Keep our secret

1657 Kata
Hari pertama sekolah .... Natalie berangkat bersama dengan Terry ke sekolah dengan diantar oleh Ronan. Wajah Natalie hari itu terlihat tidak mulus lagi, luka yang ia dapat semalam bukan hanya menggores sebagian lengan dan kakinya, tapi juga termasuk wajahnya. Terry nampak tersenyum melihat penampilan Natalie yang tidak begitu prima hari ini. Kakaknya itu pasti akan diperlakukan sama seperti dirinya, datang, tetapi tidak dianggap ada oleh siapapun. "Kau nampak bersemangat hari ini! Aku jadi suka melihatnya!" ujar Natalie melihat Terry terus tersenyum ke arah jendela. "Yeah, lingkungan baru, harapan baru! Aku sungguh menyukainya!" ujar Terry antusias. "Sebaiknya semangat seperti itu terus kau jaga, Sayang! Dunia akan terlihat indah jika kau memiliki semangat seperti itu!" Ronan ikut menimpali sambil melirik melalui kaca spion. Terry terus tersenyum. Mobil mereka akhirnya sampai di sekolah. Natalie dan Terry mencium pipi ayah mereka lalu bersama mereka masuk ke dalam gerbang. Semua murid yang datang, nampak memperhatikan mereka berdua. Maklum, desa Woodstock adalah desa kecil, jadi wajah-wajah asing sangat menarik perhatian mereka. Natalie seperti biasa menebar senyum ke semua orang yang berpapasan dengannya, sementara Terry terlihat lebih cuek dan enggan untuk bertegur sapa. Kelas Natalie dan Terry beda satu lantai. Natalie ada di lantai yang lebih tinggi dibanding kelas Terry. Terry masuk ke kelasnya dan memilih tempat duduk di bangku paling belakang. Sementara itu, Natalie yang juga masuk di kelasnya, langsung menyapa seorang gadis yang juga ada di sana. "Hai, kenalkan, aku Natalie. Dimana kah bangku kosong yang bisa aku tempati?" tanyanya sambil mengulurkan tangan. "Oh, kenalkan aku Megan, kau bisa duduk di bangku dekat jendela itu. Di sana kosong," jawab Megan sambil menjabat tangan Natalie dan menunjuk tempat yang dimaksud dengan wajahnya. "Oh, baik. Terima kasih, Megan!" jawab Natalie lalu ia pun duduk di bangku tersebut. Baru saja Natalie meletakkan tasnya, bel sekolah berbunyi, membuat semua murid berhamburan masuk dan duduk di tempat masing-masing. Seorang pria paruh baya dengan tubuh yang kurus dan kacamata bulatnya masuk. "Good morning, everybody," sapa beliau. "Good morning, Sir!" balas para siswa. Guru tersebut lalu menatap Natalie yang wajahnya terlihat asing dan ia diminta untuk memperkenalkan dirinya. "Namaku adalah Natalie dan aku merupakan murid pindahan dari Dalton School New York," ujarnya. "Dalton School? Itu sekolah yang cukup populer," gumam seseorang. "Kau pindahan dari sana?" tanya seorang gadis. Natalie tersenyum lalu ia pun kembali duduk. "Baiklah, untuk lebih jelasnya kalian bisa berkenalan sendiri nanti. Ok! Sekarang kita mulai pelajaran hari ini ....!" Guru tersebut lalu mulai menjelaskan materinya. Di jam istirahat, seorang gadis mengikuti langkah Natalie yang berjalan menuju ke lantai bawah. "Natalie!" "Hey, ada apa?" Natalie menghentikan langkahnya dan menatap gadis yang memanggilnya. "Kenalkan aku Lora, kita teman sekelas." Gadis itu mengulurkan tangannya. "Yeah, aku sudah melihatmu tadi. Senang berkenalan denganmu, Lora," ucap Natalie sambil menjabat tangan Lora. Mereka berdua lalu berjalan bersama menuju kantin. Sesampainya di sana, tanpa sengaja tatapan Natalie bertemu dengan tatapan seorang pemuda. Pemuda yang ia temui ketika ia kemarin menginjakkan kakinya di sekolah pertama kali. Melihat Natalie menghentikan langkahnya, Lora segera menoleh. Tampak Natalie terpaku menatap seorang pemuda yang duduk di pojok ruangan. Lora segera menarik tangan Natalie, membuat Natalie seperti disadarkan. "Jangan pernah menyukainya, Natalie!" Lora memberi peringatan. "Hah? Apa maksudmu?" Natalie jadi kaget mendengar peringatan teman barunya itu. "Dennise Rodman adalah pria yang sering membuat patah hati wanita. Ia bahkan memiliki penggemar fanatik yang akan mencabik wajahmu jika kau nekad berkencan dengannya," jelas Lora. Natalie tersenyum geli mendengar peringatan Lora. "Apakah penggemarnya sungguh sebanyak itu?" tanya Natalie tak percaya. "Iya, dia adalah jago basket di sekolah ini. Ia memiliki kekasih sejati bernama Regina, seorang gadis yang juga cukup populer. Regina memiliki teman-teman yang akan membelanya mati-matian jika kau sampai menyakiti Regina," jelas Lora panjang lebar. "Wow! Apakah kau serious?" tanya Natalie lagi. Hal semacam itu tidak pernah ia dengar selama di New York. Lora mengangguk. "Sebentar lagi kau akan bertemu dengan Regina." Baru saja Lora berhenti berkata-kata, muncullah beberapa gadis dengan penampilannya yang sangat mencolok mendatangi Dennise yang duduk di pojokan. Seorang gadis yang terlihat paling cantik duduk di sisi Dennise dan bibirnya dengan cepat menyambar bibir Dennise dan menciumnya dengan lekat. Lora tampak memutar bola matanya menyaksikan adegan panas tersebut. "Sebaiknya kita segera memesan makanan dan tidak membicarakan tentang mereka, Natalie. Karena tembok di sini memiliki bibir dan juga telinga," ujar Lora sambil berjalan menuju tempat pemesanan makanan. "Kau tampak takut dengan mereka, Lora," ujar Natalie mengikuti langkah kaki temannya. "Tidak, aku hanya tidak mau terlibat masalah saja! Berurusan dengan Regina dan Dennise hanya akan membuat reputasimu buruk di sekolah ini!" ujar Lora lagi. "Berapa semuanya?" Lora bertanya kepada kasir yang menjaga. "Sepuluh dollar!" jawab sang kasir. "Hey, mahal sekali!" Ekspresi Lora tampak protes. Ia hanya mengambil nasi goreng, telur omelette dan juga soft drink. Secara matematika, tidak mungkin bisa semahal itu jadinya! "Akan jadi lebih mahal jika Regina mendengar semua ucapanmu tentangnya," jawab sang kasir dengan wajah mencibir. Lora nampak terkejut. Ia pun mengurungkan niatnya untuk protes. "Berapa?" tanya Natalie. "Kau murid baru, dua puluh dollar!" jawabnya semena-mena. Natalie enggan berbantah, melihat Lora yang merupakan murid lama saja tidak berani berkutik, apalagi dirinya yang hanya murid baru. Ia sama sekali tidak memiliki nyali untuk membela diri. Tanpa banyak bicara, Natalie membayar santapan menjelang siangnya. Mereka lalu memilih tempat duduk yang sepi dan tidak mencolok. Lora tidak lagi membicarakan tentang Regine atau Dennise, melihat bahwa sang kasir saja tiba-tiba bisa mendengar ucapannya, maka bisa dipastikan bahwa ia akan tamat jika terus membicarakan manusia-manusia populer ini. "Wajahmu kenapa Natalie?" tanya Lora yang baru sadar akan wajah temannya yang terdapat banyak luka gores. "Oh, ini luka karena semalam aku bermain di hutan dekat rumahku!" ucap Natalie sambil meraba wajahnya. "Hutan Woodstock?" Lora nampak terperanjat. Natalie mengangguk. "Apakah kau pernah mendengar ada ritual kecantikan yang melibatkan bulan?" tanya Natalie ingin tau. "Oh, gosip itu? Sebaiknya jangan kau lakukan, Natalie. Menurutku kau sudah cukup cantik! Tidak perlu melakukan ritual seperti itu. Lagipula, berita itu belum diuji kebenarannya. Jangan-jangan kau malah membahayakan nyawamu sendiri nanti!" ucap Lora dengan ekspresi penuh peringatan. "Tidak, bukan untukku, tetapi adikku keliatannya terobsesi dengan gosip itu," sahut Natalie. "Adikmu? Kau memiliki adik?" Lora kembali terkejut. "Yeah, begitulah. Semalam kami menjelajah hutan dan ...." "Kita sebaiknya tidak membicarakan tentang hutan itu, Natalie! Hutan itu, sangat dilindungi oleh warga Woodstock. Tidak semua orang boleh masuk ke dalam sana atau mereka akan celaka dan tidak pernah kembali!" Lora memotong ucapan Natalie. "Tap-tapi ... Lora, semalam aku bertemu ...." "Jika kau terus mengajakku berbicara tentang hutan itu, aku rasa sebaiknya aku tidak menjadi temanmu!" Lora tiba-tiba bangkit berdiri dan membawa makanannya pergi. Sementara itu, Natalie tampak bingung dengan sikap Lora yang tiba-tiba berubah. Ia akhirnya duduk sendiri sambil menghabiskan makanannya