I'll go by my self

2120 Kata
Sepasang mata terus memperhatikan Natalie yang berjalan keluar dari hutan. Di wajahnya nampak tersungging senyum kepuasan. Dan, dalam hitungan detik, ia pun menghilang ke dalam kegelapan hutan. Natalie terus berjalan sambil memikirkan semuanya, sementara di depan sana, tampak Terry sedang menunggunya dengan gelisah. "Natalie!! Apa yang sebenarnya terjadi? Kau tiba-tiba saja menghilang! Apakah kau tidak tau bahwa aku sangat mengkhawatirkanmu?" Terry dengan cepat berlari menghampiri kakaknya yang terlihat seperti berpikir. "Nat!!!" Melihat Natalie sama sekali tidak meresponnya, Terry melambaikan tangannya di depan wajah sang kakak. "Eh, Terry. Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Natalie dengan ekspresi terkejut. "Hey! Aku yang seharusnya bertanya seperti itu padamu, kau kemana tadi?" Terry terlihat sebal. "Eh, tadi aku ...." Natalie nampak berpikir. Tidak! Mengatakan bahwa ia bertemu dengan Dennise akan membuat Terry semakin bertanya-tanya. Adiknya itu terlihat sangat memuja seorang Dennise. Dan, bagi Natalie, itu sangat berbahaya. "Hutan itu, tidak sebaiknya kita datangi, Terry. Kita bisa celaka jika kita nekad ke sana," ujar Natalie sambil melingkarkan tangannya di bahu Terry. Ia lalu mengajak Terry untuk pulang. "Sebentar! Tidak, Natalie! Kita harus ke sana malam ini! Oh ya, sebaiknya kita mengambil bunga Merancolypyus yang ada di tepi sungai desa ini," ujar Terry sambil menarik tangan Natalie ke arah yang berlawanan. "Apa ? Bunga apa itu? Baru kali ini aku mendengarnya!" Natalie menatap Terry dengan ekspresi bingung. "Sudahlah, Louisa yang mengatakannya padaku. Ayo, sebaiknya kau ikut denganku. Aku tau ciri-ciri bunga itu, dari penjelasan Louisa, keliatannya bunga itu bentuknya indah," ucap Terry lagi. Natalie masih tidak paham, tapi ia menurut saja ketika Terry mengajaknya ke tepi desa itu. Mereka sampai di sebuah sungai yang berair jernih. Banyak bunga berwarna-warni tumbuh di sana, semuanya sangat indah, membuat wajah kedua kakak beradik itu tersenyum tanpa sadar. "Yang mana bunga yang kau maksud, Terry?" tanya Natalie sambil mengamati satu persatu bunga tersebut. "Entah, Louisa hanya menyebutkan ciri-cirinya saja. Bunga itu berwarna merah muda keunguan dan kita harus memilih bunga yang baru saja mekar," jelas Terry sambil memperhatikan semua bunga indah itu. "Merah muda keunguan? Apakah ini?" Natalie menunjuk bunga dengan warna yang dimaksud. Terry menoleh ke bunga yang ditunjukkan oleh Natalie. Keningnya berkerut. "Apakah hanya ini satu-satunya bunga yang berwarna merah muda keunguan?" Terry terlihat tidak yakin. Ia belum pernah melihat bunga itu sama sekali, jika warna yang jadi ukurannya, maka yang ditunjuk oleh Natalie adalah yang paling mendekati. Natalie nampak mengangkat bahu. "Bagaimana jika kita ambil saja beberapa kuntum bunga dan tunjukkan ke Louisa," usul Natalie. Terry mengangguk. Ia lalu melihat ke arah bagian lain mencoba mencari bunga dengan warna sejenis. Namun, keliatannya memang yang ditunjukkan oleh Natalie yang paling mendekati. Mereka berdua lalu memetik beberapa kuntum bunga yang masih terlihat segar kelopaknya serta ukurannya tidak terlalu besar. Setelah mengambil beberapa, mereka pun pulang. "Natalie, apakah kau mau ikut bertemu Louisa?" tanya Terry. "Untuk apa?" "Hehe, ya sudah, kau di rumah saja kalau begitu, ya? Lagian, ini adalah urusan anak seusiaku. Sangat tidak asyik jika kau ikut bersamaku membahas hal yang tidak penting," ujar Terry sambil tertawa kecil. Natalie memutar bola matanya malas mendengar jawaban adiknya. "Aku memang ingin di rumah saja," jawab Natalie. "Good!" jawab Terry senang. Natalie segera menaiki tangga rumah begitu mereka berdua sampai, sementara Terry lebih memilih menerobos pagar tanaman yang membatasi antara rumahnya dan juga rumah Louisa. Sesampainya di sana, ia langsung mengetuk pintu rumah Louisa. "Louisa, apakah kau ada di dalam?" tanya Terry sambil mengetuk pintu. Terry terlihat tidak sabar menunggu Louisa keluar. Ia kembali hendak mengetuk pintu ketika pintu rumah itu tiba-tiba terbuka. "Hai, ada apa, Terry?" tanya Louisa sambil tersenyum cantik. "Louisa, apakah ini bunga yang kau maksud?" tanya Terry sambil menunjukkan bunga yang ia bawa. Louisa mengamati bunga tersebut dan ia kembali tersenyum. "Yeah, benar! Kau harus mencampur kelopak bunga ini dengan darah binatang, Terry. Lalu pergilah ke hutan nanti malam dan lakukan ritual seperti yang kukatakan!" ujar Louisa sambil mengatupkan tangan Terry yang membawa beberapa bunga segar. "Oh ya, benar. Aku harus mencari binatang untuk disembelih. Astaga, dimana aku harus mencarinya?" tanya Terry dengan ekspresi bingung. "Hmm ... kau bisa beli daging domba di rumah Nyonya Meggy. Rumahnya ada di ujung jalan ini. Kau minta saja yang segar dan masih ada darahnya," saran Louisa. "Oh, begitu ya? Baiklah, terimakasih atas saranmu, Louisa ...." Terry nampak bahagia. "Terry, sebaiknya kau tidak mengatakan padanya tujuanmu membeli daging. Asal kau tau, warga desa sini, tidak suka hutan mereka dimasukin orang asing. Kau akan mendapat masalah jika sampai ketahuan," ujar Louisa mengingatkan. "Ohh, baiklah! Aku akan mengingat kata-katamu, Louisa. Terima kasih!" Terry lalu pergi dari sana. Ia menyusuri jalanan dan pergi mengunjungi rumah yang tadi disebutkan. Di sana nampak bahwa Nyonya Meggy ternyata memiliki peternakan. Ada kuda, domba, ayam, sapi terlihat dari samping rumahnya. Terry dengan semangat mengetuk dan membunyikan bel rumah tersebut. Seorang wanita tua nampak membukakan pintu dan melihat Terry dengan tatapan penuh tanya. "Siapa kau gadis kecil? Kau mencari siapa? Aku ... tidak punya anak seumuranmu," ujar wanita tua itu. "Maaf, Nyonya Meggy. Aku Terry. Aku dengar Anda menjual daging segar, apakah aku boleh membeli beberapa? Aku butuh yang sangat segar, kalau bisa yang masih ada darahnya," ujar Terry. "Oh, baik. Kalau begitu masuklah terlebih dahulu. Akan aku lihat, aku punya apa untuk kuberikan padamu," ujar wanita tua tersebut sambil membuka pintu rumahnya lebar-lebar. Terry nampak senang. Tanpa keraguan, ia pun masuk ke dalam rumah tersebut dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Rumah Nyonya Meggy merupakan bangunan tua dengan bahan utama kayu. Ruang tamu dan ruang tengah menyatu dengan perapian di ujung sebelah sana. Rumah itu nampak luas tanpa sekatan. Dapur pun bisa langsung terlihat dari ruang tamu. Nyonya Meggy keluar menuju pekarangan belakang. Terdengar suara seraknya memanggil nama seseorang. "Pedro!! Daging apa yang kau sembelih hari ini? Apakah masih ada yang masih segar? Aku punya tamu seorang anak yang membutuhkan daging segar!" serunya. "Tentu saja ada, Nyonya Meggy. Aku punya sisa daging kambing segar, apakah itu berguna baginya?" sahut seorang pria yang mungkin bernama Pedro. "Sebentar!" "Hey, gadis kecil! Aku hanya punya daging kambing. Apakah kau bisa pakai itu untuk kebutuhanmu?" tanya Nyonya Meggy sambil menatap Terry dari halaman belakang. Terry dengan segera bangkit dan pergi menghampiri Nyonya Meggy. "Yeah, aku bisa memakainya, Nyonya. Tak masalah ... Anda bisa memberi saya berapa pon ?" tanya Terry lagi. "Pedro, sisa berapa itu?" "Keliatannya masih sisa sepuluh pon," jawab Pedro. "Boleh, aku ambil semua, Nyonya. Apakah ini cukup?" Terry lalu mengeluarkan sejumlah uang dari dalam tas