Terbangun di pagi hari tanpa suara alarm yang memekik telinga menjadi tanda kalau sekarang adalah hari tenang untuk Senna. Tak ada adegan bangkit dari ranjang atau berangkat ke kantor dengan terburu-buru karena di kejar waktu. Sebab hari ini adalah hari sabtu, cuaca di luar cerah, begitu pun dengan hati Senna.
Bagaimana tidak, pagi-pagi sekali dia sudah menerima pesan masuk dari Arya. Pria itu mengucapkan selamat pagi dan mengingatkan Senna untuk tidak lupa sarapan.
Dhaffi: be the way, gimana kencan kamu?
Tunggu, rupanya ada pesan dari Dhaffi yang menyempil diantara pesan yang lain.
Kening Senna mengernyit. Untuk apa pria itu kepo dengan urusan kencannya?
Senna: Lancar, Pak.
Ya. Kencannya berjalan dengan lancar. Bahkan ini bisa menjadi pengalaman terbaik Senna dalam melakukan kencan buta. Selain menyenangkan, ternyata Arya juga memiliki kepribadian yang baik. Semalam pria itu mengantar Senna pulang sama ke kosan. Senna kira Arya tidak akan menghubunginya lagi setelah tahu kalau dia tinggal di lingkungan yang kumuh. Nyatanya, pesan dari Arya yang masuk pagi ini cukup menjawab keresahan Senna semalam.
Ting!
Dhaffi: (sent a picture)
Dhaffi: Datang ke rumah saya sekarang. Kalau kamu menolak, saya akan lapor ke polisi dan melakukan visum atas penganiayaan kamu kemarin.
Senna mengurungkan niatnya untuk beranjak turun dari ranjang saat mendengar suara ponselnya berdenting.
Rahang Senna seketika terjatuh usai membaca isi pesan dari atasannya itu. Dhaffi mengirim sebuah foto hidungnya yang masih lebam akibat terbentur kepalanya saat di ruang rapat kemarin. Dan apa yang pria itu katakan? Lapor polisi? Melakukan visum? Penganiayaan?
Berlebihan sekali Pak Duda yang satu ini!
Padahal jelas-jelas kemarin kejadiannya tidak seperti itu. Senna tidak sengaja menabrak wajah Dhaffi, dan pria itu juga tidak terluka parah sampai harus membawa kasus ini ke pihak polisi.
Dhaffi: Saya butuh bantuan kamu untuk menjaga Kenzie hari ini.
Satu pesan Dhaffi menyusul masuk. Senna memutarkan bola matanya spontan, dia menghela napas panjang, merasa lega. Ternyata Dhaffi hanya membutuhkan bantuannya saja, tapi tidak usah pakai mengancam segala!
Beruntung Senna tidak jantungan.
Senna: Iya, Pak, nanti siangan ya saya ke rumah.
Ritual wajib hari Sabtu adalah bersih-bersih kosan. Jadi Senna meminta jeda waktu.
Dhaffi: Tidak bisa. Supir saya sudah on the way ke kosan kamu.
Alamak!!!
Tanpa membalas pesan, Senna langsung melompat dari ranjang dan berlari cepat ke dalam kamar mandi. Dia paling tidak bisa membuat orang lain menunggu, makanya Senna harus segera rapi sebelum Pak Hadi datang.
* * *
Kenzie sudah tampan dengan kemeja dan celana bahan selutut yang ia kenakan. Saat Senna datang, anak itu sudah mandi dan sedang makan sarapan bersama Minah. Namun selesai menyuapi Kenzie, Minah dibolehin pulang sama Dhaffi karena sebenarnya hari ini Minah libur.
"Sudah siap, sayang?" Dhaffi muncul dari belakang dan mencuri kecupan di pipi Kenzie. Membuat Senna yang sedang memangku Kenzie spontan terkejut. Wajah Dhaffi melintas dengan begitu indahnya tepat di depan mata.
Usai memberi kecupan dan mendusel gemas di sela leher Kenzie, Dhaffi berdiri di hadapan Senna sembari mengaitkan kancing kemejanya yang belum terpasang. Dan lagi-lagi Senna mendapatkan asupan mata. Sepertinya Dhaffi sengaja ingin pamer ketampanan agar Senna pingsan.
"Hari ini saya sama Kenzie mau ke rumah Mama saya." Dhaffi berkata sambil memandang Senna dalam.
"Saya harus ikut, Pak?"
"Of course. Kamu yang jaga Kenzie."
Senna menarik napas dalam. "Oke," Pasrah Senna. Dia memang tidak pernah menerima tawaran Dhaffi untuk menjadi babysitter Kenzie, tapi Senna ingat ancaman pria itu. Makanya dia tidak berani untuk menolak.
Dhaffi tersenyum puas. Dia berjalan menuju kamarnya dan keluar sambil menentang tas yang Senna tebak berisi perlengkapan Kenzie, seperti popok, s**u dan baju ganti.
"Ayo," ajak Dhaffi sembari menyambar kunci mobilnya yang tersedia di atas bupet.
Senna beranjak bangkit, berjalan mengekori Dhaffi sembari menuntun Kenzie. Anak itu sedang gemar belajar berjalan.
"Kamu ngapain?" tanya Dhaffi saat Senna membuka pintu mobil bagian jok belakang.
