Senna memandang dirinya dari pantulan cermin dengan ekspresi yang tidak biasa. Kaget sekaligus tak percaya. Tangannya terangkat, mengusap rahangnya yang jauh lebih halus dan lembut. Wajahnya juga jadi lebih bersih dari sebelumnya.
Entah apa yang dilakukan oleh para Dokter kulit kecantikan itu pada wajahnya. Senna tidak menyangka kulit wajahnya berubah secara drastis dalam hitungan jam. Meski lumayan lama, bahkan Senna sampai ketiduran.
"Cantiknya..,"
Senna menoleh, mendapati Diana yang memandangnya dengan binar takjub. Diana juga tidak segan untuk memujinya.
"Tante, ini pasti biayanya mahal banget ya." Senna meringis. Yang ada di otaknya saat ini adalah total biaya perawatan wajahnya. Sampai kinclong begini pasti nominal yang akan dia keluarkan tidak main-main besarnya.
Diana tersenyum kecil, ia merangkum pundak Senna. "Enggak usah pikirin soal uang. Anggap saja ini balasan saya karena kamu sudah menjaga cucu saya." ujar Diana dengan khas bicaranya yang tenang dan halus.
Senna tersentuh. Merasa bersalah dan tak enak hati. Dia menjaga Kenzie dengan sukarela, tidak pernah berharap mendapatkan imbalan seperti ini.
"Yuk ikut saya," Diana menggandeng tangan Senna. Membuat Senna segera bangkit dan pasrah ditarik Diana di sebuah ruangan berbeda. Diana membawa Senna ke ruangan potong rambut.
Diana mendudukan paksa Senna ke kursi, lalu wanita paruhbaya itu sibuk konsultasi dengan hairstylist. Membicarakan rambut model apa yang cocok untuk Senna.
Dan lagi-lagi, Senna dibuat tercengang dengan penampilan baru rambutnya. Rambutnya dipotong sebahu dengan model layer hair cur yang membuat pipi Senna terlihat lebih tirus.
Seakan belum puas mengubah penampilan Senna. Selepas dari Salon, Diana memboyong Senna ke sebuah butik ternama.
Mata Senna tidak bisa berhenti menilai seluruh pakaian mahal di butik ini. Harga memang tidak pernah berbohong. Beberapa kali Senna tersentak kaget dan menggelengkan kepalanya melihat harga yang tercantum di sana. Bagaimana bisa harga baju saja sampai jutaan rupiah?
"Coba kamu pakai ini," Diana memberikan sebuah dress floral selutut berwarna biru awan.
"Tante tapi ini—"
"Sudah sana coba dulu," pungkas Diana sembari mendorong Senna untuk masuk ke ruang ganti baju.
* * *
Mama: Sini ke butik pixie
Dhaffi mendengus, segera dia mendorong stroller Kenzie menuju butik tempat mamanya dan Senna berada. Wajah Dhaffi sudah kusut. Terlampau bete karena hampir lima jam mengelilingi mall bersama Kenzie.
Ini yang membuat dia tidak suka menemani mamanya ke mall. Pasti mamanya itu akan menghabiskan waktu yang lama. Mana Kenzie nangis terus mencari Senna. Beruntung anak kecil itu sekarang sudah tidur setelah Dhaffi ajak bermain di Timezone.
"Ma," Dhaffi memanggil ketika menemukan radar sang Mama yang sedang berdiri di depan baju ganti di sebuah butik.
Diana tersenyum kecil melihat Kenzie yang tertidur pulas di strollernya. Pandangannya lantas menatap Dhaffi yang tampak jenuh.
"Mama kelamaan, ya?" tanya Diana merasa bersalah.
Dhaffi mendengus sebal. "Bukannya lama lagi, untung aku tidak tinggal pulang." balasnya malas-malasan.
Bibir Diana mempout. Menampar kecil lengan Dhaffi. Baru saja Diana mau menyahuti kalimat anaknya itu, namun kehadiran Senna yang baru saja keluar dari ruang ganti membuat dia mengurungkan niatnya.
Diana tercengang, pun dengan Dhaffi yang langsung terdiam melihat penampakan gadis itu saat ini. Obsidian Dhaffi mengintai penampilan Senna dari atas sampai bawah, lalu pria itu meneguk salivanya dengan susah payah.
Cewek itu beneran Senna yang dekil dan kucel? Tapi kenapa sekarang wajah gadis itu jadi berseri-seri?
Barusan itu mamanya membawa Senna ke salon, 'kan? bukan bersemedi di kaki gunung? Namun kenapa Senna bisa berubah jadi cantik dengan instan begini? Aura yang saat ini Senna keluarkan benar-benar berbeda dari Senna sebelumnya. Apalagi rambut gadis itu dipotong pendek, menambah kesan menawan hingga Dhaffi saja sulit untuk memalingkan wajahnya.
Diana melirik ke arah Dhaffi, terbit senyum penuh arti dibibir wanita itu tatkala mendapati Dhaffi yang tampak terpesona dengan penampilan baru Senna. Dalam hati Diana berteriak girang, agaknya rencananya berhasil. Dia berhasil berubah Senna menjadi gadis yang cantik hingga Dhaffi saja terpanah.
"Gimana, Dhaf, penampilan Senna?" tanya Diana menyentak Dhaffi dari lamunannya.
Dhaffi langsung kelagepan, dia membuang wajah dan tampak salah tingkah. "Bi-biasa saja." Astaga. Kenapa Dhaffi sampai terbata begini?
Yang menjadi objek mata menunduk kepala. Senna tahu mau sekeras apapun dia memperbaiki dirinya. Dhaffi pasti tidak akan suka.
Sementara Diana berdecih. Respon Dhaffi yang terlihat gengsi membuatnya kesal.
"Aku ganti aja kali ya Tan, ini terlalu bagus." lirih Senna. Walaupun dressnya membungkus tubuhnya dengan pas, namun Senna tetap tidak nyaman karena harga dress ini terlalu mahal.
"Iya. Dress itu terlalu bagus buat kamu." balas Dhaffi sewot.
"Dhaffi!" geram Diana. Kenapa Dhaffi jadi seperti anak kecil begini sih? 'Kan kasihan Senna jadi tidak percaya diri. Diana menatap Senna, memberi senyum tulus ke gadis itu. "Cocok kok dipakai kamu, Nna. Kamu pakai aja ya, enggak usah ganti baju lagi." kata Diana kemudian dia berjalan menuju kasir. Selain memberi dress yang Senna pakai, Diana juga memberikan beberapa pakaian untuk Senna.
* * *
Dhaffi menghembuskan napas jengah. Badannya terasa pegal dan sangat lelah, namun dia harus tetap fokus karena perjalanan menuju rumahnya masih cukup jauh. Ini sudah jam 12 malam dan mereka baru pulang ke rumah usai mengantar Diana pulang.
Ekor mata Dhaffi melirik ke samping, dia berdecih mendapati Senna yang terlelap dengan begitu puas. Gadis itu juga tampak lelah karena seharian menemaninya membantunya menjaga Kenzie. Diana benar-benar menguras tenaga mereka. Bagaimana tidak, setelah dari mall, Diana memaksa mereka untuk mampir ke taman bermain. Alhasil, mereka harus pulang larut malam karena Kenzie keasikan bermain sampai tidak mau pulang.
Mobil Dhaffi berhenti, lampu merah sedang menyala di depan sana. Melepas sejenak fokusnya dari roda setir, Dhaffi merenggangkan otot bahunya yang terasa keram. Tak sengaja pandangannya menetap ke Senna, mengintai penuh heran wajah Senna yang berubah drastis.
"Eugh.." Tiba-tiba saja Senna melenguh dan bergerak. Membuat Dhaffi langsung melengoskan wajahnya ke arah depan.
Senna membuka matanya samar-samar, gadis itu langsung menegakan badannya saat sadar kalau dia masih berada di dalam mobil Dhaffi. Dalam hati Senna mengutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya ketiduran.
"Nyenyak tidurnya?" tanya Dhaffi mendadak sinis.
Senna meringis. "Maaf, Pak,"
Decihan Dhaffi keluarkan. Pria itu melajukan kuda besinya kembali sebelum membuka suaranya lagi. "Biaya perawatan kamu pasti mahal banget ya tadi," gumam Dhaffi tersirat nada menyindir.
"Saya juga enggak tahu, Pak. Tapi sumpah deh, saya juga enggak enak sama Tante Diana, saya beneran enggak tahu kalau bakal di make over sampe ke pori-pori." sahut Senna dengan cepat. Dia cukup peka dengan maksud pertanyaan Dhaffi, pria itu pasti marah karena ia sudah menguras uang Diana hanya untuk perawatannya. Bukan hanya itu saja, Diana juga membelikan Senna baju baru. Padahalkan Senna bukan siapa-siapanya mereka, tapi Diana sangat baik padanya. Senna sampai heran kenapa sifat Dhaffi dan Diana sangat bertolak belakang.
Iya, Diana baik tidak ketolongan, sementara Dhaffi malah sebaliknya. Eh?
"Tapi kamu tetap aja jelek, padahal Mama saya sudah bayar mahal-mahal," ketus Dhaffi. Ekspresi Senna langsung berubah mendung. Dhaffi ini mulutnya memang boncabe banget, ya?
"Mam-mam..." Mendengar suara tangisan Kenzie. Dhaffi dan Senna spontan menoleh kebelakang, Kenzie terbangun dari tidurnya.
"Kamu sih berisik!" desis Dhaffi.
Senna melotot tak terima. Loh kok jadi dirinya yang disalahin? Tapi Senna senyum saja biar tidak tambah salah.
Mobil Dhaffi menepi, sengaja berhenti karena Dhaffi menyuruh Senna untuk pindah ke jok belakang agar gadis itu kembali menenangkan Kenzie.
"Kita ke rumah saya dulu, kamu tiduri Kenzie dulu." ujar Dhaffi, matanya melirik ke jok belakang, melihat Kenzie yang malah kembali seger karena diajak main sama Senna.
"Tapi nanti saya pulangnya gimana, Pak?" tanya Senna cemas. Ini sudah sangat larut, bahkan transportasi umum saja sudah tidak beroperasi.
"Nanti saya antar pulang, atau menginap di rumah saya juga tidak apa-apa."
Sepasang mata Senna langsung terbuka sempurna. Apa? Menginap?!!