Pergi ke rumah sakit

1276 Kata
"Tempat untuk menyembuhkan? Aku tidak tahu apa itu adalah cara terbaik?" Aron laki-laki remaja itu bahkan tidak pernah mengerti apa rumah sakit dan dunia luar. Dia hanya melihat rumah sakit dari gambar di buku yang selalu dia baca. Tetapi, dia bahkan tidak tahu. Bagaimana keadaan di rumah sakit. Apa itu berbahaya atau tidak, atau mereka benar bisa sembuh atau hanya omong kosong. "Apa itu akurat?" tanya Aron lagi. Kedua matanya memancarkan sebuah ketidak tahuan. Laki-laki itu menghela napasnya. "Apa ibuk dan bapak kamu tidak pernah bilang padamu. Apa itu rumah sakit. Apa mereka tidak pernah membawa kamu ke rumah sakit?" laki-laki itu hampir saja mengeluarkan amarahnya yang membludak dalam dirinya. Gimana tidak, dia harus menyimpan kesabarannya lagi. Menghadapi anak remaja yang membuat kepalanya terasa panas. Anak remaja itu hanya mengerjakan matanya tanpa rasa bersalah sama sekali. Dia menggelengkan kepalanya. "Jelaskan padaku." kata Aron. "Tapi, sebelumnya. Anda bisa bawa orang tuaku naik ke kendaraan besi milik anda itu." kata Aron menunjuk sebuah mobil hitam pekat yang terparkir di halaman rumahnya. Laki-laki di depannya menggerakkan kepalanya. Menatap ke arah mobil. Dengan tangan kiri menggaruk kepala belakangnya yang sebenarnya tidak terasa gatal sama sekali. "Kendaraan besi?" Kedua alis Brian mengkerut. "Dia tidak tahu atau bodoh?" Pikirnya. "Sudahlah, anda tidak perlu banyak bicara sekarang. Anda bantu saya dulu bawa orang tua saya kerumah sakit itu, yang kamu katakan bisa menyembuhkan." "Apa?" Kedua mata laki-laki itu membulat sempurna. "Tapi, ini kasusnya berbeda. Mereka sudah tiada. Tidak bisa di sembuhkan lagi." "Lantas kenapa rumah sakit bisa menyembuhkan. Apa dia tidak bisa mengembalikan orang tua saya seperti semula. Mereka bisa bahagia, bisa melindungi, dan bahkan selalu ada buat kamu." Laki-laki itu untuk kesekian kalinya menghela napasnya. Dianganya benar-benar ekstra sabar lagi menghadapi Aron yang memang berwawasan sangat rendah. Dia tidak tahu dunia luar. Tetapi, entah kelebihan apa yang dimiliki Aron selain kekuatannya. Mungkin ada hal lain. Brian, seorang laki-laki yang sekarang berada di depan Aron. Dia melirik sekilas ke arah rumah yang sudah porak poranda di sampingnya. Kedua matanya membulat sempurna. Hampir saja kedua mata itu lepas dari kerangkanya. "Apa yang terjadi sebenarnya?" Brian melirik ke arah Aron. Wajah laki-laki itu tampak basah. Terlihat jelas, laki-laki remaja itu tidak tahu apa yang barusan dia lakukan. Wajahnya terlihat bersedih. Tetapi, dirinya seperti orang kebingungan dengan apa yang sudah terjadi. Aron menoleh, raut wajahnya berubah saat dia melihat tempat tinggalnya selama hampir 12 tahun. Dia melihatnya sebagai rumah kesayangan. Dan, kali ini rumah itu sudah hancur. Hanya tersisa beberapa buka yang masih tertata rapi di dalamnya. Semuanya kenangan di sana terasa hancur bersama kepingan rumah itu, yang kini hanya terlihat setengah rumah. "Rumah itu meledak." kata Aron lirih. Brian masih terdiam, dia menautkan kedua alisnya. Dia masih belum percaya dengan apa yang dia lihat. Dia mengingat sesuatu jika tadi ada petir menyambar sangat keras. Bahkan dia yang berada di dalam mobil hanya bisa diam melihat perut yang sangat mengerikan. Gumpalan awan hitam seolah mengelilingi sebuah rumah. Dia tidak tahu, jika tadi adalah rumah Aron yang menjadi berantakan. "Kenapa Anda banyak diam. Apa anda akan membiarkan mereka tetap kehujanan. Apa anda masih terus melamun disini. Tanpa memperdulikan kedua orang tuaku." kaya Aron. "Baiklah, begini saja. Kita bawa orang tua kamu ke rumah sakit. Untuk pemakaman orang tua kamu. Biarkan pihak rumah sakit yang urus. Kamu jangan khawatir. Aku akan membantu kamu nanti. Sekarang, bantu aku angkat kedua orang tua kamu masuk ke dalam jok belakang mobilku." jelas Brian. Dia mencoba mengangkat ibu Aron lebih dulu. Di bantu Aron. Dia membawanya masuk ke dalam jok belakang mobilnya. Setelah membawa kedua orang tuanya ke dalam mobil. Aron masih berfirman diri di samping body mobil Brian. "Apa ini namanya mobil?" tanya Aron. "Bukanya orang tua kamu juga mempunyai?" tanya Brian. "Iya, orang tuaku memang punya. Tapi itu kendaraan besi lama, dan sekarang menjadi besi yang sudah lapuk dan gak bisa digunakan lagi." Brian menggerakkan badannya lebih ke samping. Dia melihat jelas di bagasi mobilnya Terlihat sebuah mobil tua penuh debu dan sudah terlihat tidak terawat, yang masih terparkir di sana. "Apa itu mobil kamu?" tanya Brian memastikan. "Saya tidak tahu, hanya itu tapi yang aku lihat di rumahku. Karena aku tidak pernah di ajak keluar dari sini. Mereka membawaku ke dalam rumah kecil ini. Memberikan aku makan, memberikan aku kehidupan yang merasa aku tidak punya siapa-siapa di sana." "Aku juga tidak punya satupun teman. Kecuali ayah dan ibuku. Mereka yang menjadi teman bicaraku selama ini. Aku tidak tahu bagaimana kehidupan dunia luar." "Kenapa mereka mengurungmu di penjara itu?" tanya Brian mulai penasaran. "Tapi, sebelumnya. Kamu masuk lebih dulu ke dalam mobilku. Kamu bisa cerita semuanya di dalam." kata Brian. Dia segera melangkah masuk ke dalam mobilnya. Sementara Aron, dia terus menatap ke arah rumahnya. Kedua matanya terlihat begitu sayu. Ingin rasanya menangis. Tetapi, semua air matanya seakan sudah kering. Aron mengusap wajahnya yang penuh dengan air hujan. Dia tersenyum tipis. "Apa seperti ini cara bukanya." Aron terlihat ragu-ragu untuk membuka pintu mobil Brian. "Apa yang kamu lakukan? Ayo, cepat masuklah. Buka saja, bukanya aku sudah memberikan contoh tadi." kata Brian mengeraskan suaranya. "Baiklah!" Aron penuh ragu dia perlahan masuk ke dalam mobilnya. "Sekarang, kamu pakai sabuk pengaman yang ada di samping kanan." "Baiklah!" Aron melakukan itu dengan baik. Bahkan, membuat Brian heran. Dia bisa memakai sabuk pengaman. Tetapi kenapa dia malah terlihat bukan seperti orang pertama kali masuk mobil. "Kamu sudah bisa?" tanya Brian. "Tidak usah banyak tanya, kenapa anda tidak segera menjalankannya?" tanya Aron. Menoleh dengan tatapan datarnya. Brian berdesir pelan. Dia yang semula ingin beristirahat sebentar. Karena hujan sangat lebat. Sekarang, dirinya harus membantu orang pemilik rumah tanpa tahu siapa orang itu. Bahkan, dia anak kecil yang ditinggal kedua orang tuanya. Ada hal yang membuat Brian masih heran, dia mulai menjalankan mobilnya. Sesekali dirinya melirik ke arah Aron. Dia masih sangat heran kenapa dia sedikit menangis, dan terkadang tegar, terkadang dia terlihat seperti tidak punya perasaan sama sekali. Siapa sebenarnya dia? Apa dia adalah monster? Apa dia remaja pshyco yang membunuh kedua orang tuanya seperti seorang wanita yang masuk di berita televisi kemarin. Sepertinya kasusnya sama, si pembunuh berdarah dingin yang sama sekali tidak punya perasaan. Atau, memang dia terkena gangguan mental? Brian menggelengkan kepalanya pelan. Dia kembali fokus pada jalan di depannya. Kedua tangannya sibuk menyetir mobilnya. Namun otaknya masih terus bergumam. Dia bahkan bilang jika dia dikurung dan tidak pernah keluar dari rumah kecil itu. Sepertinya benar, dia gangguan mental yang tidak boleh keluar. Dia pasti sangat berbahaya. Bahkan, dia menggunakan ledakan untuk menghancurkan rumah itu. Brian melirik ke arah Aron, dengan kepala penuh tanda tanya. "Kenapa anda diam saja?" tanya Aron. "Kenapa kalian hidup di tempat terpencil seperti ini. Bahkan hidup di gurun pasir yang sangat panas. Disini bahkan tidak ada sama sekali rumah. Hanya dirumah kamu yang berada di tengah luasnya wilayah gersang ini." kata Brian penasaran. "Aku tidak pernah sama sekali tahu. Aku hanya tahu, aku hidup di sana. Dan tidak pernah keluar sama sekali." "Kenapa orang tua kamu tidak membiarkan kamu keluar dari rumah itu." "Mungkin memang aku orang aneh. Aku yang membunuh mereka. Aku yang menyebabkan mereka terbunuh. Semua karena kedua tangannya yang tak bisa mengontrol semuanya." Aron mulai bersamanya. Dia mengangkat kedua tangannya yang masih gemetar. Mengingat apa yang terjadi tadi. "Apa yang kamu lakukan. Kenapa mereka bisa terbunuh?" Brian menatap lekat wajah Aron dari samping. Sepertinya dia punya rahasia khusus. Dia bukan remaja sembarangan. Apa orangnya memberikan kehidupan di kita karena dia sangat berbahaya. Dan, apa jangan-jangan ini juga ada hubungannya dengan petir dan awan hitam tadi. Hingga menimbulkan ledakan sangat keras? Ah.. Entahlah, aku tidak tahu semuanya. Aku harus cari tahu dulu. Siapa dia?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN