17. Dilema Karena Ajakan Teman

1312 Kata
Bandara Internasional Incheon 01.05 am ________ Setelah berpikir selama beberapa saat, akhirnya Jerome mengiyakan saran dari salah satu anak buahnya. Dugaan mereka sepenuhnya salah karena sejauh ini, tak ada satu pun media yang meliput mobil mereka. Itu artinya, mereka juga tidak menyadari jika Kim Seo Hyung akan berangkat ke Amerika malam ini. Namun, demi keamanan Kim Soe Hyung, Jerome dan beberapa anak buahnya pun memperlengkapi tuan muda mereka dengan penyamaran. Topi hitam, masker berlapis dan jaket kulit milik salah satu anak buah Jarome. Semua itu sanggup membuat Kim Seo Hyung tidak dikenali. Semua usaha Jerome dan timnya pun tidak sia-sia. Kim Seo Hyung melewati bagian imigrasi bandara dengan lancar dan sekarang ia sedang duduk bersama Jerome di ruang keberangkatan. Tentu, Jerome pun memperlihatkan profesionalitasnya. Bekerja selama bertahun-tahun dengan Kim Seo Dam membuat Jerome selalu melakukan tugasnya dengan totalitas penuh. Demi melindungi sang tuan, ia harus menyewa ruang private agar tak ada media yang bisa meliput mereka di sini. Private room bandara Incheon adalah tempat para tamu exlusive menunggu jadwal keberangkatan mereka. Dikarenakan bandara ini sangat sibuk dikala para idol K-pop wara-wiri di tempat ini, maka pihak bandara menyediakan fasilitas khusus bagi mereka yang ingin mendapatkan keamanan dan kenyamanan. Namun, tempat exlusive ini juga tidak digratiskan. Orang-orang yang menginginkan privasi harus mengeluarkan puluhan juta hingga ratusan juta won untuk bisa duduk nyaman di sini. Namun, bukan nyaman sebenarnya. Tempat ini hanya bebas dari wartawan, tetapi penuh dengan agensi dan artis K-pop yang akan bepergian ke luar negeri. “Hah ....” Terdengar desahan panjang dari salah seorang lelaki yang baru saja tiba di ruang keberangkatan ini. Ia membanting tubuhnya di kursi, lantas merentangkan tangan dan menaruhnya di atas sandaran kepala. “Bagaimana persiapannya?” tanya lelaki itu pada wanita yang berdiri di samping tempat duduknya. “Semua sudah beres, Pak manajer,” ucap wanita itu “Bagus. Pastikan semua artis nyaman. Cek kondisi kesehatan mereka. Aku tidak ingin ada artisku yang sakit. Ingat, ini konser besar dan tur baru akan dimulai.” “Baik, Pak manejer.” Mendengar suara itu membuat kuping Kim Seo Hyung tergelitik. Rungunya seperti familier dengan suara bariton yang baru saja berbicara itu. Merasa penasaran, Kim Seo Hyung akhirnya menaikkan tatapan. Tepat saat itu juga, ia bertabrakan dengan sepasang manik cokelat. Awalnya lelaki itu cuek. Ia menunduk dan memilih menatap gawai. Kim Seo Hyung yang terlanjur mengenali teman kuliahnya saat di Amerika itu dengan spontan menyapa, “Sejin-ssi!” Lelaki yang mendengar panggilan itu kemudian mendongak. Tampak alisnya mengerut dan lalu ia memicingkan mata. Kim Seo Hyung berdiri dari tempat. Sejenak, ia melupakan masalah yang terjadi dalam hidupnya dan spontan menghampiri teman lamanya. “Sejin-ssi!” sapa lelaki itu lagi dan semakin pria yang dipanggilnya itu merasa bingung. Tahu persis apa yang membuat teman lamanya itu bingung, Kim Seo Hyung lalu menarik masker yang menutupi wajahnya. “O!” Lelaki bernama Sejin itu terbelalak dan sontak bangkit dari tempat duduknya. Tangan kanannya terangkat dan mengarahkan telunjuknya kepada Kim Seo Hyung. “Yak, Seo Hyung-ssi!” Kim Seo Hyung tergelak rendah. Ia membuka tangan dan Sejin menyambutnya. Kedua orang itu berpelukan ala pria. “Astaga! Aku pikir siapa.” Sejin menepuk-nepuk bahu Kim Seo Hyung sebelum menarik tubuh dan melepas pelukan. Kim Seo Hyung tersenyum. Menatap lelaki di depannya dan balas menepuk bahu Sejin. “Lama tak jumpa, Sejin-ssi.” Lelaki di depannya tertawa rendah. “Kim Seo Hyung, astaga ....” Lelaki itu menggeleng sambil menepuk pundak Seo Hyung. “Beberapa kali aku ingin menghubungimu, tetapi aku pikir tuan CEO The Luckiest Group ini sangat sibuk,” ujar Sejin dan mengakhirinya dengan tawa rendah. Seo Hyung ikut terkekeh berat. “Ah! Kau ini bisa saja. Nyatanya kau yang terlihat lebih sibuk dari aku,” kata Seo Hyung sambil berusaha mencuri pandangan ke belakang tubuh Sejin. Lelaki itu menoleh ke belakang lalu saat ia kembali menatap Kim Seo Hyung, ia pun tertawa. “Aku dilempar oleh agensi untuk menangani artis baru. Mereka baru debut enam bulan yang lalu dan baru akan memulai konser tur dunia.” Manik mata Soe Hyung melebar dan alisnya yang sempurna itu melengkung ke atas. “Wow!” gumam Seo Hyung. Sejin mengangguk. “Hem.” Lelaki itu ikut bergumam dan sekali lagi menoleh ke belakang. Tak lama setelah itu, ia kembali membawa pandangannya kepada Kim Soe Hyung. “Oh ya, ngomong-ngomong kau mau ke mana?” Untuk sekejap, Kim Seo Hyung terdiam. Sekilas ia membawa tatapannya ke bawah lalu lelaki itu menarik sudut bibirnya ke atas sebelum kembali mendongakkan wajah. “Amerika,” jawab Kim Seo Hyung dengan singkat. Sejin memandang sahabatnya dengan dahi yang terlipat. “Amerika?” tanya Sejin dan Kim Soe Hyung mengangguk. “Urusan bisnis?” Kim Seo Hyung terdiam. Ia menarik sudut bibirnya ke atas hingga lesung pipinya terlihat, akan tetapi lelaki itu menundukkan kepala. Ada sesuatu yang tiba-tiba saja mencelos perih dari dalam hatinya. “Hem,” gumam Seo Hyung. Berusaha untuk menutupi apa yang sedang ia alami dan berpikir jika Sejin tidak mengetahui skandal yang sedang menjebak dirinya. Lelaki di depan Kim Seo Hyung itu tertawa rendah. “Ah, kau ini! Sedari dulu kau terlalu serius dengan hidupmu. Sesekali berliburlah. Oh ya, apa kau sudah punya pacar?” DEG Kim Seo Hyung merasa seperti jantungnya baru saja dilempari benda tajam. Padahal ucapan Sejin tidak semestinya menyinggung Soe Hyung. Namun, mendengar kata pacar membuat Kim Soe Hyung mau tak mau memikirkan kelakuan calon istrinya. Namun, bukan saatnya mengumbar masalah. Ia juga tak mungkin cerita pada Sejin tentang kelakuan dari wanita yang dijodohkan dengan dirinya. “Belum,” jawab Seo Hyung dengan singkat dan membuat Sejin tergelak. Sekilas lelaki itu menunduk kemudian mendongak dengan senyum geli yang bertahan di wajah. Ia mendekat meraih sebelah wajah Kim Seo Hyung kemudian berbisik tepat di depan telinga Seo Hyung, “Kalau begitu pas. Bagaimana jika kau tinggalkan sejenak urusan bisnismu dan ikut denganku. Hem?” Sekali lagi Kim Seo Hyung merasa jantungnya berhenti berdetak, sementara Sejin menutup ucapannya dengan tawa berat yang telah menjadi ciri khasnya. Lelaki itu menarik kembali punggungnya dan menatap Kim Seo Hyung dengan senyum geli. “Bagaimana, hem? For your information, aku bawa banyak gadis dan aku jamin mereka bisa menghiburmu. Sungguh, Seo Hyung, kau sudah cukup dipanggil culun ganteng ketika di Amerika, sekarang biarkan dirimu benar-benar membuktikan bawah kau bukan homo seperti yang sering digosipkan,” tutup Sejin dengan kedipan mata. Kim Seo Hyung terdiam. Bukan pada omong kosong temannya, tetapi pada sesuatu yang tersirat jelas di sana. Sejin mendekat. Sudut bibirnya naik dan alisnya melengkung ke atas. “Aku punya satu kursi kosong di business class dan tinggal kutelepon temanku, maka dia bisa memberikan kursi itu kepadamu dan kau tak harus repot-repot membeli tiket dan mengurus seluruh barang-barangmu. Well, anggaplah ini balas budiku atas kebaikan yang pernah kau berikan padaku saat aku kekurangan dana waktu kuliah. Haha!” Bukan pada lelucon Sejin yang membuat Kim Seo Hyung tersenyum sekilas, tetapi pada ucapan Sejin yang membuat otak Kim Seo Hyung membesitkan sesuatu. ‘Lari. Larilah Kim Seo Hyung.’ Ada satu bisikan kuat yang sedari tadi mengganggu Kim Seo Hyung dan membuat jantungnya mulai berdetak meningkat. Ketika Seo Hyung mendongak, ia menatap bagaimana raut wajah Sejin dan semakin mendorong sisi dalam diri Kim Seo Hyung untuk segera mengatakan –ya! “Apa yang kau tunggu, hah? Pekerjaan bisa menanti, tapi kapan lagi kau bisa liburan ditemani artis-artis K-pop, hah? Ayolah ....” Semakin lama, jantung Kim Seo Hyung semakin bertalu dengan kencang. Terlebih, ketika mendadak otaknya memberikan visual Kim Soe Dam lalu hati Seo Hyung berteriak jika sudah waktunya ia membuat pilihan yang didasari oleh keinginannya sendiri. “Hey, Seo Hyung!” Mendengar panggilan dengan nada tenang itu membuat Kim Seo Hyung semakin gugup sehingga ia perlu menarik napas dalam-dalam untuk membuat jantungnya berdetak normal. Namun, alih-alih tenang, ia malah mendapati dirinya semakin gelisah. Sial. Ini bukan keputusan muda. Kim Seo Hyung benar-benar dilema.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN