Everest Construction dengan lancar. Karena mendengar pembahasan mereka tadi ada pihak lain yang juga mempunyai niat yang sama tapi dengan cara curang."
Claire terdiam, "Dalam dunia bisnis memang terkadang tidak semua bisa berjalan dengan lurus. Suap sana sini itu hal biasa demi mencapai tujuan."
Robert mengangguk membenarkan. Claire pun kini mulai bertanya mengenai perjalanan karir Robert sebelum bergabung dengan Reins dan keduanya nampak seru dengan pembahasan mereka hingga keduanya tidak sadar kalau sepasang mata memandangi keduanya dengan begitu serius.
Dean Alfarezi baru saja kembali dari toilet dan mengerutkan alisnya melihat Reinaldy tidak sadar akan kedatangannya karena sedang sibuk menatap Claire yang sedang tertawa bersama dengan Robert. Dean pun duduk di kursinya dan berdeham demi mendapatkan perhatian Reinaldy. "Rei, aku peringatkan jangan bermain-main dengan sekretarisku."
"Dia benar-benar juniorku sewaktu sekolah, Kak. Aku sudah membaca data dirinya yang perusahaan miliki dan hasilnya benar. Dia satu sekolah denganku dulu dan dia juniorku. Aku tidak salah ingat."
Dean menatap ke arah Claire dan mengangkat sebelah alisnya sebelum kembali menatap Reinaldy, "Kalau benar begitu apa alasan Claire bersikap seperti itu? Dia mengaku tidak mengenal kamu sedangkan kamu saja masih mengingat dia dengan baik."
Reinaldy terdiam beberapa saat memandangi Claire yang sibuk tertawa dengan Robert, "Aku melakukan kesalahan, Kak..."
Dean mengerutkan alisnya, "Maksudnya?"
"Aku dulu pernah melakukan kesalahan pada Claire tapi aku sudah meminta maaf dan mengajaknya memulai semua dari awal. Aku ingin memiliki hubungan yang baik karena bagaimana pun kami akan sering berinteraksi soal pekerjaan. Aku pikir akan canggung kalau kami terus seperti ini."
Dean mengangguk pelan mendengarkan penjelasan Reinaldy. Reinaldy tidak mau menjelaskan apa yang sudah terjadi membuat Dean menjadi penasaran apa yang sudah terjadi diantara mereka berdua sebenarnya. Dean pun menatap ke arah sekretarisnya yang sedang berbincang dengan sekretaris Reinaldy. Keduanya nampak akrab satu sama lain padahal mereka baru saling mengenal beberapa hari lamanya. Mungkin ia harus mencari tau dengan bertanya pada sekretarisnya itu.
***
"Akhirnyaaa....."
Claire merenggangkan tubuhnya setelah mengerjakan sederet pekerjaannya hari ini. Robert, Erica dan Mario sendiri sedang tidak ada ditempat karena sedang bertugas menemani atasan mereka masing masing sehingga setelah makan siang, Claire duduk diam di dalam ruangan itu seorang diri karena hari itu Dean sudah meninggalkan kantor lebih dulu karena ada acara keluarga. Meski Dean sudah pulang lebih dulu, Claire tetap dikantor karena ia perlu membereskan pekerjaannya. Banyak laporan yang perlu Dean setujui namun sebelum disetujui Dean, Claire melakukan pengecekan terlebih dahulu sekedar pengecekan penulisan atau penulisan nama bosnya sendiri. Setidaknya saat sampai di meja Dean, pria itu hanya perlu mengecek klausul perjanjian dan menandatanganinya.
Claire menyimpan pekerjaannya dan merapihkan barang-barangnya. Wanita itu sudah bersiap untuk pulang ketika pintu ruangannya terbuka dan Claire spontan menoleh untuk mengecek siapa yang membuka pintu.
Kenapa dia bisa ada disini?
Reinaldy masuk ke dalam ruangan, "Kamu sudah mau pulang?"
Claire dengan sopan menganggukkan kepalanya, "Iya, Pak. Sudah jam pulang dan pekerjaan saya sudah selesai."
Reinaldy mengangguk pelan, "Oke, kita pulang sama-sama ya."
Claire mengerutkan alisnya, "Kenapa saya pulang sama bapak?"
Reinaldy menggaruk tengkuk lehernya sambil meringis, "Saya mau anter kamu pulang."
Claire mengerutkan alisnya semakin dalam, "Kenapa bapak mau anter saya pulang?"
Reinaldy kehabis jawaban. Pria itu pun cemberut karena sikap Claire ini, "Kamu bisa tertawa lepas sama Robert tapi kalau sama saya kenapa jadi begini? Saya rasanya sedang menghadapi guru killer dikelas dulu."
Claire memandang Reinaldy dengan pandangan datar.
Reinaldy meringis, "I just want to be your friend, Claire. Please, Let me be your friend..."
Claire pun mengangguk pasrah. Claire takut kalau ia tetap menolak nanti ego pria itu terluka sehingga Claire kali ini mengalah.
"Baiklah, Pak. Boleh saya minta waktu sebentar membereskan barang-barang saya?" tanya Claire dengan nada sopan.
Senyum Reinaldy pun mengembang sempurna dan pria itu menganggukkan kepalanya. "Saya tunggu di depan."
Claire mengangguk sopan dan sepeninggal pria itu, Claire kembali melanjutkan kegiatannya dan begitu selesai Claire keluar dari ruangannya dan mendapati Reinaldy sedang menunggunya dengan berseder di tembok sebelah pintu ruangannya sambil menatap ponselnya.
"Sudah?" tanya Reinaldy memastikan.
Claire pun mengangguk dan Reinaldy pun berjalan menuju kearah lift diikuti oleh Claire. Reinaldy memecet tombol lift turun menuju parkiran dan selama menunggu lift terbuka keduanya hanya diam. Claire diam karena tidak ingin berbicara sementara Reinaldy diam karena ia bingung harus membahas apa.
Ketika pintu lift terbuka, Claire membulatkan matanya, "Pak Dean... Bapak kembali lagi ke kantor?"