Mona dan Merlin, menanti kehadiran pria yang mereka cintai semenjak mereka SMA. Rangga Aditya, nama pria yang mereka tunggu sedari tadi memasuki gedung perkantoran milik Rangga. Moni dan Merlin sengaja bekerja di perusahaan Rangga, agar mereka bisa selalu dekat dengan Rangga dan mengusir wanita-wanita yang mendekati calon suami mereka.
Mereka memang belum melamar Rangga, tapi, mereka akan melamar Rangga dalam waktu dekat ini agar tidak diambil oleh orang. Mereka tidak akan ikhlass bila Rangga menikah dengan orang lain. Rangga hanya boleh menikah dengan mereka berdua.
Moni dan Merlin langsung berdiri ketika melihat Rangga, yang berjalan memasuki lobi perusahaan kedua gadis itu merapikan penampilan mereka dan berjalan mendekati Rangga dengan memasang senyuman manis khas mereka berdua.
“Rangga, kamu baru datang? Ini aku bawain kue buat kamu dan Moni membawakan kamu sarapan siang,” ucap Merlin mengulurkan kotak tempat kuenya.
Moni ikut mengulurkan kotak bekal siang untuk Rangga yang dimasaka khusus untuk pria yang dicintai olehnya. Setiap pagi Moni berbagi dengan Merlin, terkadang Merlin yang memasak bekal siang untuk Rangga dan dirinya yang membuat kue untuk pria itu.
Rangga tersenyum pada Merlin dan Moni, dua gadis yang selalu membawakannya makanan setiap paginya dan menunggunya di lobi perusahaan. Rangga mengambil dua kotak bekal yang berbeda isi itu. Buatan Merlin dan Moni selalu enak semenjak SMA.
“Makasih ya, aku bakalan makan makanan buatan kalian,” ucap Rangga dan berjalan menuju lift diikuti oleh Moni dan Merlin dari belakang.
Pegawai wanita di sana menatap Merlin dan Moni tidak suka. Pasalnya mereka juga membawakan bekal untuk Rangga, tapi, Rangga tidak pernah memakan bekal mereka. Selalu memakan bekal dua wanita jalang itu. Wanita bersahabat dan kurang waras, karena mengejar satu pria dan tidak bisa mencari pria lain.
***
“Rangga, kamu hari ini ada pertemuan dengan klien dari Malaysia, siangnya kamu ada acara makan siang bersama dengan Bu Pertiwi.”
Rangga menatap pada Edo—sekretarisnya sekaligus sahabatnya, sedang membacakan jadwal Rangga setiap harinya dan apa saja yang akan dilakukannya sehari ini. Rangga tidak suka mendengar makan siang dengan Tiwi janda anak satu yang selalu mengejar Rangga.
Rangga masih menyukai perawan dan ingin menikah dengan seorang gadis, apalagi menikah dengan dua gadis yang bersahabat dan selalu memberinya makanan setiap paginya. Rangga ingin mengajak Moni dan Merlin untuk makan siang bersamanya, seklai-kali dirinya menyenangkan hati dua gadis itu dengan makan siang bersama.
“Kamu batalin makan siang dengan Tiwi. Aku benci siap makan siang, Tiwi selalu ngajak ke hotel, kayak janda kurang belaian. Padahal Tiwi selalu menyewa gigolo tiap malamnya!”
Edo yang mendengar ucapan sahabatnya tertawa. Tiwi memang gencar sekali mendapatkan hati Rangga, apalagi mendapatkan Rangga di atas ranjangnya. Setiap kali Edo menemani Rangga bertemu dengan Tiwi, setiap kali itu pula Tiwi akan berbicara mendesah dan mengajak Rangga untuk berbicara di hotel saja berdua.
Tentu saja, Rangga yang terkenal perjaka alim dan tidak suka celup sana-sini tidak akan mau diajak ke hotel yang akan membuat Rangga memiliki dosa katanya. Padahal kalau Edo yang diajak ke hotel Edo mau-mau saja, karena Edo adalah tipe pria penganut seks bebas.
“Gue aja yang hadirin makan siangnya. Lumayan kalau Tiwi ajak gue ena-ena, gue bakalan puas remas p******a montoknya.”
Rangga mengeleng, namun, ia tak akan melarang Edo untuk menemui janda gatal itu. Janda yang sukanya melakukan seks dengan banyak pria dan tidak akan memikirkan bagaiman nasib calon suami keduanyakelak, mendapatkan istri janda yang sudah diobral.
“Terserah lo deh, gue nggak mau ketemu Tiwi pokonya! Dia itu binal banget.”
Edo tertawa kembali dan keluar dari ruangan Rangga, tapi, saat diambang pintu ruangan Rangga, Edo berbalik dan menatap dua kotak bekal berwarna sama dan ukurannya saja yang beda. Pasti itu dari dua orang gadis yang bersahabat dan menyukai Rangga.
Edo heran, kenapa mereka berdua masih saja mengincar lelaki yang sama, padahal mereka adalah sahabat. Seharusnya mereka bisa mencari pria lain dan pria berbeda tentunya. Namun, melihat Rangga yang memberikan respon pada dua wanita itu. Edo jadi berpikir, kalau sahabatnya kurang waras. Karena memberikan harapan pada orang wanita.
Tetapi, kalau Rangga mendapatkan mereka berdua, Rangga sangat beruntung menjadi pria. Bisa memiliki dua wanita yang sangat cantik dan body mereka juga sangat seksi. Memang beruntung sahabatnya mendapatkan Moni dan Merlin.
Kedua gadis itu menjadi incaran para pegawa pria, tapi, kedua gadis itu selalu bersikap dingin dengan pria manapun kecuali pada Rangga, mereka akan menjelma menjadi gadis yang sangat ramah dan murah tersenyum. Banyak pria yang patah hati akibat penolakan Moni dan Merlin, menolak mereka semua dengan cara terang-terangan.
Para pegawai pria selalu bertanya, kenapa kedua sahabat itu tidak seperti orang musuhan. Mengejar Rangga bersamaan dan membuatkan Rangga bekal makanan setiap paginya. Rangga juga terlihat memberi harapan pada kedua gadis itu. Mereka akan mendengkus kesal, membayangkan Rangga bisa mendapatka dua gadis cantik itu.
“Bro, lo sebenarnya suka sama Moni atau sama Merlin sih?” tanya Edo pada akhirnya.
Rangga yang sedang memeriksa laporan, menatap pada Edo dan mengedikan bahunya acuh tak acuh. Percuma saja dia membalas pertanyaan mulut lambeh turah, suka menyebarkan isu yang tidak sedap tentang dirinya. lebih Rangga diam dan tidak menjawab pertanyaan dari Edo.
Edo cemberut, melihat Rangga hanya diam dan tidak berniat menjawab pertanyaannya. Padahal Edo sudah mati penasaran dengan penasaran Rangga pada Moni dan Merli—dua gadis yang menjadi idola para kaum adam.
“Lo bisu ya?” tanya Edo kembali.
Rangga menggeleng dan mengambil majalah yang berada di atan mejanya, mengulung dan melemparkannya pada Edo. “Pergi sana! Di sini kerja bukan kepoin perasaan orang!” usir Rangga.
Edo menggeleng, tidak percaya kalau Rangga mengusir dirinya. Padahal Edo selalu membantu Rangga dari wanita-wanita binal yang mengharapkan akan memuaskan mereka semua. Walau Edo juga yang beruntung, mendapatkan servis gratis dari wanita-wanita itu. Edo tak mengelak, kalauwanita-wanita yang mengajak Rangga having s*x sangat pandai memuaskan lelaki.
Edo akan mengabari wanita-wanita itu lagi, untuk melakukan hal yang sama dan mereka tidak menolak. Karena tampang Edo juga tidak jelek, walau lebih tampan Rangga daripadanya.
“Lo ngusir gue? Nanti gue suruh Tiwi buat ke sini, gue bilang kalau lo mau nemenin dia ke hotel dan muasin dia.”
Rangga menatap tajam Edo dan kembali melempar barang ke arah Edo. Kali ini bukan majalah melainkan buku tebal yang berada di mejanya. Edo mengelak dari lemparan Rangga dan mengusap dadanya berulang kali.
“Gila lo! Lo mau bunuh gue?”
“Nggak usah lebay. Pergi sana!”
Kali ini Edo beneran pergi dari ruangan Rangga, pria itu tak mau dilempar lagi oleh atasannya sendiri.
***