kecilnya dan menyerahkannya ke tangan wanita tua itu. Nyonya Meggy tersenyum melihat Terry bahkan tidak menghitung uangnya dan memberikan semua padanya. "Ambillah itu untukmu. Aku hari ini sedang tidak ingin menjual daging. Aku akan memberikan gratis untukmu, gadis kecil," ucap Nyonya tua Meggy. "Namaku Terry, Nyonya! Terima kasih kau sudah begitu baik padaku!" Terry nampak senang. Nyonya Meggy mengangguk sambil tersenyum. Ia kemudian meminta Pedro agar memberikan daging itu pada Meggy. Meggy dengan sukacita menerimanya. "Aku akan membalas kebaikan hati Anda, Nyonya. Terima kasih!" ujar Terry. Wanita tua itu semakin melebarkan senyumnya mendengar ucapan Terry. "Kau anak yang baik! Segeralah pulang dan bawa daging ini ke ibumu agar segera dimasak," ujarnya sambil memeluk bahu Terry. Ia lalu mengantar Terry keluar. "Rumahku ada di ujung jalan ini, Nyonya. Di dekat hutan sebelah sana." Terry berkata sambil menunjuk ke ujung jalan. "Oh, apakah kau tinggal di rumah lama keluarga Rodman?" tanya Nyonya Meggy. "Keluarga Rodman?" Terry mengerutkan keningnya. "Ah, sudahlah. Itu cerita lama, sudah tidak banyak orang yang mengingat tragedi itu. Aku pun sudah melupakannya," sahut Nyonya Meggy. "Segeralah pulang, ibumu pasti sudah menunggumu!" ujar Nyonya Meggy sambil menepuk punggung Terry. "Oh, baik, Nyonya. Terima kasih atas dagingnya!" ujar Terry. Ia pun lalu berjalan menuju rumahnya dengan kening yang masih berkerut. Ucapan Nyonya Meggy membuat hati Terry jadi penasaran. Rumah yang ia tinggali sekarang adalah rumah lama keluarga Rodman? Siapa itu? Dan, tadi ia berkata soal tragedi, tragedi apa yang dimaksud? Apakah tragedi itu menyeramkan? Apakah itu terjadi di rumahnya? Terry setengah berlari segera menuju rumahnya. Hal ini harus segera ia ceritakan ke Natalie. Sesampainya di sana, tampak sang ibu baru saja tiba. Niat Terry untuk segera masuk rumah terpaksa ia urungkan. Ia sedang membawa daging kambing yang berbau amis sebanyak sepuluh pon, ibunya pasti akan banyak bertanya dan jika ia salah jawab, maka rusaklah semuanya! Terry terpaksa berjalan mengitari rumah dan menuju ke jendela kamarnya. Karena tubuhnya kecil, ia tidak bisa masuk sendiri ke dalam kamar karena rumahnya adalah bentuk rumah panggung. Bahkan, jika tubuhnya setinggi Natalie pun, ia tetap akan mengalami kesulitan untuk naik. Dengan sangat terpaksa, ia mendatangi kamar Natalie. "Ssst!! Natalie!!" Terry berteriak setengah berbisik, berharap sang kakak mendengarnya dan melihatnya dari dalam kamar. Jendela kamar Natalie terbuka dan sesuai harapan, muncul wajah cantik sang kakak di sana. "Hey, apa yang kau lakukan di situ?" tanya Natalie. "Ini! Tangkap!" Tanpa memberi aba-aba, Terry melempar kantong berisi daging segar ke arah Natalie. Reflek yang bagus dari Natalie, membuatnya langsung menangkap kantong plastik berwarna hitam tersebut. "Oh, astagaaa! Apa ini?" Natalie seketika menutup hidungnya begitu mencium aroma amis muncul dari kantong plastik yang ia tangkap. "Sst! Natalie! Help me in!!" ujar Terry kembali setengah berbisik. "Aish! Kenapa kau tidak lewat pintu depan saja?" balas Natalie setengah berbisik pula. "Mom sudah datang. Aku akan diinterogasi dan aku sangat menghindari itu!" ujar Terry sambil memberikan kode dengan tangannya agar Natalie melempar sesuatu agar dia bisa naik. Natalie memutar bola matanya sambil menggelengkan kepala. Ia lalu menghilang beberapa saat lamanya sebelum akhirnya ia muncul kembali dengan seutas tali pramuka. Terry dengan cepat menyambar Tali itu lalu berusaha naik dan masuk ke dalam kamar Natalie. "Astaga! Apa yang sudah kau lakukan? Membawa daging lalu mengendap-endap seperti seorang pencuri saja, ckck!" Natalie menatap adiknya penuh kecurigaan. "Hey, aku punya sebuah informasi penting. Apakah kau tau bahwa rumah kita ini dulunya dihuni oleh keluarga Rodman?" Terry tanpa mempedulikan pernyataan sang kakak, malah berusaha memberi informasi lain yang menurutnya sangat penting. "Keluarga Rodman? Memangnya kenapa dengan keluarga itu?" tanya Natalie tidak paham. "Aku dengar dari Nyonya Meggy bahwa keluarga Rodman tinggal di sini sambil meninggalkan sebuah tragedi," ujar Terry. "Nyonya Meggy? Siapa itu? Dan, tragedi apa yang dia maksud?" "Nah, itu yang aku tidak paham. Natalie, aku jadi sangat penasaran, sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan desa ini. Tadi, Louisa bilang, hutan yang ada di samping kita ini sangat dilindungi warga. Kita tidak boleh sampai ketahuan jika kita masuk ke sana," ujar Terry. "Nah, itu juga yang dikatakan Dennise padaku!" Oops!! Natalie seketika sadar bahwa ia baru saja keceplosan. "Dennise? Dennise Rodman?" Ekspresi Terry nampak mendelik. Ia baru tau bahwa kakaknya ternyata berbincang-bincang dengan pria populer itu. Luar biasa sekali!! "Rodman? Apakah keluarga Rodman yang itu yang tinggal di rumah kita?" Natalie seketika ikut mendelik mendengar analisanya sendiri. Ia baru ingat bahwa Dennise Rodman memiliki nama belakang itu. "Astaga! Kau benar, Natalie! Dennise memiliki nama belakang Rodman. Apakah mungkin Rodman yang itu yang dimaksud oleh Nyonya Meggy?" Terry ikut antusias. Natalie nampak berpikir. "Memangnya kenapa kalau Rodman yang itu yang tinggal di rumah kita? Toh mereka sudah menjualnya," jawab Natalie akhirnya. "Tidak, bukan itu saja! Aku ingin tau tragedi apa yang sudah terjadi di rumah ini, Natalie? Apa yang menimpa keluarga Rodman? Lalu Rachel? Apa hubungannya Rachel dengan keluarga Rodman?" Terry seperti tidak bisa diam untuk tidak berpikir. Semakin lama, rasa ingin taunya semakin besar. Apalagi ini berhubungan dengan Dennise Rodman. Yah! Ia rasa ia harus segera memulai ritual kecantikannya dan segera mengajak Dennise Rodman berbincang membahas masa lalu keluarganya. Pria itu tak mungkin menolak diajak berbicara ketika wajahnya sudah cantik, bukan? "Natalie, malam ini, kita harus segera memulai ritual kita! Kau harus membantuku, Natalie!" ujar Terry penuh permohonan. "Pergi ke hutan itu lagi? Tidak! Kau sudah tau kebenarannya, Terry, bahwa kita tidak diijinkan untuk masuk ke dalam hutan itu! Hutan itu sangat dilindungi!" tolak Natalie. "Natalie! Kita sudah sepakat bahwa kau akan membantuku! Kau tidak mungkin membiarkan diriku sendirian pergi ke dalam hutan lalu melakukan ritualku sendiri, kan?" Wajah Terry nampak memelas. "Terry, kita berdua sudah sama-sama mendengar peringatan itu. Melanggarnya bisa mengakibatkan kita celaka!" Natalie mengingatkan. "Yeah, aku tau! Tapi kita hanya akan ke sana ketika bulan purnama, Natalie. Dan itu hanya berlangsung hari ini dan juga besok. Setelahnya kita tidak akan ke sana lagi sampai tiba waktunya bulan depan," ujar Terry. "Aku tidak mau, Terry. Itu sangat berbahaya! Kau sendiri mendengar peringatannya," bantah Natalie. "Mungkin mereka takut dengan binatang buas itu, tapi bukankah binatang itu sudah jinak padamu? Tidak akan terjadi masalah, Natalie! Percayalah!!" Terry berusaha meyakinkan sang kakak. Natalie tetap menggeleng. "Baiklah! Kalau begitu, aku akan pergi sendiri kesana. Mungkin dengan begitu aku pun bisa bertemu dengan binatang itu. Lalu, mari kita lihat, apakah dia akan memperlakukanku seperti dia memperlakukanmu?" ucap Terry sambil melangkah keluar kamar. "Hey!! Jangan lupa dagingmu!! Kau membuat kamarku seperti bau peternakan kambing!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN