”Saat dunia sudah tidak seimbang dan tidak lagi dapat menopang kehidupan didalamnya, kami para Deimos akan kembali untuk menguasai dunia ini” Janji Chaostern, pemimpin pasukan Deimos kepada para pelindung bumi terdahulu yang berhasil mengalahkan dan menyegelnya kedalam dasar bumi yang paling dalam, dialah penyebab segala kehancuran bumi dimasa lampau. Hanya sebagian orang yang dapat melawannya, para pejuang sejati yang hidup pada zaman saat Atlantis masih berjaya, para pahlawan yang mampu menyegel Chaostren selamanya.
Para pejuang tersebut diberkahi jiwa yang tidak bisa mati dan dapat hidup kekal dalam bentuk arwah untuk menjaga segel agar tidak dapat diusik oleh siapapun, mereka semua memiliki kekuatan untuk mengalahkan makhluk tersebut apabila suatu saat dia bangkit kembali untuk menguasai dunia.
Setidaknya itulah yang dapat di artikan dalam ukiran batu misterius yang berhasil di pecahkan oleh para arkeolog ternama sedunia saat melakukan ekspedisi di Indonesia. Batu bundar berukuran sebesar ban sepeda ini ditemukan di dasar laut dan berada didalam sebuah gua yang letaknya sangat sulit dijangkau manusia, para arkeolog pun berhasil mengangkatnya karena bantuan dari mesin dan robot berteknologi tinggi yang tentunya tidak bisa didapatkan dengan harga murah.
Tepatnya di perairan Sulawesi Selatan ekspedisi ini dilakukan, ratusan kapal dikerahkan untuk membantu kelangsungan ekspedisi terheboh abad ini dimana dikatakan bahwa jika ekspedisi ini berhasil, maka misteri mengenai peradaban kuno Atlantis dapat diungkap sepenuhnya dan kita semua dapat mengetahui apa yang terjadi pada zaman tersebut.
“Permisi, saya minta hotdognya satu” Aaron Knightley memesan makanan favoritnya saat dia sedang istirahat jam makan siang di sebuah kedai tepat didepan Los Angeles Angel Records. Aaron adalah seorang mahasiswa UCLA yang bekerja sambilan sebagai penjaga toko musik di dekat kampusnya.
“Silahkan” si penjaga kedai memberikan hotdog sapi bertabur bawang putih, acar, saus tomat, dan mustard. Tanpa segan-segan, Aaron segera melahap makanan favoritnya itu sekaligus membayar tukang hotdog tersebut, dia lalu berjalan menuju tempat kerjanya disebrang jalan tersebut sambil terus mengunyah.
Aaron memasuki tempat kerjanya yang berukuran kecil dan sepi pengunjung tersebut. Pintu depannya memiliki banyak stiker-stiker band dan berbagai macam merek alat musik dan aksesorisnya, bahkan ada beberapa stiker yang asal tempel demi memenuhi pintu kaca tersebut.
Bunyi gemerincing selalu terdengar ketika seseorang membuka pintu toko yang memiliki koleksi CD musik yang lumayan lengkap itu,
“selamat datang di . . . ah, kau rupanya, aku sudah berharap ada pelanggan yang masuk” sontak Bradley Armstrong ketika dia mendengar bunyi gemerincing dari pintu masuk toko ini.
“Ya. . . ini aku, apakah setiap orang yang masuk kesini kau anggap sebagai pelanggan?” Tanya Aaron pada rekan kerja sekaligus anak dari pemilik toko musik tersebut.
“Bukannya begitu, tapi karena toko ini tidak kedatangan pembeli satupun sejak tadi pagi, mungkin cuma satu atau dua orang yang datang, dan belum tentu mereka membelinya” keluh Bradley yang berbadan sekal dan tinggi, berambut coklat cepak dan selalu memakai jaket hoodie berwarna ungu bergambar logo Los Angeles Lakers dan celana cargo panjang berwarna coklat dipadu dengan sepatu Nike berwarna ungu dan kuning persis baju yang dia kenakan. Bradley memang seorang penggemar olahraga basket dan penggila tim basket L.A. Lakers sejak kecil.
“Mungkin sudah saatnya kita pindah dari tempat ini, daerah ini terlalu sepi untuk sebuah toko musik” usul Aaron sambil berjalan ke balik meja kasir dan mengenakan celemek bertuliskan L.A. Angel Records di bagian depannya.
“Hei, itu tidak mungkin, toko ini sudah berdiri sejak kakekku masih hidup, lagipula keluarga kami tidak punya cukup uang untuk menyewa tempat lain” komentar Bradley sambil bertukar tempat dengan Aaron yang memang bertugas sebagai kasir, sedangkan Bradley bekerja sebagai sales yang siap memberikan informasi bila ditanyakan oleh pelanggan.
“Ah, maaf Brad, aku tidak tahu kalau toko ini warisan dari keluargamu” spontan remaja berambut jambul dan berwarna coklat tua itu setelah mendengar cerita temannya. Toko ini memang sudah ada sejak kakek Bradley masih muda, tepatnya pada tahun 1968, toko ini pernah menjadi tempat yang fenomenal pada tahun 70-an, namun seiring waktu berjalan, popularitasnya pun kian menurun hingga hampir tidak ada orang yang mengetahui tentang keberadaan toko ini.
Brad sempat terdiam sebentar.
“Sudahlah, mungkin memang zaman sudah berganti, rasanya kita juga harus mengikuti perkembangannya kan?” jawab Brad ingin menutupi kesedihannya, “lagipula sekarang musik sudah sangat mudah didapatkan di internet tanpa harus membeli CD-nya” tambah Brad sambil mengambil selembar gulungan koran dari kantung celemeknya. “Daripada memikirkan toko ini, apa kau sudah melihat berita terbaru hari ini?” Brad melempar gulungan koran itu ke arah Aaron. Dengan mantap, Aaron langsung menangkap koran itu dan segera membuka tali yang mengikat gulungan koran tersebut,
“Kalau cuma berita tentang cedera Kobe Bryant lagi, aku tidak tertarik.” Aaron menyebut nama pemain legendaris L.A. Lakers tersebut dengan nada menyindir mengetahui bahwa temannya itu penggila tim Lakers.
Sambil melotot, Brad segera memberi perlawanan dengan mengeluarkan fakta-fakta dan opini basketnya secara beruntun dengan nada yang kencang, tapi Aaron tidak mempedulikannya dan membuka lembaran koran yang tergulung tadi. Di halaman depan koran tersebut terdapat artikel yang menempati hampir seluruh halaman pertama dan mempunyai judul artikel dengan ukuran huruf yang besar bertuliskan Penemuan Terbesar Tahun Ini. Tanpa sempat melihat foto yang tertera di halaman depan, Aaron segera membaca dengan suara kecil isi dari artikel tersebut.
“Batu bundar yang diperkirakan berasal dari peradaban kuno telah ditemukan di perairan Indonesia pada tanggal 23, Februari kemarin oleh para arkeolog ternama dari seluruh dunia dan. . .” bagian artikel tersebut diucapkan dengan nada yang lebih keras oleh Aaron. “Sepertinya batu itu berasal dari Atlantis, tapi itu menurut para arkeolog” potong Brad.
“Brad, sepertinya aku pernah melihat benda dengan ukiran yang mirip dengan yang ada di foto ini”
“Hah, kau pernah melihatnya?” tanya Brad penasaran sambil berjalan menuju meja kasir. “Bukan batu yang ini, tapi sesuatu dengan ukiran yang mirip. . . , tidak bahkan sama” Aaron menunjuk foto batu bundar yang mirip dengan sebuah ban sepeda dan di sekeliling tepi batu tersebut memiliki sisi yang semakin tipis hingga menyerupai sebuah bilah, dan di permukaan batu itu terdapat lubang seperti donat dan dihiasi oleh ukiran-ukiran aneh berwarna biru kehijauan mengelilingi permukaan batu tersebut. Yang Aaron tunjuk adalah suatu ukiran yang berbentuk seperti huruh “T” namun memiliki mahkota diatasnya dan dua garis kecil di bagian kanan dan kirinya.
“Dimana kau pernah melihatnya?” tanya Brad lagi sambil mencondongkan mukanya ke arah koran untuk melihat dengan lebih jelas.
“Entahlah, aku tidak ingat, tapi simbol ini sangat familiar di kepalaku” jawab Aaron sambil menggaruk kepalanya.
Sambil berusaha mengingat dimana ia pernah melihat simbol itu, ia meletakkan koran itu di meja kasir dan berpikir dalam-dalam hingga Brad kebingungan melihat temannya melamun.
Tiba-tiba saja bunyi gemerincing terdengar dari arah pintu toko,
“Selamat datang di Angels Records!” dengan sigap, Brad segera berdiri tegak dan menyapa pria yang baru membuka pintu toko tanpa sempat menginjakkan kakinya kedalam tersebut. Pria itu memakai mantel hitam dengan kerah tinggi yang menutupi lehernya, bagian d**a mantel itu terlipat keluar memperlihatkan bagian dalam mantel yang berwarna merah dan kemeja putih yang dipadu dengan dasi berwarna merah darah. Celana pria itu terbuat dari bahan yang sama dengan mantelnya, ia mengenakan sabuk berwarna merah coklat dengan sepatu formal dan topi fedora berwarna hitam serta kacamata hitam berjenis aviator sambil membawa tongkat yang berbentuk seperti bagian bawah payung.
Pria itu memasuki toko dengan langkah yang pelan namun sangat terdengar karena sepatu yang ia gunakan.
“Ada yang bisa saya bantu pak?” tanya Brad penuh semangat mengingat jarang ada pembeli yang datang.
Pria yang terlihat berusia sekitar 40 tahunan itu membuka kacamatanya menunjukan bola mata dengan iris berwarna biru pekat menyala bagai laut yang dalam.
“Apa anda punya kaset The Bee Gees?” suara pria itu terdengar sangat berwibawa dan dengan aksen inggris yang agak kuno.
“Ooh, tentu ada, mohon tunggu sebentar ya” Brad langsung berlari kebelakang melalui pintu disebelah meja kasir untuk mencari kaset yang sudah sangat tua itu, meninggalkan pria itu bersama Aaron.
Aaron yang masih penasaran dengan batu itu masih tetap membaca koran berusaha mencari informasi yang lebih banyak tentang artefak itu tanpa mempedulikan pengunjung yang berdiri didekatnya itu.
“Eheeem” pria itu tiba-tiba mengeluarkan suara batuk yang mengagetkan Aaron dan membuatnya menyembunyikan koran kedalam laci meja kasirnya.
“Ma-maaf, ada yang bisa saya bantu?” tanya Aaron dengan gagap berusaha menutupi kekagetannya sambil sedikit tertawa.
“Jarang sekali ada anak semuda kamu yang masih membaca koran di era modern ini” pria itu mendekat dan menatap Aaron dengan mata birunya yang indah. “Apa yang kau baca nak?” tanya pria itu.
“Tidak, bukan apa-apa, hanya berita tentang batu yang ditemukan di Indonesia oleh para arkeolog, katanya batu itu berasal dari Atlantis”. Tiba-tiba saja pria itu mencondongkan wajahnya ke arah Aaron.
“Apa yang kau ketahui tentang Atlantis?” orang itu memelototi Aaron seakan bisa membaca pikiran dan lubuk hatinya.
Tanpa bisa berkata apa-apa, Aaron merasakan hal yang aneh pada mata orang itu dan menjadi gagap sepenuhnya dihadapan pria misterius itu.
“Ini pak kasetnya, saya sudah menemukannya” teriak Brad dari belakang toko sambil berlari dengan cepat menuju ruangan utama toko. Pria itu menarik wajahnya dan memakai kacamatanya kembali setelah Brad menghampirinya dan memberikan kaset yang ia pinta, “terima kasih nak, ini, ambil saja kembaliannya” pria itu memberikan uang 50 dollar kepada Brad yang terlihat kebingungan dan langsung pergi keluar toko, tentu saja, karena harga asli kaset itu bahkan tidak sampai 20 dollar. Brad masih menganga melihat pria itu berjalan dan sesekali melihat uang yang diterimanya itu apakah asli atau palsu.
“Wuuhuuuu!!!, sekalinya dapat pembeli, datang mafia misterius tapi baik” Brad berteriak kegirangan sambil loncat kesana kemari karena baru saja mendapat uang yang lumayan banyak, sedangkan Aaron malah lebih penasaran siapakah pria misterius yang berbaju seram dan mempunyai mata yang sangat biru tersebut. Dengan tangan yang memegang dagunya, Aaron bertanya-tanya dalam hatinya, siapa dan apa yang ia lakukan kepada dirinya, karena Aaron merasa bahwa tatapan mata pria tadi dapat menembus pikiran dan hatinya.
Melihat jam tangannya menunjukkan pukul 3 sore, Aaron segera melepaskan celemeknya dan mengambil tasnya di bawah meja kasir.
“Brad, sebentar lagi aku ada kelas di kampus, jadi aku harus pergi” Aaron berlari keluar toko untuk mengambil sepeda fixie miliknya yang berwarna biru muda, sedangkan Brad hanya berkata
“ya ya ya, silahkan” sambil bersiul karena untung yang dia dapat hari ini.
Aaron pun segera menaiki sepedanya dan mengikat tasnya kencang-kencang agar tidak menganggu, dan dia mengenakan helm sepeda bulat berwarna putih mirip dengan yang dipakai oleh atlet-atlet sepeda BMX dan bersiap-siap mengayuh sepedanya sekuat mungkin,
“Yah, Mudah-mudahan aku tidak terlambat” keluhnya sebelum melesat menuju ke kampusnya yang terletak sekitar 5 kilometer dari tempat ia bekerja.