Setelah makan masakan buatan istrinya Turangga segera menyiapkan perlengkapan olahraga golf-nya. Sebenarnya dia masih kenyang karena tadi Geby masak banyak dan memaksa Turangga untuk menghabiskan masakan gadis itu. Jadi demi menghargai Sembagi dan juga untuk merayu istrinya agar tidak curigaan terus-terusan, Turangga memutuskan untuk makan lagi walau tidak dalam porsi yang biasanya.
“Dikit banget makannya?” tegur Sembagi ketika Turangga sudah selesai dengan acara makannya.
“Mau olahraga makan banyak, yang ada aku muntah nanti, Gi.”
“Cuma golf ini. Iya kalau olahraga berat seperti gym, lari, tenis atau futsal,” bantah Sembagi tak percaya begitu saja ucapan suaminya.
“Tetep aja nggak enak kalau mau olahraga makan banyak-banyak.”
“Bilang aja kalau masih kenyang karena karena tadi sarapan di tempat cewek itu,” cibir Sembagi kemudian berlalu begitu saja dari ruang makan.
Kini Turangga telah bersiap dengan pakaian olahraganya dan membawa tas berisi stik golf dan bola golf. Sembagi mengantar suaminya itu hingga ke garasi. Setelah memastikan mobil Turangga sudah menghilang dari pandangannya barulah Sembagi masuk kembali ke dalam rumah.
Dua jam telah berlalu sejak Turangga menginformasikan bahwa dia sudah sampai lapangan golf, belum ada kabar lagi dari laki-laki itu. Sembagi mencoba berpikir positif. Namanya saja lagi olahraga mana mungkin memegang ponsel sepanjang waktu. Sembagi memutuskan untuk menghabiskan waktu bersantai di ruang tengah sambil menonton acara televisi. Tak lama kemudian ponselnya berdering. Sebuah panggilan tak dikenal sedang berusaha meneleponnya. Sembagi tidak lantas menerima panggilan telepon tersebut. Dia ingin tahu sebesar apa kepentingan nomor asing tersebut ingin menghubunginya. Hingga panggilan ketiga bukannya Sembagi menerima panggilan telepon dari kontak nomor yang sama, dia memilih membiarkan saja penelepon asing itu. Dia sama sekali tidak merasa terganggu karena dering ponselnya dimatikan. Tepat ketika panggilan ketiga berakhir sebuah pesan singkat masuk. Sembagi hanya mengintip dari pop up notifikasi.
+62813xxxxxxxx: “Heh jalang! Angkat telpon gue! Berasa jadi seleb lo, hah?”
Sembagi tidak lantas membalas pesan tersebut. Dia mendiamkannya selama kira-kira lima belas menit lebih dulu baru membalasnya. Itu pun benar-benar pesan singkat yang sangat singkat.
Sembagi Arutala: “Siapa?”
+62813xxxxxxxx: “Gue Geby. Cewek yang lo cemburuin. Gara-gara kecemburuan lo itu bikin Pak Turangga jadi sering nggak fokus kerja. Otomatis bikin kerjaan nggak kelar-kelar dan akhirnya lembur. Gara-gara lo kami jadi sering pulang malam. Gara-gara lo juga yang ngadu-ngadu ke Pak Turangga soal telepon tadi pagi, bikin gue jadi ditegur.”
Sembagi Arutala: “Oh, jadi kamu anak buah yang nggak punya manner dan attitude itu ya? Harusnya sih, kamu nggak perlu lembur-lembur. Resign aja sekalian. Beban banget tahu nggak, kamu itu. Gara-gara kamu suami saya jadi harus repot-repot nganterin kamu pulang kalau lembur. Oh, kamu ditegur ya? Kasihan ya, kamu. Cari suami makanya, jangan gatel sama suami orang!”
CEWEK GILA: “Gila lo ya! Enak aja nuduh-nuduh gue sembarangan. Pantes Pak Turangga nggak betah di rumah dan lebih menghabiskan waktunya di kantor. Istrinya aja memuakkan seperti ini tingkahnya. Kata gue mending ceraikan aja.”
Sembagi Arutala: “Kamu punya cermin? Atau nggak mampu beli cermin? Sini nomer rekening kamu. Saya transferin duit buat beli cermin biar kamu bisa ngaca.”
CEWEK GILA: “Bener-bener perempuan sial. Pantes lo nggak punya anak sampai sekarang. Tuhan aja nggak percaya nitipin makhluk terkasihnya di rahim lo.”
Sembagi Arutala: “Ngatain orang seenaknya tanpa tahu kebenarannya gimana. Hati-hati karma. Semoga apa yang kamu sampaikan lewat chat ini akan berbalik ke kamu sendiri suatu saat nanti.”
CEWEK GILA: “Nggak bakal. Gue absolutely normal. Nggak kayak elo. Gue bisa-bisa aja ngasih Pak Turangga keturunan kalau dia yang minta.”
Tanpa pikir panjang Sembagi segera memblokir kontak telepon perempuan bernama Geby itu. Dia meletakkan ponsel di atas meja sambil menarik napas panjang. Terasa begitu berat dan menyesakkan. Berulang kali Sembagi memukuli dadanya sebagai usaha agar napasnya bisa kembali normal. Namun usaha itu tidak berhasil. Dia buru-buru ke kamar mandi dan berteriak sekencang-kencangnya di dalam sana. Setelah itu sembagi membasuh wajahnya dengan air wastafel. Di cermin dia menatap refleksi wajahnya yang masih basah oleh tetesan air sekaligus air matanya.
“Ini nggak bisa dibiarkan,” ujar Sembagi risau.
Setelah mendinginkan kepala dan napasnya kembali stabil Sembagi meninggalkan kamar mandi. Dia meraih ponsel yang tadi ditinggalkannya di atas coffee table. Sudah ada empat pesan masuk berupa gambar ke ponselnya. Dari nomor baru yang tidak asing bagi Sembagi. Dia memang sengaja tidak menyimpan kontak ponsel tersebut tapi tanpa menghapus chat yang terjadi sebelum-sebelumnya. Kontak telepon tersebut adalah milik orang yang dulu mengirimkan gambar-gambar ketika Turangga di Bali. Kali ini kontak telepon tersebut kembali mengirimkan gambar-gambar Turangga masih dengan perempuan yang sama hanya saja beda suasana.
“Foto ini pasti baru diambil. Baju ini kan yang dipakai Mas Tutur ke arena golf tadi,” gusar Sembagi sambil terus memandangi foto-foto mesra suaminya bersama perempuan yang tak lain adalah Geby.
Sembagi berusaha menghubungi Turangga. Namun yang terjadi kontak telepon suaminya itu sedang tidak aktif. Sebenarnya dia bisa saja menghubungi beberapa orang yang tadi disebutkan oleh Turangga akan bermain golf bersama suaminya itu. Sembagi memutuskan untuk tidak melakukan tindakan gegabah itu. Iya kalau benar suaminya sedang bermain golf bersama orang-orang penting di kantornya, kalau ternyata tidak, malah mempermalukan dirinya sendiri nanti.
~
Beberapa hari setelah itu Sembagi sering mendapat teror telepon dari nomor tak dikenal. Hanya iseng menelepon dan mengiriminya chat kosong. Tak sampai disitu saja. Nomor tak dikenal itu juga mengirimkan foto-foto tidak senonoh Turangga yang tak lain adalah Geby. Nomor teleponnya bukan milik orang yang pernah mengirimi Sembagi foto-foto Turangga beberapa waktu lalu. Tak hanya teror telepon, alat kosmetik seperti bedak, lipstik, ikat rambut dan barang-barang lain yang biasa dimiliki perempuan yang jelas-jelas bukan milik Sembagi sering tertinggal di mobil Turangga. Hal itu membuat Sembagi murka dan benar-benar muak dengan tingkah laku suaminya itu.
Sore itu di kamarnya Sembagi merasa gelisah. Dia mondar mandir sambil memikirkan cara untuk menegur Turangga sekaligus membuat suaminya itu tidak melanjutkan tindakan memalukan seperti di foto-foto itu lagi. Lama Sembagi berpikir mencari solusi atas persoalan yang kini tengah menghantui rumah tangganya. Dia lalu memutuskan membicarakan hal ini dengan ibu mertuanya saja untuk menyampaikan tingkah laku Turangga di belakang Sembagi selama ini. Tujuannya bukan untuk mendapatkan pembelaan karena Sembagi tahu tidak akan mendapatkan itu dari ibu mertuanya. Dia hanya ingin ibu mertuanya tahu bahwa anak laki-laki yang ia banggakan tidak sebaik yang ada dalam pikirannya.
“Ada apa?” tanya Dahayu ketika membukakan pintu kamarnya untuk Sembagi.
“Aku mau bicara soal Mas Tutur.”
Kemudian Sembagi mulai menceritakan semua yang terjadi pada Turangga selama beberapa bulan terakhir. Sembagi juga menyampaikan perubahan sikap Turangga sekaligus menunjukkan foto-foto kebersamaan Turangga bersama Geby dari sejak di Bali hingga yang baru-baru ini didapatkannya. Tak ketinggalan Sembagi juga menunjukkan chat antara dirinya dengan Geby sebelum dia memutuskan mendatangi kamar ibu mertuanya ini.
Seperti dugaan Sembagi, bukannya wajah simpati maupun empati yang ditunjukkan oleh Dahayu ketika mendengar ungkapan hati menantunya. Wanita itu malah mencibir lalu tersenyum mencemooh. Dia menyerahkan ponsel Sembagi kepada sang pemilik.
“Tujuan kamu apa ngasih tahu saya semua itu? Mau jelek-jelekin suami kamu di depan ibunya? Minimal itu mikir sebelum bertindak,” ujar Dahayu ketus.
“Agi sudah memikirkan ini, Ma. Agi sampaikan ke Mama supaya Mama juga tahu kelakuan Mas Tutur di belakang Agi.”
“Bodoh apa t***l, sih, kamu ini? Ini kan masalah rumah tangga kamu. Ya, kamu bicarakan baik-baik sama Tutur. Memangnya sudah terbukti benar itu Turangga selingkuh? Kalau cuma sebatas teman kantor gimana? Jatuhnya kamu memfitnah suamimu sendiri, loh, Gi. Nggak takut dosa kamu?”
“Mama kenapa ngomong gini? Jelas-jelas di foto itu Mas Tutur lagi mesra-mesraan sama perempuan lain, Ma!” protes Sembagi.
Dahayu berdecak keras lalu mencibir. “Lagipula kalau memang Tutur benar-benar selingkuh, dia pasti punya alasan kuat dan juga tebang pilih perempuan yang dijadikan selingkuhan.”
Sembagi tertegun mendengar penuturan ibu mertuanya. Dia sampai kehabisan kata-kata untuk berkomentar. Dia benar-benar tidak habis pikir pada kalimat yang baru saja diucapkan oleh Dahayu yang terkesan sedang mendukung anak laki-lakinya main gila dengan wanita lain yang tidak memiliki status apa pun.
“Mama nggak salah kan, berpendapat seperti itu? Anak Mama itu punya hubungan gelap dengan wanita lain di belakang istri sahnya loh. Kenapa Mama malah kayak mendukung perbuatan menjijikkan yang dilakukan oleh Mas Tutur, Ma?” Air mata Sembagi sudah tak terbendung lagi kali ini. Ia menumpahkan kesedihan dan kekecewaannya di hadapan sang ibu mertua. “Bahkan gara-gara foto itu Mas Tutur harus turun jabatan dan dipermalukan masyarakat.”
“Salah? Kamu nyalahin saya? Saya ini cuma berpendapat. Trus sekarang tiba-tiba kamu nyalahin saya? Yang benar saja, Sembagi!” Tiba Dahayu naik pitam. “Saya itu tidak mendukung. Saya itu justru mengingatkan kamu untuk mencari kebenarannya lebih dalam. Dan kalaupun memang benar Tutur selingkuh, harusnya kamu intropeksi diri. Bercermin dan tanyakan pada dirimu alasan apa yang membuat suami kamu selingkuh.”
“Tapi, Ma-”
“Dan yang dikatakan oleh perempuan yang kamu tebak adalah selingkuhan Tutur itu mungkin ada benarnya. Sekarang laki-laki mana yang tidak ingin punya keturunan? Keturunan itu penting untuk meneruskan garis keluarga. Anak itu penting untuk menemani di hari tuanya kelak.”
“Agi sudah berusaha, Ma. Tapi Tuhan memang belum kasih Agi dan Mas Tutur kepercayaan. Kondisi Agi juga sehat kata dokter dan masih ada harapan untuk bisa hamil. Tapi memang belum waktunya aja.”
Dahayu tertawa kencang lalu menggeleng heran. “Mau menunggu waktu berapa lama lagi? Lima tahun lagi? Sampai saya sudah renta baru dikasih cucu? Mending saya suruh saja Tutur nikah lagi. Cari perempuan yang sehat rahimnya biar bisa kasih saya cucu. Tidak seperti kamu.”
“Cukup, Ma. Selama ini Agi diam saja dihina-hina oleh Mama. Tapi Agi kecewa pada niatan Mama yang meski belum terlaksana tapi sudah bikin hati Agi sakit banget. Asal Mama tahu yang selama ini tes kesehatan organ reproduksi hanya Agi, Mas Tutur nggak pernah mau setiap kali diajak periksa ke dokter. Dan hasil tes Agi di beberapa rumah sakit ternama semuanya sama, menyatakan kalau kondisi organ reproduksi Agi sangat sehat dan bisa hamil kapan saja. Menurut Mama siapa sekarang yang bermasalah? Agi atau Mas Tutur?”
PLAK! PLAK!
Dua kali tamparan keras melayang di kedua pipi Sembagi. Darah segar mengalir di sudut bibirnya. Ketika Sembagi mengangkat kepala untuk menatap wajah ibu mertuanya, wanita itu sedang menatap tajam ke arahnya.
“Wanita jalang! Berani kamu menyalahkan anak saya yang bermasalah? Lihat saja nanti! Kamu akan menyesal telah berani-beraninya mempunyai pemikiran seperti itu!”
Sembagi bergeming. Masih dengan wajah bersimbah air mata dia memberanikan diri menatap wajah ibu mertuanya. “Agi akan membuktikan kebenarannya, Ma,” ujar Sembagi dengan suara bergetar.
Dahayu menarik tangan Sembagi lalu mendorongnya ke arah buffet hingga pinggang Sembagi menabrak ujung buffet dan jatuh tersungkur ke lantai. Ketika Sembagi sedang mengeluh sakit pada pinggangnya pintu kamar terbuka dari luar dan muncul Turangga di baliknya.
~~~
^vee^