"Apa kau betah berada di sini?" tanya Virni Amanda pemilik perusahaan kosmetik, di mana Alina bekerja sekarang.
"Sejauh ini betah, Kak," jawab Alina dengan senyuman.
"Syukur kalau gitu, karena aku akan fokus di cabang Bali. Kamu yang menghendel di sini," ucap Virni yang mempercayakan semua pekerjaan di Jakarta kepada Alina.
"Kenapa tidak Anda saja yang menghendel pekerjaan di Jakarta, dan saya yang ada di Jogja, Kak?" Alina seolah bernegosiasi karena dia ingin lari dari Abimanyu lagi.
Rasanya di ibu kota terasa sempit untuk sekadar bersembunyi. Alina dan Virni bertemu saat usia Athaya dua bulan. Karena Alina membutuhkan pekerjaan, dia menerima tawaran Virni untuk bergabung di perusahaannya.
Dia bisa belajar mengembangkan bisnis kosmetik, agar kelak, dia bisa membangun perusahaan sendiri dengan label ciptaannya.
"Di Jogja ada saudaraku yang menghendel, Alina. Aku bawa kamu ke sini karena kamu punya pengalaman kerja di Jakarta cukup lama," jawab Virni menatap Alina.
"Semoga aku tidak mengecewakanmu, Kak," ucap Alina.
"Sejauh ini kamu sudah bekerja dengan baik. Nanti kalau perusahaan ini berkembang, aku akan membelikanmu tempat yang lebih nyaman. Agar Athaya dan ibumu bisa menempati hunian yang lebih layak."
"Kami sudah merasa nyaman dengan rumah yang sekarang, Kak. Pokonya terima kasih untuk pekerjaan ini."
"Jangan terus berterima kasih."
Mendadak ruangan itu hening karena keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Alina sebenarnya punya ruangan kerja sendiri. Karena ada masalah kosmetik yang harus di rundingkan, Virni menyuruh Alina datang ke ruangannya.
"Kamu pernah di jodohkan?"
Pertanyaan tiba-tiba dari Virni membuat Alina mendongak menatap wajah rekannya itu dengan bingung. Alina akhirnya menggeleng, sebelum dia bertanya alasan Virni bertanya masalah perjodohan.
"Kenapa, Kak? Apa Kakak dijodohkan?"
"Sepertinya iya. Aku belum tahu pastinya. Hanya saja, obrolan mamaku belakangan ini mengarah ke sana," jawab Virni santai.
Alina mengangguk paham, "Apa Kakak keberatan jika ada perjodohan?"
"Aku bukan wanita yang pemilih kalau soal lelaki. Asal dia seiman dan bertanggung jawab, aku akan pertimbangkan," jawab Virni.
"Semoga lelaki itu klik denganmu, Kak," ucap Alina tulus.
Virni mengangguk, "Aku belum pernah bertemu sekalipun dengan lelaki yang sering diceritakan mama. Besok dia memintaku untuk menemuinya."
"Semoga pertemuan besok lancar, Kak."
"Entahlah. Aku ragu bertemu dengan dia," ucap Virni menatap ragu ke arah Alina.
"Kenapa, Kak?"
"Dia duda punya anak satu," jawab Virni.
Jantung Alina berdetak kencang saat mendengar bosnya menyebut status lelaki yang dijodohkan.
'Kenapa aku harus ingat dia?' tanya Alina dalam hati.
"Kalau Kakak keberatan dengan statusnya, bisa dibicarakan lagi dengan mama." Alina berusaha mencarikan solusi.
"Aku sudah terlanjur ingin bertemu dulu. Kalau pertemuan pertama sudah tidak nyaman, aku juga tidak akan melanjutkan untuk pertemuan selanjutnya," jawab Virni.
Alina paham dengan yang dikatakan bosnya. Dia sudah mengalami semua hal dalam hidupnya, untuk urusan lelaki. Sejak dia dinyatakan hamil, Alina benar-benar membatasi pertemanan dengan lelaki. Hidupnya sudah menjadi pergunjingan para tetangga sejak dia batal pertunangan.
Lalu dia tiba-tiba berhenti kerja dan tinggal di Jogja. Tak lama, dia harus hamil tanpa suami dan tanpa pernikahan. Sejak saat itu, Alina berupaya memperbaiki diri demi kehidupannya, juga sang ibu. Untuk tiga tahun ini, dia merasakan proges yang baik untuk hidupnya.
Sebagai ibu muda tanpa suami, baginya tak masalah. Karena dia berhasil melewati tiga tahun tanpa suami dengan sabar. Untung saja, ibunya tak pernah mengucilkannya, meski dia salah dan dosa. Alya merangkul Alina dan melwati setiap masalah itu bersama.
___
Abimanyu tengah serius mengerjakan beberapa dokumen yang akan di bawa untuk rapat beberapa jam lagi. Pintu ruang kerjanya di ketuk dan dia mempersilakan orang itu masuk.
"Pak ...." Andi menatap ragu ke arah Abimanyu yang menatapnya di kursi kebesarannya.
"Ada apa? Kenapa kamu hanya berdiam di sana?" tanya Abimanyu dengan tatapan malas ke arah asistennya.
"Saya ada kabar mengenai Alina Zahra," ucap Andi setelah melangkah masuk dan berdiri di depan meja kerja bosnya.
"Apa kamu sudah berhasil menemukam identitas barunya?" tanya Abimanyu yang mulai penasaran dengan kehidupan Alina Zahra.
Andi mengangguk, "Dia sudah punya anak lelaki berumur tiga tahun atas nama Athaya Daneswara. Tetapi, dia belum pernah menikah, Pak."
Mata Abimanyu menatap lekat ke arah wajah Andi. Dari tatapan itu terlihat ada keraguan. Keningnya pun, sedikit mengerut seolah sedang berpikir.
"Kau yakin?" tanya Abimanyu tegas.
"Yakin, Pak. Saya ada di sana dua hari, yang satu hari saya gunakan untuk duduk bersama warga di kampung Alina tinggal, Pak."
"Mereka menceritakan semua hal mengenai Alina. Apakah Anda mau mendengarnya?" tanya Andi memberanikan diri menatap wajah bosnya.
Abimanyu mengusap dagu dengan tangan kananya. Tatapan tajam itu terus terarah pada asistennya. "Ceritakan saja. Aku akan menyisikan waktu untuk mendengarnya."
Andi juga di suruh duduk, meski sedikit takut dengan reaksi bosnya, Andi akan menceritakan semua yang dia tahu. Entah ada hubungan dengan Alina Zahra, yang jelas, dari sorot mata bosnya, ada penyesalan yang tak bisa dia jelaskan.
"Alina Zahra sempat bertunangan dengan Dimas Prasetya. Mereka menjalin hubungan lama, namun hubungan mereka kandas karena, Dimas punya wanita lain. Kedua orang tuanya pun bercerai, Alina ikut ibunya, dan ayahnya katanya sudah menikah lagi."
Abimanyu menegakkan tubuhnya, dia mulai tertarik dengan kehidupan Alina di Jogja. "Lanjutkan!"
"Setelah kabar pertunangan yang bubar, Alina kembali ke Jogja karena berhenti bekerja. Tetangganya pun tak mau tahu mengenai alasan berhenti kerja. Tetapi, belum lama di rumah, Alina sudah membuat ulah."
"Dia hamil tanpa seorang suami sampai anak itu lahir. Alina bekerja di usia putranya menginjak satu tahun. Alina terkenal sebagai anak yang ramah, sopan dan pintar. Warga juga tak menyangka, kalau Alina bisa membawa dampak buruk untuk masyarakat."
"Dia dan ibunya sempat di usir, bahkan dikucilkan, Pak. Tetapi, keduanya memilih tinggal dan mengabaikan semuanya. Namun, belum lama ini, mereka pergi entah kemana dan belum ada kembali ke kampung."
Abimanyu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia tahu kisah percintaan dengan Dimas yang hancur. Karena itulah, mereka di pertemukan di sebuah club malam, hingga keduanya menikmati malam panjang.
'Kalau dia lebih sengsara tinggal di Jogja, kenapa dia bertahan? Kenapa dia tak kembali saja ke Jakarta?' tanya Abimanyu dengan hati yang sedih.
"Ini adalah beberapa foto dokumen di KUA setempat, di sana tidak pernah ada daftar nama Alina menikah, Pak," ucap Andi memberikan ponselnya kepada Abimanyu.
Abimanyu mengambil ponsel asistennya, dia mengamati semua gambar mengenai Alina Zahra. Setelah dia puas, dia kembalikan lagi ponsel itu kepada Andi.
"Kerjamu selalu bagus, Andi. Terima kasih, karena kamu selalu bisa diandalkan," ucap Abimanyu tulus.
Andi tersenyum tipis ke arah bosnya. "Saya akan selalu berada di sisi Anda, Pak!"
"Silakan kembali ke mejamu. Dua jam lagi akan ada rapat, aku harap berjalan lancar," ucap Abimanyu.
Andi mulai berdiri menunduk sekilas, kemudian mundur dua langkah, sebelum ia berbalik dan berjalan keluar dari ruangan bosnya. Abimanyu menghela nafas panjang. Dia tak pernah berpikir kalau Alina akan mengalami hal buruk.
"Kalau dia belum menikah, lalu siapa lelaki yang kemarin bersamanya?" Abimanyu mulai bertanya karena merasa janggal.
"Apa dia sengaja melakukannya untuk menghindariku? Apakah benar anak itu—"
Abimanyu berdiri, dia mengumpat dirinya sendiri. Lalu, dia teringat dengan percakapannya dengan mamanya. "Astagafirullah, ada hal yang begitu nyata di depan mata, aku masih saja meragukannya."
Abimanyu semakin merasa kacau, sedangkan pekerjaannya menunggu untuk dia selesaikan. Pikirannya mulai kacau karena teringat Alina dan Athaya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Abimanyu mulai bingung.
Lelaki tampan itu memilih meredakan rasa emosi bercampur kecewa yang menyerangnya. Dia menatap lurus ke arah depan, meski tak ada objek bagus di sana. Diam, hanya diam dengan hati yang mulai paham akan sikap Alina kepadanya.
"Kau takut aku mengetahui kenyataan yang setelah tiga tahun berlalu kau sembuyikan Alina. Kenapa kau lakukan ini? Seharusnya kau datang untuk meminta diriku bertanggung jawab," ucap Abimanyu yang merasa gemas dengan sikap Alina.
Jika wanita lain yang ada di posisinya, tanpa Abimanyu mengulurkan bantuan atau itikad baik pun, mereka dengan sengaja akan memanfaatkan kesempatan yang ada. Sedangkan sikap Alina malah berbading terbalik.
Menit demi menit berlalu, siang itu, Abimanyu masih berupaya bekerja semaksimal mungkin dengan sisa kobsetrasi yang ada. Nyatanya, semua yang dia anggap ragu, bisa diaelesaikan dengan baik. Tentu saja ada peran Andi sang asiaten.
Rapat pun selesai tepat waktu dengan hasil yang memuaskan. Abimanyu masih duduk di ruang rapat, meski satu per satu mulai meninggalkan ruangan itu. Selain ada kenangan terakhir dengan Alina, dia juga akan memberikan perintah untuk asistennya.
"Andi ...."
"Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Cari alamat rumah Alina yang sekarang. Aku dengar, dia bekerja di perusahaan kosmetik. Cari tahu semua yang berkaitan dengan Alina Zahra. Aku beri waktu kamu dua hari!"
"Baik, Pak!" Andi mengangguk setuju.
Setelah tak ada yang dibicarakan lagi, Abimanyu memilih pulang, karena hari sudah sore.
___
"Abimanyu, mama ingin bicara sebentar," ucap Soraya menghentikan langkah putranya.
Meski lelah dan banyak pikiran, Abimanyu tak bisa menolak keinginan mamanya. "Iya, Ma."
Keduanya duduk di sofa ruang tengah, Soraya menganati wajah kusut anaknya. Tetapi, dia juga tak bisa menuda lagi hal yang akan dia bicarakan.
"Naura kan beberapa hari ini pengen punya adik, Anjani juga sudah tiga tahun berpulang. Apalagi yang kamu tunggu?"
Abimanyu menatap serius ke arah wanita yang melahirkannya. Dia sudah merasa bersyukur karena sudah lama, mamanya tak menyinggung mengenai pendamping. Sore ini, akan ada pembahasan ke arah sana lagi.
"Lalu, aku harus gimana, Ma?" tanya Abimanyu dengan wajah lelah.
"Tolong besok temui anak teman mama! Ajak Naura dan biarkan perkenalan ini terjadi. Kalau Naura dan wanita itu bisa klop, tolong jangan egois!"
Abimanyu hanya diam tak menjawab perkataan mamanya.