8. Dhaffi Marah?

1159 Kata
"Nna, anjir ada Pak Dhaffi!" pekik Selly saat matanya mendapati Dhaffi yang masuk ke dalam kafetaria bersama Sarah. Senna menoleh ke pusat mata Selly, gadis itu tidak menunjukkan reaksi apapun. "Kemarin juga Pak Dhaffi makan di sini," jawab Senna membuat Selly menatapnya kaget. "Serius?" tanya Selly tak percaya. Masa iya sekelas Dhaffi makan siang di kantin kantor? Senna mengangguk dan melanjutkan makannya. Mencoba acuh dengan suasana sekitar yang mulai gaduh karena kedatangan center visual kantor mereka. "Iya, sampai Mbak Melati juga makan di kantin," Selly tertawa kecil. "Wah, berarti Pak Dhaffi pembawa berkah buat Ibu kantin," sahutnya asal. Tatapan Selly kembali jatuh ke Dhaffi yang duduk di meja depan, jaraknya agak lumayan jauh dengan mejanya berada. Tapi hal itu tidak menjadi hambatan untuk Selly mencuri-curi pandang. Sebagai pemburu pria tampan, tentu saja Selly tidak lepas dari jerat pesona Dhaffi. Selain tampan, kharisma dan wibawa Dhaffi juga berhasil memikat hati Selly yang hampa. Bahkan diam-diam Selly juga memiliki koleksi foto-foto Dhaffi di galeri ponselnya. Ya, selagi belum ada kabar Dhaffi akan menikah lagi, Selly rasa aman-aman saja untuk mencintai pria itu dalam diam. "Kedip kali, Mbak!" tegur Senna menyadari Selly yang menatap Dhaffi dengan tatapan laparnya. Iya, lapar belaian Dhaffi. Selly terkekeh kecil. "Semoga Pak Dhaffi makan di kantin kantor terus tiap hari, biar gue bisa cuci mata." Senna menggelengkan kepala mendengar hal itu. Dalam hatinya ia menentang permohonan Selly. Jangan sampe deh Dhaffi makan di kantin kantor setiap hari, habisnya setiap pria itu makan di sini, kantin jadi penuh. Tidak tentram dan terasa nyaman seperti sebelumnya. "Be the way, Nna." Selly menghentikan kegiatan makannya, dia mulai berkutik dengan ponselnya. "Temen gue ada yang mau kenalan sama lo," imbuh Selly membuat Senna ikut membatu. "Siapa?" tanya Senna singkat. "Ada deh, kerja di sini juga kok, di Departement sebelah. Ganteng, Nna," jawabnya heboh sendiri. Senna tersenyum kecil, ia kembali melanjutkan makanan sambil mendengarkan Selly yang berbicara lagi. "Dia minta gue buat kenalin ke lo. Kebetulan lo juga enggak punya pacar, 'kan?" Iya, sih.., Senna memang tidak punya pacar, bahkan belum pernah pacaran. Tapi dia insecure kalau harus dikenalin sama cowok ganteng. Bagaimana pun Senna sadar diri, dia tidak secantik dan semodis cewek-cewek zaman sekarang yang perawatan di klinik kecantikan mahal. Senna mah cuma mampu beli skincare yang ramah di kantong asal cocok untuk kulitnya. "Enggak punya, sih, tapi.., memangnya temen Mbak bakal mau sama aku?" Senna itu sangat rendah diri, apalagi setelah mendengar Dhaffi yang mengatakan kalau ia menjijikkan, makin merosot kepercayaan diri Senna. "Kok ngomong gitu sih, Nna? Dia pasti mau lah sama lo, lagian dia sendiri lho yang minta ke gue buat dikenalin ke lo!" "Mbak bohong ya?" Selly menggeram. "Gue jujur, Nna! Lagian lo cantik kok, cuma kurang pede aja!" "Sama kurang dana?" sambung Senna guyon. Selly tertawa kecil. "Mau, ya?" Tak langsung menjawab, Senna memainkan sup iganya sambil menimbang keputusannya. "Memang dia mau dikenalin gimana, Mbak?" "Dia mau ngajak lo jalan," "Kapan?" "Nanti malam." * * * Senna berjalan dengan terburu-buru menuju pantri. Tessa baru saja memberi perintah agar Senna secepatnya mengantarkan minuman ke ruang meeting yang sedang berlangsung. Katanya, para Manajer sedang mengadakan rapat dadakan dengan Dhaffi. Sambil membawa nampan berisi beberapa botol air mineral, Senna berjalan dengan hati-hati menuju ruang meeting. Suasana tegang Senna rasakan ketika kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan dingin itu, terlihat Jefan yang sedang melakukan presentasi di depan sana. Senna mendongakkan wajahnya, ia tertegun kecil saat matanya bertabrakan dengan obsidian Dhaffi yang menatapnya tajam dan penuh kesal. Kaki Senna melangkah mendekat dengan sedikit keraguan, dia gugup karena Dhaffi seolah ingin menghabisinya. Brak!!! “Sial,” umpat Senna dalam hati. Kenapa dia pakai acara menjatuhkan botol segala sih? Senna menundukkan kepalanya, meminta maaf. Segera gadis itu merunduk untuk mengambil botol air yang jatuh ke kolong meja. Setelah botolnya sudah ia dapatkan, Senna kembali menegakan kepalanya, dan bersamaaan dengan itu suara benturan kepala berbunyi keras. Bugh!!! Sial dua kali! Senna tidak sengaja menabrak wajah Dhaffi yang sedang menunduk, dia tidak tahu kalau Dhaffi juga hendak membantunya memungut air. “Argh!” Dhaffi meringis sembari menengadahkan kepalanya ke atas, kedua tangan pria itu menutupi hidungnya yang mengeluarkan darah karena terbentur kepala belakang Senna yang keras. “Astaga, Pak!” Senna panik, yang lain pun juga panik. Bahkan Jefan sampai menghentikan presentasinya sejenak untuk memeriksa keadaan Dhaffi. “Maaf, Pak, saya enggak sengaja,” lirih Senna dengan wajah pucatnya. Jefan menatap Senna penuh benci. “Pak Dhaffi terluka, kita jeda meetingnya lima belas menit,” instruksi Jefan membuat Senna gelisah. Habis sudah riwayat Senna. Gadis itu pasti akan dapat masalah karena sudah mengacaukan meeting. Dhaffi bangkit dari duduknya, dia melenggang pergi sambil terus menahan darah di hidungnya agar tidak menetes keluar. “Kenapa kamu masih di sini? Cepat bantu Pak Dhaffi!” bentak Jefan menatap kesal Senna yang masih mematung di tempatnya. Tersadar, Senna segera mengejar langkah Dhaffi dengan cepat. Semoga saja Dhaffi mau memaafkannya dan dia tidak mendapatkan masalah di kantor. * * * Di sinilah Senna dan Dhaffi berada sekarang, di ruang kesehatan kantor. Setelah dibujuk, akhirnya Dhaffi pasrah dan membiarkan Senna bertanggungjawab atas luka yang diciptakan oleh gadis itu. “Argh! Pelan sedikit!” ringis Dhaffi kesal. Senna menghentikan kegiatan tangannya yang sedang mengobati hidung Dhaffi. “Maaf, Pak,” cicitnya. Dhaffi berdecak, dia kembali mendekatkan wajahnya ke Senna agar mudah gadis itu jangkau. Sementara Senna, dia tergugup, menelan ludah dengan susah payah karena disuguhkan pemandangan seindah pahatan wajah Dhaffi yang digilai oleh banyak wanita. Memang mata wanita tidak pernah berbohong, Senna sampai tidak bisa berkedip saking terpesona dengan lekukan wajah Dhaffi yang terpoles dengan begitu sempurna. Tuhan pasti sedang bahagia saat menciptakan Dhaffi Salendra, atau mungkin saat pembagian wajah Dhaffi maju paling depan. Sebab ketampanan pria itu melebihi standar ketampanan di negara ini. Senna sampai tak mampu mendeskripsikan ketampanan Dhaffi, namun spesifiknya begini: Mata teduh, bulu mata lentik, alis tebal menukik, dan hidung bangir yang cantik, jangan lupakan rahangnya yang tegas dan bibir tipis menggoda. “Senna!” tegur Dhaffi menyetak Senna dari lamunan. “Maaf, Pak,” jawab Senna lalu kembali mengobati luka Dhaffi. Mata Dhaffi menelisik wajah Senna yang tampak gelisah. Dia lantas berdehem, “Kenapa kamu tidak mau jadi babysitter anak saya?” Sepasang alis Senna terangkat. Kenapa Dhaffi jadi membahas soal Kenzie? “Saya enggak punya pengalaman jadi babysitter, Pak.” Dhaffi mendengus mendengar jawaban itu. “Sudah saya katakan kalau kamu hanya perlu bermain dengan Kenzie, dan Kenzie tetap memiliki babysitter utama dia.” Senna menggeleng. “Maaf, Pak, saya tetap enggak bisa.” Tatapan Dhaffi berubah tajam, dia menyentak tangan Senna secara kasar lalu bangkit berdiri. Tanpa mengatakan apapun, pria itu langsung melenggang pergi. “Pak, belum selesai...” Senna menatap kepergian Dhaffi dengan bingung. Dia mendengus. Kenapa Dhaffi jadi kekanakan sekali? Pria itu marah karena dia menolak jadi babysitter Kenzie? DRT. Ponsel Senna berbunyi, segera gadis itu merogoh saku blazzernya dan mengeluarkan benda canggih itu dari dalam sana. Terdapat satu pesan masuk dari Selly. Selly : Cepet balik Nna, Pak Jefan nyariin lo.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN