Malam sudah larut namun lampu di ruang direktur keuangan Reins Company masih menyala. Reinaldy Algantara masih berada di kantornya padahal hari ini adalah hari pertamanya bekerja di Reins. Rasa penasaran membuat Reinaldy tidak bisa menahan dirinya untuk mencari tahu mengenai sekretaris Dean Alfarezi itu. Reinaldy pun meminta data Claire Alastair dan mulai membaca data diri yang berhasil ia dapatkan itu.
Sedari awal Reinaldy yakin Claire adalah wanita yang sama dengan wanita yang ia kenal semasa sekolah dulu. Claire adalah adik kelasnya walau penampilan mereka jauh berbeda. Claire yang ada di dalam ingatannya adalah seorang anak perempuan dengan kaca mata yang membingkai wajahnya dan juga badan kurus yang sama sekali tidak menarik namun interaksinya dengan anak perempuan itu terakhir kali membuat Reinaldy tidak bisa melupakan anak perempuan itu.
“Apa ini?” Reinaldy bertanya dengan wajah bingung ketika Claire menyodorkan sebuah ponsel keluaran terbaru dihadapannya.
“Ini hadiah atas keberhasilan kamu menjadikan saya pacar kamu. Kamu sudah dapat hadiahnya jadi urusan kamu dan saya sudah selesai. Jangan lagi mendatangi saya dan mengusik kehidupan saya. Saya tidak pernah mau jadi pusat perhatian seperti yang kamu pikir.”
Reinaldy terdiam. Matanya menatap lurus ke bola mata Claire yang memancarkan kebencian padanya. Lidahnya seakan kaku untuk bergerak dan memproduksi kata-kata untuk menanggapi ucapan Claire. Pria itu hanya diam memandangi Claire yang berjalan menjauh meninggalkan dirinya tanpa menoleh lagi ke belakang.
Reinaldy membaca dengan teliti data diri Claire yang dimiliki perusahaan dan Reinaldy tersenyum puas. Ingatannya memang tidak salah. Claire memang wanita yang sama dengan wanita yang berhasil membuatnya merasa bersalah tanpa bisa meminta maaf karena Claire menghilang setelah mengatakan bahwa ia mengetahui semuanya.
Semasa sekolah, Reinaldy memang bukan anak baik-baik. Reinaldy dan teman-temannya sering mengadakan taruhan hanya untuk bersenang-senang dan Claire pernah menjadi objek taruhan dirinya bersama dengan teman-temannya saat itu. Rasa bersalah sempat bersarang dalam diri Reinaldy namun seiring berjalannya waktu Reinaldy melupakan Claire sampai pria itu kembali bertemu dengan Claire di ruangan kerjanya. Reinaldy tidak menyangka kalau ia akan kembali bertemu dengan Claire dan Reinaldy rasa kali ini ia harus meminta maaf atas kelakuannya di masa lalu.
***
Claire baru saja selesai membersihkan dirinya lalu masuk ke dalam kamar tidurnya yang berukuran kecil itu. Claire merebahkan dirinya karena rasa lelah mendera dirinya. Wanita itu menatap langit-langit usang kamarnya. Claire tidak pernah menyangka kalau hari ini ia akan kembali bertemu dengan pria itu. Claire sudah tahu kalau seniornya itu dulu mendekatinya dengan maksud tertentu tapi seiring kedekatan mereka Claire berpikir mungkin prasangkanya tidaklah benar dan ketika ia mendengar kenyataan yang terjadi Claire merasa bodoh. Ia marah karena ia bodoh tidak mempercayai perasaannya sendiri.
Kehidupan Claire saat anak-anak memang jauh dari memori indah hingga kondisinya membentuk kepribadian Claire. Semasa sekolah Claire menjadi orang yang tidak pandai bergaul karena memiliki tipe kepribadian introvert. Ia lebih suka menyendiri karena berada di keramaian akan membuat energinya terkuras habis. Claire menyukai ketenangan dan segala sesuatu yang tertata rapi hingga Reinaldy datang merusak segala ketenangan yang ia miliki. Hari-harinya di sekolah tidak pernah sama lagi.
Jam sudah menunjukkan waktunya Claire untuk tidur. Wanita itu pun sudah hendak memejamkan matanya ketika ponselnya berbunyi. Claire pun segera bangkit dari tidurnya dan mengambil ponselnya dengan segera. Claire pun mengerutkan alisnya ketika sederet nomor yang tidak ia kenal muncul dilayar ponselnya melakukan panggilan masuk. Dengan berhati-hati Claire mengangkat panggilan itu.
“Hai, Claire... Kamu sudah tidur?”
Claire mengerutkan alisnya mendengar suara yang terasa asing di telinganya. “Maaf, dengan siapa ini?”
“Reinaldy... Kamu belum menyimpan nomor ponselku?”
Claire memejamkan matanya beberapa saat menahan diri mengumpat karena kecerobohannya sendiri.
“Claire...”
Claire berusaha menguasai dirinya dan tetap bersikap formal, “Ya, Selamat malam, Pak Reinaldy... Ada yang bisa saya bantu?”
“Aku ada di depan gedung flat kamu. Bisa kita bicara?”
Claire membulatkan matanya mendengar ucapan Reinaldy dan spontan berdiri dari posisi duduknya karena kaget, “Anda ada dimana?”
“Di depan flat tempat tinggal kamu. Ada yang perlu kita bicarakan. Keluarlah sebentar.”
Panggilan terputus. Reinaldy menutup panggilan secara sepihak dan Claire mengumpat kencang karena apa yang pria itu lakukan. Bagaimana bisa hidupnya yang tenang kembali gonjang-ganjing karena kemunculan pria yang sama untuk kedua kalinya. Claire perlahan keluar dari kamarnya. Claire perlahan keluar dari rumah dan benar saja di depan rumahnya ada Reinaldy Algantara yang sudah berdiri bersandar pada mobilnya sendiri.
Claire berusaha bersikap setenang mungkin namun terlihat gagal. Wanita itu tersenyum namun kalimat yang diucapkan penuh penekanan seakan sedang berusaha menahan emosi. “Apa yang sedang Anda lakukan? Bagaimana Anda bisa mengetahui tempat tinggal saya dan untuk apa Anda mendatangi saya selarut ini? Ini bukan jam kerja.”
Reinaldy tersenyum melihat reaksi Claire. Claire ini mengaku kalau ia adalah orang yang berbeda dari wanita yang ia kenal dulu namun reaksi ini adalah reaksi yang sama yang pernah Reinaldy dapatkan dulu. “Kamu tidak berubah. Kalau bertanya itu satu-satu, Claire.”
Ucapan Reinaldy spontan membuat Claire malu sendiri. Claire yang panik memang akan langsung mengeluarkan apa yang ada di kepalanya tanpa menunda-nunda sehingga munculnya berbagai pertanyaan dalam ucapannya.
Reinaldy pun tersenyum melihat reaksi Clarie, “Aku sudah mengetahui kalau kamu adalah Claire Alastair yang sama dengan Claire yang menjadi pacarku dulu.”
Claire terdiam beberapa saat. Ia mengepalkan kedua tangannya berusaha mengendalikan diri. “Anda salah ingat. Saya...” Claire berusaha konsisten dengan jawabannya.
“Kamu bersekolah di Commonwealth School tapi sebelum akhri pada tahun pertama kamu pindah. Waktu itu aku bertanya-tanya kemana kamu pergi tapi setelah melihat data diri kamu sekarang aku paham kepindahan kamu ternyata karena keluarga kamu pindah ke Brooklyn.”
Claire terkejut mendengar apa yang Reinaldy jabarkan barusan. “Bagaimana Anda bisa...”
“Algantara adalah namaku, Claire. Kamu tidak mungkin berpikir kalau akan aku kesulitan mendapatkan data diri kamu dari bagian HR, kan? Reins itu milik keluargaku. Kamu sungguh tidak mengingat aku sama sekali? ”
Sombongnya manusia ini. Cih!
“Saya tidak mengingat Anda sama sekali.” Claire tetap konsisten dengan pengakuannya.
Reinaldy menghela nafas panjang, “Baiklah. Aku mencoba mengerti keputusan kamu. Masa lalu kita memang tidak begitu baik. Aku akui aku salah di masa lalu dan aku minta maaf. Saat itu aku belum sempat meminta maaf pada kamu karena keesokan harinya kamu sudah tidak ke sekolah dan aku sama sekali tidak memiliki nomor kontek kamu. Aku menjadikan kamu pacar hanya karena taruhan jadi saat itu tidak penting bagiku memiliki nomor kontek kamu.”
Claire terdiam. Pengakuan jujur Reinaldy jelas menggores hatinya. Claire sama sekali tidak jatuh hati pada Reinaldy karena Claire tahu Reinaldy adalah biang masalah. Orang kaya seperti Reinaldy sama sekali bukan tipenya. Ia tidak mau mengulangi kisah kedua orang tuanya. Namun mendengarkan pengakuan secara langsung mengenai dirinya yang hanya menjadi bahan taruhan rasanya cukup menyakitkan karena hal itu mengingatkannya pada kebodohannya sendiri.
Claire menarik nafas dalam-dalam berusaha mengatur emosinya sendiri, “Saya tidak paham apa yang Anda ucapkan. Saya serius. Anda salah orang. Saya bukan orang yang Anda maksud. Permisi.”
Claire memutar tubuhnya meninggalkan Reinaldy yang masih diri berdiri ditempatnya sambil mengepalkan tangannya. Reinaldy sadar kesalahannya memang bukan masalah kecil tapi ia hanya berniat meminta maaf apa respon wanita itu harus seperti ini?
***
Kedatangan Reinaldy membuat Claire duduk di lantai sambil memeluk lututnya sendiri. Ingatan akan masa lalunya kembali muncul. Saat itu ia masih sangat muda. Usianya masih enam belas tahun ketika ia harus dihadapkan dengan kenyataan kalau ia harus pindah dari tempat yang selama ini ia tinggali.
“Claire, kita harus pindah. Mama mendapat kabar kalau papa kamu ada di Brooklyn.”
Claire melongo mendengar ucapan Mama Judith. Ia baru berusia enam belas tahun tapi ia tahu pindah tempat tinggal bukanlah sebuah perkara mudah. Bagaimana dengan sekolahnya? Ia tidak mungkin pindah begitu saja. Mama Judith pergi meninggalkan Claire seorang diri untuk berkemas namun Claire masih kebingungan.
Maria tetangga mereka datang berkunjung dan Claire menceritakan kebingungannya. “Ikutlah dengan Judith pindah. Aku akan membantu mengurus kepindahan sekolahmu di sini. Siapa tahu kamu bisa menemukan papamu dan kehidupanmu bisa berubah lebih baik. Judith selalu bercerita kalau papamu sebenarnya orang kaya. Kamu bisa hidup tanpa khawatir lagi kalau kamu bertemu dengan Jared. Aku memiliki keluarga di sana. Kamu bisa meminta bantuan keluargaku di sana.”
Claire terdiam. Ucapan Maria membuat Claire yang masih muda itu tidak pikir panjang lagi mengikuti keinginan Judith namun sialnya ia tidak berhasil menemukan pria yang katanya ayah kandungnya. Claire kesal namun untungnya pendidikannya tidak berantakan. Hanya pendidikannya yang bisa menyelamatkannya nanti. Ia tidak ingin berakhir menjadi pekerja serabutan. Ia harus berjuang untuk dirinya sendiri.
Claire baru sadar. Mungkin... Tuhan tidak sejahat itu padanya... Ia masih bisa memiliki pendidikan yang baik dan bisa bertahan sejauh ini. Kini harapan Claire hanya satu. Ia ingin memiliki kehidupan yang baik. Bebas dari membayar hutang-hutang ulah Mamanya lalu lepas dari mamanya yang merongrongnya itu. Ia tidak peduli kalau orang mengatakannya sebagai anak durhaka karena Claire merasa justru di sini ia adalah korbannya. Ia tidak minta dilahirkan tapi ia menanggung semua kesakitan seakan-akan dirinyalah penyebab semua terjadi.
Semalaman akhirnya Claire tidak bisa tidur. Efek pertemuan itu cukup kuat membuka apa yang selama ini Claire coba lupakan. Yang Claire pastikan hanya satu. Kali ini Claire tidak boleh lengah dan membiarkan Reinaldy kembali membuat ulah.