Senna menoleh, "Mau naik."
"Duduk di depan. Saya bukan supir kamu," ketus Dhaffi kemudian ia masuk ke dalam mobilnya lebih dulu.
Kening Senna mengernyit. Merasa aneh tapi malas untuk protes. Alhasil, segera di membuka pintu sebelah supir dan duduk manis di sana.
"Kamu mau duduk sambil pangku Kenzie?" Dhaffi menatap datar Senna. Gadis itu memang menuruti perintahnya, tapi dia membuat kesalahan karena membiarkan Kenzie duduk dipangkuannya.
"Iya, Pak," jawab Senna dengan polos.
Dhaffi menghela napas jengah. "Kenzie duduk di car seat supaya aman. Kamu duduk di sini temani saya," jelas Dhaffi tampak menahan kesal.
Senna menghembuskan napas melalui mulutnya. Dia pun tampak lelah mendengar perintah Dhaffi yang setiap menit menyapa telinga.
Suasana kikuk menemani disepanjang jalan. Kenzie sudah duduk dengan nyaman di car seat belakang, sementara Senna duduk di sebelah Dhaffi yang sedang menyetir.
"Kamu sudah sarapan?" Suara Dhaffi memecahkan keheningan. Bertanya ke Senna yang asik bermain ponsel.
Senna menoleh, lalu menatap sekitarnya seolah bertanya apakah pertanyaan yang Dhaffi lontarkan tertuju untuknya? Tapi tidak mungkin juga Dhaffi bertanya ke Kenzie, 'kan?
"Saya nanya ke kamu, Senna." lanjut Dhaffi peka dengan ekspresi Senna yang kebingungan.
"Oh..," Senna tersenyum bak orang bodoh. "Sebenarnya belum sih, Pak, saya baru bangun tidur pas bapak ngechat saya." Imbuh Senna berterus terang.
Dhaffi melengos ke Senna sesaat sebelum pandangannya mengarah ke depan lagi. "Kenapa tadi nggak sarapan dulu di rumah saya? Saya nggak mau ya kalau kamu nanti sakit gara-gara saya."
"Tenang aja, Pak, saya udah biasa melewati sarapan," jawab Senna santai.
Kembali Dhaffi menoleh, ekspresinya terlihat kaget. "Jangan dibiasakan, itu enggak sehat. Nanti kamu kena asam lambung."
Kedua alis Senna terangkat. Wow!Sebuah kemajuan melihat Dhaffi yang mengkhawatirkannya seperti itu. Biasanya, boro-boro perhatian, ngobrol sama Senna saja dia tampak ogah-ogahan.
Senna tak merespon, dia keburu terperangah ketika mobil Dhaffi memasuki rumah megah dengan halaman yang luas. Melihat rumah Dhaffi saja Senna sudah melongo, apalagi rumah yang saat ini mereka kunjungi. Pagarnya sangat tinggi, halamannya juga luas, belum lagi mobil mewah yang berjejer di Car spot. Senna sampai bertanya-tanya dalam benaknya seberapa banyak harta yang dimiliki oleh sih Tuan Rumah.
Mobil Dhaffi berhenti, pria itu segera melepas seatbelt. Melihat Senna yang masih terdiam, segera Dhaffi menyadarkan gadis itu.
"Cepat keluar, kita sudah sampai," ujar Dhaffi.
Senna mengerjapkan matanya dan segera keluar dari mobil Dhaffi. Tak lupa juga dia membantu Kenzie untuk turun dari mobil.
"Pelan-pelan aja, Sayang," kata Senna yang sedang menuntun Kenzie mengikuti langkah besar papanya. Kenzie tampak excited dan tidak sabar untuk bertemu dengan neneknya.
"Kenzieee!" Suara cempreng menyapa telinga mereks bertiga tepat sedetik setelah pintu coklat besar itu terbuka. Seorang wanita paruhbaya cantik muncul dari sana dan langsung membawa Kenzie ke dalam gendongannya.
Senna tidak dapat menahan senyumnya melihat pemandangan manis itu. Dari pancar mata dan raut bahagia yang wanita itu tunjukan terlihat jelas rasa sayangnya ke Kenzie.
"Mam--Mamm--" Kenzie menangis, dia memberontak dan mengulurkan tangannya ke arah Senna. Seakan minta untuk diselamatkan.
"Eh, eh, eh," Wajiya itu tampak kelimpungan karena Kenzie memberontak, beruntung Dhaffi langsung mengambil alih Kenzie dari gendongannya.
“Kenapa enggak mau sama Oma?" Dia, Diana, mamanya Dhaffi, bertanya dengan nada sedu.
"Mam-mam..," Kenzie memberontak lagi, bukan Dhaffi yang dia mau. Melainkan Senna.
"Sen, dia mau sama kamu," ujar Dhaffi sembari mendekati Senna yang masih terpaku di depan pintu.
Diana terdiam memandang Kenzie yang meredakan tangisannya ketika berada di pelukan gadis asing yang datang bersama Dhaffi, ah dia belum sempat menyapa gadis itu. Kening Diana mengernyit tampak bingung. Perlahan kakinya melangkah mendekati Senna.
Mata Diana memandang Senna lurus dan tampak kejut, terbata dia bertanya. "Kenzie.., manggil kamu apa tadi? Mama?"