April terus berlari, ia tak tau bagaimana caranya meredam rasa malunya. Perutnya ngilu, meski bukan ngilu karena sakit, namun ngilu karena … konyolnya, ia menyukai kecupan itu. ‘Bugh!’ “Aduh,” rintih April pelan saat kepalanya membentur kantung kemeja Adit. Ada sebatang pulpen yang terselip di sana. “Eh, maaf Pril. Lo ga apa-apa?” tanya Adit, khawatir. “Iya, ga apa-apa.” “Muka lo kok merah? Lo sakit?” April refleks menghindar saat telapak tangan Adit terulur hendak menyentuh keningnya. Adit mendengkus, frustasi. “Pril, gue ….” “Boo, kok masih di sini?” potong Irgi. Adit sontak menoleh, menatap Irgi yang datang dari arah yang sama dengan April tadi. Adit menatap keduanya bergantian, merasa ada yang janggal. “Boo?” tegur Irgi lagi. “Mmm … itu … ga sengaja nabrak Bang Adit