dengan sejuta pikiran yang membingungkan. Keliatannya tempat tinggal barunya memang menyimpan cerita misterius yang aneh. Kenapa Lora nampak ketakutan ketika ia mencoba menjelaskan tentang apa yang ia alami? Ini sungguh aneh! Sepanjang hari itu, pikiran Natalie sudah tidak fokus dengan pelajaran. Dari tempat duduknya yang menghadap jendela, ia bisa melihat hutan Woodstock yang berwarna hijau dan terlihat menyejukkan di siang hari. Sangat berbeda dengan ketika hutan itu didatangi di malam hari. Rasa penasarannya jadi kembali muncul. Sebenarnya rahasia apa yang ada di balik hutan itu? Bel sekolah berbunyi, Natalie dengan cepat merapikan buku pelajarannya dan ia hendak bergegas pulang. Niatnya sudah sangat bulat, ia akan kembali masuk ke hutan itu di siang hari dan menyelidiki apa yang semalam sebenarnya terjadi. Dalam sekejap, suasana kelas sudah sepi. Natalie kembali menatap hutan misterius itu dari kaca jendelanya. Rasa ingin taunya semakin kuat dan menjadi-jadi. Dan, ia merasa harus segera menemukan jawabannya. Natalie hendak keluar ketika seorang pria berdiri di depan pintu kelasnya. "Dennise?" Natalie tanpa sadar menyebut nama pria itu. "Hm, kau sudah tau namaku?" tanyanya dengan wajah datar. "Eh, iya. Ma-maaf. Kau ternyata cukup populer. Semua orang tau namamu jadi ... itu bukan hal yang aneh, bukan?" Natalie tetap berdiri di tempatnya, sementara Dennise melangkah masuk. Jantung Natalie berdegup sangat kencang ketika tatapannya kembali bertemu dengan Dennise. Dennise memiliki mata indah yang sangat jarang ia temui. Maniknya berwarna silver dan seperti berputar dalam pusaran. Tatapannya mengandung magis yang susah dijelaskan. Yeah, Dennise memang memiliki pesona yang susah ditolak kaum hawa seperti dirinya. "Aku lihat kau murid baru di sini?" tanyanya ketika mereka sudah berhadapan. Natalie mengangguk. "Kemarin aku tidak melihat cacat di wajahmu ini ketika kita bertemu. Lalu ... ini ...." "Ini adalah luka yang kudapatkan ketika semalam aku pergi ke hutan," potong Natalie cepat. Dennise mengangguk. "Jika kau tidak ingin mendapatkan luka yang lebih parah dari ini, sebaiknya jauhi hutan itu! Kau bukan penduduk sini! Dan kau sama sekali tidak diterima di tempat ini!" Dennise berkata lalu pergi meninggalkan Natalie begitu saja. Natalie mengerjapkan matanya mendengar kata-kata Dennise yang menurutnya cukup kasar. Pria itu ia kira pria yang cukup baik dan simpatik, tidak disangka bahwa ternyata memiliki kesombongan di atas rata-rata. Natalie menghembuskan nafasnya dengan kesal. "s**t!" Ia memaki sambil berjalan dengan langkah lebar menuruni tangga. Di lapangan sekolah, tampak Terry sudah menunggunya dengan ekspresi sebal, sementara Dennise terlihat bermain basket bersama dengan teman-temannya yang kemarin. Tidak tampak Regina di sana. Apa mungkin gadis itu sudah pulang? Yeah, ini bukan New York, semua siswa pasti langsung pulang ke rumah masing-masing setelah sekolah. "Natalie!! Ayo, cepat!! Aku sudah sangat lapar!" Terry nampak merajuk melihat Natalie malah berlambat-lambat. "Ya, baiklah!" Natalie mempercepat langkahnya dan ia sama sekali tidak melihat ke arah Dennise yang terus menatapnya. Mobil sang ibu sudah diparkir di depan sekolah. Melihat kedua putrinya keluar gerbang, Kathy dengan cepat kembali melajukan mobilnya. "Natalie, apakah setelah makan siang kau ada acara?" tanya Terry. "Entahlah, aku belum memutuskan!" jawab Natalie diplomatis. "Aku punya ide yang cukup menantang!" ujar Terry. "Pasti kau ingin mengajakku ke hutan lagi!" tebak Natalie. Terry nampak cekikikan. "Apakah kau mau?" tanyanya. "Yeah, tentu saja! Tapi kau harus janji bahwa kita harus merahasiakan hal ini dari siapapun! Termasuk mom and dad! Bagaimana?" tanya Natalie. Terry nampak tersenyum senang. Rencananya memang begitu! Tidak disangka sang kakak, malah mendahuluinya! Ini benar-benar sempurna!! 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN