SEPERTI DALAM LAGU

1812 Kata
Hari ini, seluruh keluarga Bima berkumpul untuk merayakan pengangkatan Nakula menjadi pemimpin organisasi secret service Garda Garuda dan Sadewa didapuk menjadi wakilnya. Tidak hanya itu, keluarga besar Bima juga sedang merayakan keberhasilan Wisnu yang diterima masuk ke UI semetara Yudhistira diterima masuk di ITB. Seluruh keluarga berkumpul di halaman belakang rumah untuk membuat sebuah barbeque party bersama. Kiran dan Sadewa sibuk merapikan meja yang sengaja diletakkan disana. Rama, Arjuna dan Kinan sedang asyik duduk sambil berbagi cerita. Wisnu dan Yudhistira sibuk membuat minuman sementara Krisna dan  Bima sibuk memanggang daging diatas alat pemanggang. Nakula berdiri di teras sedang serius berbicara dengan seseorang melalui HPnya. Setelah pengangkatan Nakula sebagai pemimpin Garda Garuda. Bima memilih mundur dari dunia secret service yang selama puluhan tahun digelutinya. Ia ingin menikmati hari-hari bersama Kiran dan Kinan, dua wanita yang amat sangat disayanginya. Tidak hanya itu, ia ingin sekali membangun sebuah cafe bersama Krisna. Salah satu putranya tersebut kini bekerja sebagai seorang executive chef di salah satu hotel berbintang lima. Bima berdiri di depan alat panggang sambil sesekali membalik daging dan sosis yang sedang dijilat bara api. Krisna juga berdiri disampingnya, ia tersenyum melihat Ayahnya yang tampak serius dengan masakannya. "Kris, daripada kamu bekerja di hotel lebih baik kamu bantu Ayah buka cafe," pinta Bima kepada Krisna. "Kukira bukan ide yang buruk, Yah. Tapi kenapa cafe, kenapa bukan restoran saja?" tanya Krisna penasaran. Kinan tertarik dengan pembicaraan Bima dan Krisna, ia berdiri lalu berjalan mendekati keduanya. "Kerenan cafe, Mas. Nanti aku yang akan mendesign ruangannya. Ya kan, Yah?" Kinan meminta persetujuan sang Ayah. Krisna melirik Kinan, seharusnya ia sadar kalau ini adalah ide Kinan. Tentu saja gadis ini memilih cafe yang lebih cocok menjadi tempat nongkrong anak muda ketimbang sebuah restoran. "Asal gak warna pink aja, Dek. Gak lucu," celetuk Rama tiba-tiba. "Tenang saja, Mas. Aku bakal bikin cafe terkeren pokoknya," kilah Kinan dengan penuh rasa bangga. Krisna berdiri sambil memicingkan mata. Jelas tidak mudah percaya kepada adik bungsunya yang masih saja bersifat manja. Rama mendekati Kinan, ia mengacak-acak rambut adiknya lalu menatap Krisna dengan senyum merekah.  Kinan menangkis tangan Rama, ia memasang muka sebal kepada kakak yang suka jahil kepadanya. "Aku yang merancang ,Mas. Dia cuma nyumbang ide," kata Rama, ia ikut bergabung bersama Krisna, Bima dan Kinan memanggang sosis atau lebih tepatnya memakan sosis yang baru saja matang. Rama baru saja lulus kuliah dari sebuah kampus negeri ternama di Surabaya. Ia mengambil jurusan arsitektur dan kini akan melanjutkan jenjang S2-nya di Inggris. "Nanti aku juga akan membantu di cafe kita. Pokoknya Mas Krisna bisa tenang ngurusi dapur," ujar Kinan bersemangat. Keluarga Bima benar-benar menikmati kebersamaannya, kehangatan terbentuk dan penuh canda tawa. Setelah masakan matang, seluruh anggota keluarga duduk di kursinya masing-masing. Suasana semakin berisik bersama denting pisau dan garpu yang beradu dengan piring mereka lengkap dengan suara Kinan yang mendominasi acara. Nakula duduk berhadapan dengan Kinan, ia menikmati sosis panggang sambil menatap wajah Adiknya. "Gimana sekolahmu, pastikan kamu tidak bikin ulah," kata Nakula penuh penekanan. "Aku udah gak pernah bikin ulah kok. Tanya aja sama Ayah," kata Kinan. "Terakhir aku kesini. Aku nemu surat panggilan orangtua. Kamu nih malu-maluin nama keluarga kita," celetuk Sadewa. "Eh Mas, Aku tuh gak salah. Mas kalo gak tahu duduk masalahnya jangan asal ngomong. Heran, kenapa orang seperti Kak Dewa diangkat jadi wakil," ledek Kinan. Sadewa melempar jeruk tepat mengenai kepala Kinan. Selanjutnya pertengkaran Kinan dan Sadewa mewarnai suasana. Bima hanya menatap dua anaknya yang setiap bertemu selalu adu mulut. Meski demikian, ia selalu merasa senang melihatnya. "Bagaimana persiapan ujianmu Dek. Mas sibuk sekali, jadi gak bisa bantu kamu," ujar Arjuna menghentikan perang mulut kedua adiknya. Arjuna memilih bekerja di sebuah perusahaan IT terkenal, ia kini menduduki jabatan manager di perusahaan tersebut. Kinan menatap wajah kakaknya satu persatu. "Kalian sok sibuk semua. Pokoknya kalo aku gak bisa masuk ke kampus impianku. Itu kesalahan kalian," kata Kinan tegas sambil menunjuk kakaknya satu persatu. "Memang kamu ingin masuk kampus mana, Dek?" tanya Wisnu. "UI," ucap Kinan penuh keyakinan. Seluruh anggota keluarga terhenyak kaget dengan ucapan Kinan. Saking kagetnya, keseluruh keluarga menatapnya tidak percaya. Kinan sangat mengenal ekspresi keluarganya, ia sebal karena untuk kesekian kalinya mereka tidak mempercayai kemampuannya. "Tenang saja. Aku tidak bodoh. Aku yakin bisa kuliah disana," kata Kinan penuh keyakinan. Bima dan Kiran saling memandang, keduanya saling bertukar senyum bahagia menikmati suasana kebersamaan yang kini semakin jarang karena seluruh anaknya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Krisna menatap Kinan, masih saja sulit percaya akan kemampuan Kinan. Kinan menangkap ekspresi yang tampak di wajah Krisna, ia menekuk wajahnya sambil menatap wajah salah satu kakaknya. "Mas Krisna masih gak percaya kalo aku ini bisa melakukan apapun?" tanya Kinan. "Bagaimana bisa percaya. Nilaimu saja selalu masuk lima besar...terendah," celetuk Krisna membuat seluruh kakak Kinan tertawa riang. Kinan menggebrak meja, ia berdiri sambil mengepalkan satu tangannya penuh semangat. "Aku pasti bisa masuk UI. Mas Krisna, Mas Nakula, Mas Juna dan kamu Mas Dewa. Kalian harus membantuku," kata Kinan penuh semangat. "UN tuh dihadapi dulu. Ck ck ck, kadang aku malu punya Adik perempuan satu tapi bodohnya ampun-ampun," celetuk Sadewa. Kinan marah dengan celetukan Sadewa. Ia segera berlari mendekati Sadewa dan hendak memukulnya. Sadewa terkekeh, ia memang sangat senang menggoda adiknya. Ia bangkit lalu berlari menjauhi Kinan, Kinan sangat marah dan terus berlari mengelilingi meja demi mengejar Sadewa.  Keluarga Bima tertawa terbahak-bahak melihatnya. Suasana riuh ramai ini begitu sangat sempurna. *** Malam ini, keluarga Bima berkumpul di ruang keluarga yang juga disulap menjadi kamar tidur beralaskan kasur tipis mengelilingi ruangan. Kinan memeluk Kiran sang Bunda. Sementara Nakula, Sadewa, Rama, Krisna, Arjuna, Wisnu dan Yudhistira berbaring berjajar. Bima ada di sebelah Kiran, duduk bersandar sambil memandang mereka semua. "Ayah Bunda. Kinan bahagia lahir di keluarga ini," kata Kinan dengan senyum merekah. "Ayah juga bahagia ada Kinan melengkapi keluarga ini," kata Bima bahagia. "Kinan senang, punya Mas Nakula, Mas Dewa, Mas Krisna, Mas Rama, Mas Arjuna, Mas Wisnu dan juga Mas Yudhis. Kinan sayang kalian semua," kata Kinan. Ketujuh kakak Kinan tersenyum mendengarnya. Kinan bangkit dan mengambil gitar yang berada di sudut ruangan. Duduk di depan keluarganya lalu memetik gitar dan menyanyikan sebuah lagu yang sangat disukai keluarga ini. Lagu berbahasa Jepang yang sangat dikuasai Kinan dan dinyanyikan penuh penghayatan. Suminareta kono heya wo dete yuku hi ga kita Atarashii tabidachi ni mada tomadotteru Eki made mukau basu no naka Tomodachi ni meeru shita Asa no hoomu de denwa mo shite mita Demo nanka chigau ki ga shita Furui gitaa wo hitotsu motte kita Shashin wa zenbu oite kita Nanika wo tebanashite soshite te ni ireru Sonna kurikaeshi kana? (Yui-Tokyo) *** Pagi ini, seperti biasa, Bima mengantarkan Kinan ke sekolahnya. Ia mengemudikan mobilnya sambil sesekali melirik Kinan yang sedang asyik berbicara dengan temannya melalui gawai. "Hang out. Ke mall. Aku minta ijin Ayahku dulu ya.” "Ayah. Lily mau ngajak aku ke mall nanti pulang sekolah. Boleh ya," rajuknya. "Berdua? jangan sayang. Ayah melarangmu," larang Bima. "Ayolah, Yah. Sekali aja, Kinan ingin merasakan jalan sama teman Kinan tanpa Ayah atau salah satu Masnya Kinan." "No Sweetheart." Kinan menangkupkan kedua tangannya dan memasang muka memelas. "Please Ayah. Please..." rajuknya sekali lagi. "Sama Ayah ya. Kita jalan berdua ya." Kinan menatap sebal Ayahnya. "Ayah, please deh. Kinan kan udah gede Yah. Sekali-kali boleh ya, Yah." Bima menghela napas, ia sadar suatu saat ada masa dimana sang putri akan memilih bermain dengan kawannya daripada dengan dirinya. "Ayah, boleh ya, Yah." Bima menghela napas berat. "Tapi janji, jam tiga Kinan harus sudah pulang kerumah!" Kinan tersenyum senang, ia memeluk ayahnya dan tidak peduli ayahnya masih mengemudi. Ia juga tak lupa mencium pipi Bima. Ia bahagia karena baru kali ini ia bisa pergi berdua bersama sahabatnya tanpa ada bayang-bayang Bima maupun salah satu kakaknya. Meski berat namun bagi Bima kini tiba saatnya ia membiarkan putrinya pergi bersama kawannya. "Tapi ingat Kinan. Hanya ke mall dan langsung pulang!" nasehatnya sekali lagi. "Siap komandan," katanya sambil menghormat ala tentara. "Sejujurnya Ayah masih belum tega melepasmu pergi tanpa kami. Ayah sangat..." "Love me? Of course i know, Ayah. I love you too. Love you so much. Ayah is the best deh." Selanya. Bima menghentikan mobilnya tepat di depan sekolah gerbang sekolah. Entah mengapa ia sangat berat melepas anak gadisnya meski hanya untuk ke mall tanpa dirinya. Ia melirik Kinan lalu menarik Kinan ke dalam pelukannya. "Terkadang Ayah lupa anak gadis Ayah sudah mulai dewasa," katanya dengan suara rendah. "Percaya sama Kinan, Ayah. Kinan tidak akan mengecewakan Ayah." Bima melepas pelukannya, membelai pipi Kinan penuh cinta. Kinan tersenyum melihat ayahnya yang sering bersikap berlebihan namun ia sadar hal itu karena ayahnya terlalu menyayanginya. Ia menghadiahinya ciuman di pipi. "I love you, Ayah." "Love you more, Sweetheart." "Bye. See you," kata Kinan sebelum ia keluar dari mobil. Kinan melambaikan tangan ke Bima sebelum bergabung bersama teman-temannya. Bima menunggu Kinan hingga masuk gerbang sekolah sebelum ia kembali memacu kendaraannya. *** Jam dinding menunjuk angka enam petang namun Kinan belum juga pulang ke rumah. Kiran sangat khawatir dengan Kinan, ia berjalan mondar-mandir karena cemas dengan putrinya yang masih diluar sana. Bima duduk di ruang tamu dan terus berusaha menghubungi Kinan. Namun gawai Kinan tidak aktif. Bima menatap HPnya, hatinya juga tak kalah khawatir dengan Kiran namun ia masih berpikir positif bahwa mungkin ini hanya kelalaian biasa dari putrinya. Kenakalan remaja yang biasa terjadi. Kiran duduk di sebelah Bima, ia menatap wajah Bima dan tak mampu menyembunyikan kekhawatirannya. "Jemput Kinan, Yah. Bunda khawatir." "Kita tunggu, Honey. Mungkin ia hanya lupa. Bukankah ini biasa terjadi sama anak remaja," ujar Bima meyakinkan istrinya. "Ayah, hati Bunda gak enak. Bunda rasa ada sesuatu terjadi sama Kinan. Telepon Nakula, suruh dia cari adiknya," pinta Kiran yang setiap detik tingkat kecemasannya bertambah. Namun sayangnya hingga jam menunjuk angka sembilan malam, Kinan tidak juga menampakkan kedatangannya. Kiran semakin gelisah, ia berjalan mondar-mandir sambil menggigit jari dan sesekali keluar rumah berharap putrinya kembali. Bima pun sangat mencemaskan Kinan, ia mengambil gawai di atas meja dan menelpon Nakula. "Iya, Ayah," sapa Nakula. "Nakula. Kinan belum pulang. Sejak tadi siang Ayah menelpon tapi HPnya tidak aktif," kata Bima. "Ayah sudah menghubungi teman-temannya?" tanya Nakula. "Sudah. Ayah juga menghubungi Lily, tapi HP gadis itu juga tidak aktif. Ayah khawatir." "Aku akan mengecek melalui GPSnya. Serahkan semua padaku, Yah. Ayah tenangkan Bunda." "Beritahu Sadewa, Krisna dan Rama. Kita cari Kinan. Ayah rasa…." Bima tidak melanjutkan kata-katanya, ia takut Kiran semakin khawatir bila mendengar ucapannya. Bima merasa sesuatu hal buruk terjadi kepada anak gadisnya. Terlalu cemas, ia bangkit dan memilih keluar untuk mencari putrinya. Kiran menarik lengan Bima, airmata merebak di kedua sudut matanya. "Ayah, Bunda khawatir sama Kinan, Yah. Bagaimana kalau Kinan diculik." Bima memeluk Kiran erat, ia juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang dirasakan Kiran, namun ia tidak ingin istrinya khawatir. "Bunda. Tolong hubungi semua teman-temannya Kinan. Ayah dan Nakula akan mencarinya di luar. Bunda di rumah, menunggu Kinan siapa tahu dia pulang." "Ayah, cari anak kita, Yah. Bunda sangat cemas." "Ayah janji akan menemukan putri kita. Ayah pergi dulu ya … Ayah yakin Kinan hanya sedang lupa waktu."  Bima berbohong agar istrinya bisa lebih tenang. Bima mengecup bibir Kiran lalu ia segera keluar untuk mencari keberadaan putrinya. Ketenangan keluarga Bima kini terusik oleh sebuah kisah yang merubah kehidupan keluarga menjadi kelam sekelam malam tanpa rembulan. *** Hari ini aku akan tinggalkan kamarku Menuju perjalanan baru yg masih belum menentu Dalam bis menuju stasiun kereta Pada sobat kukirim pesan Di stasiun kucoba hubungi seseorang Namun seakan semuanya berbeda Hanya gitar tuaku saja yg kubawa Semua foto kutinggalkan saja Apa yg kuraih dulu kulepas dan cari sesuatu yg baru Apakah ini dapat terulang kembali? (Terjemahan lagu Yui-Tokyo)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN