Female-Dominant

991 Kata
Pria berambut kecoklatan itu terlihat menenteng beberapa buku ditangannya, berjalan menuju perpustakan guna mencari sesuatu untuk menyelesaikan tugas kuliah. Beberapa gadis melirik dan tak segan memainkan sebelah mata kepada dirinya, namun pria itu seakan tidak perduli dan hanya menanggapinya biasa saja. Kacamata bertengger dihidung mancung itu dan iapun duduk dikursi setelah menemukan buku yang ia cari, terdengar suara tawa kecil dari sudut ruangan. Dan seperti biasa, para kumpulan wanita itu terus berbisik seraya melirik kearah pria itu. Jujur saja, ia sedikit risih jika hampir setiap minggu berada didalam posisi seperti ini. Menjadi lirikan gadis-gadis bukanlah sesuatu yang membanggakan baginya, malah membuatnya muak. Ia mencoba tetap fokus kepada bacaannya, mengenakan headphone ditelinganya agar kicauan gadis-gadis itu tak mengganggu pendengarannya dan membuyarkan konsenterasinya. Namun tiba-tiba saja ketika ia ingin menggoreskan tinta dibukunya, seorang gadis berambut pirang duduk disebelahnya. Sontak membuatnya terkejut dan sedikit menggeser kursinya, "apa yang kau tulis?" Tanya gadis bertubuh kurus mengenakan rok lebar diatas lutut serta muscle tank serta tas selempang. Pria itu hanya menaikan sebelah alisnya ketika melirik gadis itu, "bukan urusanmu" balasnya ketus, gadis itu tertawa renyah dan makin memajukan kursinya mendekat kearah pria itu. "Enyahlah Carol, aku sedang sibuk." Pria itu mulai merajuk, sementara gadis yang diketahui bernama Carol itu hanya tertawa sumbang memyebabkan kebisingan diaula perpustakan tersebut. Membuat semua orang yang ada disana menatap mereka dengan pandangan tak suka, "ayolah guys, ini perpustakaan, jika ingin berpacaran diluar saja!" Ucap salah seorang pria yang merasa terganggu dengan suara bising sementara ia mencari ketenangan dengan buku-buku yang ada diperpustakaan. Mendengar kegaduhan tersebut, wanita tua berambut putih mengenakan kacamata beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri pria dan gadis tersebut. "Keluar!" Ujar wanita yang ternyata adalah seorang penjaga perpustakaan seraya menaruh telapak tangannya dimeja, pria berkacamata yang merasa tidak enak telah membuat keributan itupun hanya bisa mengangguk pasrah. Ia berdiri dan membereskan semua bukunya dan tak lupa meminta maaf pada semua orang yang merasa terganggu, lalu pergi dari sana sebelum melirik pada Carol. "Cukup Carol! Kau sangat mengganggu." Ujar pria itu ketika menyadari Carol terus membuntutinya keluar dari perpustakaan. "Aku hanya ingin berbicara kepadamu." Ujar Carol berjalan dibelakang pria itu. "Kau dan teman-temanmu itu sama saja, berapa yang kau dapat dari mereka jika berhasil menggodaku?" Tanya pria itu, sementara Carol tersenyum miring. "Kau konyol, aku menyukaimu. Mereka memang menyukaimu, tapi aku lebih menggilaimu dari apapun." Ujar Carol, pria itu menghentikan langkahnya seraya memijit dahinya, baiklah kini kepalanya mulai terserang pusing. "Carol, aku sudah pernah memberitahumu. Bahwa aku sama sekali tidak tertarik padamu, apa itu tidak cukup?" Tanya pria itu. "Aku hanya berusaha, apa salahnya?" "Tentu saja salah, kau bukan tipeku." Balas pria itu dengan ketus, sungguh ia tidak mengerti bagaimana harus menjelaskannya. "Bagaimana mungkin kau mengerti tentang tipe wanita, seingatku semenjak high school kau tidak pernah memiliki seorang kekasih, dan tidak pernah dekat dengan seorang wanita." Ejek Carol membuat pria itu sedikit berpikir. "Aku tidak tertarik pada gadis sepertimu, kau terlihat seperti jalang!" Balas pria itu dan sepertinya Carol tidak terima. "Lalu, kau lebih menyukai gadis seperti apa? Kutu buku sepertimu? Oh, ayolah. Kau itu tampan, hanya saja terlalu bodoh tentang wanita." Cecar Carol. "Terserah, itu urusanku." Balas pria itu lalu berlalu pergi meninggalkan Carol. Mungkin pria itu ada benarnya, ia memang jalang yang sayangnya terlalu mengejar teman prianya itu. Tak terima dengan perlakuan dingin pria itu, Carol berlari mengejarnya dan menarik lengan besar pria itu membuatnya berbalik badan dan akhirnya mengecup bibirnya. Cukup lama mereka berciuman dipinggir jalan dan pria itu hanya mematung sementara Carol menjalarkan lidahnya disekitar bibirnya. "s**t! Apa yang kau lakukan Caroline?" Ia mendorong tubuh Carol dan membersihkan bibirnya dari sisa Carol. "Sial, bibirmu sangat manis. Apa bibir itu tidak pernah tersentuh sedikitpun oleh wanita?" "Apa itu ciuman pertamamu? Apa kau sama sekali tidak bisa berciuman?" Ejek Carol lagi. "Bukan itu, hanya saja, rasamu tidak enak. Cuih!" Desis pria itu lalu meninggalkan Carol seorang diri. Dari kejauhan Carol melihat pria itu makin menjauh darinya, entah mengapa semenjak kecil ia tidak bisa mendekati pria itu. Kedua mata Carol menyipit, tentu saja ia tidak akan menyerah begitu saja. Pria itu masih terlihat manis seperti dulu, wajah seperti babyface dan bibir merah yang memabukan, serta hidung mancung dan alis tebal. Sayang pria itu terlalu sibuk untuk bekerja guna menafkahi adik-adik dan ibunya yang tengah sakit, Carol dapat mengerti itu. Jika saja ia adalah kekasih Carol, ingin sekali Carol membantunya. Tapi, pria itu selalu menolak dan berikeras bekerja sendiri. Tipe pria yang mandiri dan juga pekerja keras, kriteria idaman bagi Carol, ia tersenyum lebar. .. Sementara pria itu berjalan seraya menoleh kebelakang sesekali, memastikan bahwa teman wanitanya itu tidak mengikutinya terus-menerus dan membuatnya gila. Carol sudah seperti parasit dihidupnya, tak membiarkan dirinya sendiri dan sialnya ia selalu bertemu dengan gadis itu dimanapun kedua kakinya berpijak. Carol adalah tipe gadis yang terbilang binal dan suka berganti-ganti pacar, sebenarnya bukan itu alasan ia menolak Carol. Hanya saja, Caroline bukan tipenya. Bukan perkataan Carol ada benarnya, tahu apa ia tentang wanita? Berpacaran saja tidak pernah, jangankan kencan, dekat dengan wanita selain ibunya saja ia tidak berani. Hanya bosnya yang sering dekat dengannya dan itupun hanya sebatas pekerjaan. Hari sudah hampir malam, libur bekerja ia gunakan hanya untuk belajar dan Carol mengacaukannya begitu saja hingga membuat moodnya menghilang. Seharusnya hari ini ia bisa lebih fokus pada studinya, dan berharap ia bisa bekerja lebih giat lagi. Ia menghela nafas panjang, memakai kembali headphone miliknya dan kembali meneruskan perjalanan menuju rumah. Bersiul ria seraya melantunkan lagu favoritnya, menaruh kedua tangannya didalam saku dan tak sadar jika ada sesuatu yang bergetar dibawah sana. Drtt... drttt... Begitu menyadari ponselnya yang bergetar sedari tadi, ia langsung mengambil dan melihatnya. 50 missed call and 10 text messages Ia melototkan kedua matanya melihat beberapa panggilan disana, lalu ponsel itu kembali bergetar, ia menjawab dan menempelkan ponsel tersebut ditelingannya. "Andrew dimana kau?!" Suara nyaring Daisy membuat gendang telinganya hampir pecah, wanita itu pasti akan murka karena sedari tadi tak mengangkat telponnya. "s**t! Miss Daisy gonna kill me" gumam Andrew pada dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN