28. Bingung

1136 Kata
“Hah ....” Desahan napas panjang mengalun keluar dari mulut Jeselyn Kusuma atau yang lebih sering dipanggil Jessy itu. Kedua tangannya bertengger pada pinggiran wastafel, sementara ia mulai mengangkat pandangannya. Menatap wajahnya di depan cermin dan seketika ia mendesah kasar. Ia memutar tubuh dan membawa kedua tangannya terlipat di depan d**a. “Gimana cara gue nolongin dia ya. Ck!” Berendam air hangat dengan essential oil ternyata tak sanggup menghilangkan stress yang dialaminya. Pikiran Jessy berkecamuk. Sempat kembali terbayang saat di mana pria tak dikenal datang dan hendak memerkosa dirinya. Jessy sungguh tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya. Anggaplah ini karma karena ia sering meremehkan kaum pria. Jessy sadar bahwa ia memang jutek dan judes, terlebih ketika ada pria yang ingin mengajaknya kencan. Mulai dari kalangan pejabat, atasan, artis dan bahkan atlet papan atas pun pernah mendekati Jessy, tapi tak satu pun dari mereka berhasil mengencani gadis itu. Namun, mau bagaimana lagi, kelakuan mereka juga sedikit terbilang angkuh. Entah mengapa, Jeselyn itu punya phobia pada pria yang sok ganteng, sok kecakepan, sok keren dan sok kaya. Ya ... walaupun mereka memang kaya raya, tapi cara mereka berbicara membuat Jessy ilfeel duluan. Dan dari semua orang-orang berduit itu, tak ada satu pun dari mereka yang pernah diizinkan Jessy untuk datang ke apartemennya. Itu juga salah satu alasan Jeselyn untuk tidak menerima apartemen pemberian CEO Akhza Group, tempat di mana ia bekerja. Semua itu untuk tetap menjaga privasinya. Tetapi hari ini, semua privasi itu dilanggar begitu saja. Hanya karena sebuah hutang budi, Jessy rela membawa seorang pria asing ke tempat tinggalnya. “Gak! Gue harus bantuin dia dan malam ini, dia harus segera pergi dari sini,” gumamnya. Satu tarikan napas panjang membuat gadis itu menganggukkan kepalanya. “Ya!” tandasnya. “Gue gak bisa nampung dia lebih lama. Sebaik apa pun dia, dia tetep orang asing.” Dagu Jessy mengerut ketika ia mengulum bibirnya dan memutar pandangan ke arah pintu. Setelah mempertimbangkannya cukup lama, akhirnya Jessy pun memutuskan sesuatu. Ia melesat dari kamar mandi dan bergegas memakai pakaian. Tepat ketika Jessy selesai memakai pakaian, terdengar bunyi bel yang menggema cukup kuat. Segera gadis itu melesat keluar dan mendapati seorang pria sedang berdiri di depan pintu rumahnya sambil membawa dua kantung berisi makanan cepat saja. “Baa ....” Dahi Jessy mengerut saat wajah lelaki itu muncul dari antara kantung plastik yang sejak tadi di depan wajahnya. “Lah, buset ... sangar amat wajahnya, Neng.” “Ck! Udah deh, gak usah kebanyakan ngelawak!” ucap Jessy dengan nada ketus. Ia langsung mengambil dua kantung plastik itu dari tangan pak satpam. “Ya elah ... hidup udah susah, Neng, selain napas, cuman ketawa sama nangis yang kagak dipungut biaya. Lain dari itu kudu bayar. Iya, gak? Hahaha!” Bukannya tertawa, Jessy malah mendengkus. Sungguh, ia benar-benar kurang nyaman dengan candaan berlebihan. Apa pun yang menurut Jessy berlebihan selalu diabaikannya. “Makasih ya, Pak ....” Jessy memaksa senyum di wajah. Sebegitu pun ia kurang senang, tapi bukan berarti Jessy harus berlaku tidak sopan. “Iya, sama-sama, Neng.” Perempuan muda itu lalu memutar tubuhnya dan hendak masuk, tapi sebelum kakinya melangkah, tiba-tiba ia terpikirkan sesuatu. Maka dengan cepat Jessy memutar tubuhnya. “Eh, Pak.” “Ya, Neng,” jawab pak satpam dengan cepat. “Tunggu bentar ya,” kata Jeselyn. “Mo ngampain, Neng?” “Tunggu aja. Bentar ya.” Jeselyn bergegas masuk lalu menaruh makanan cepat saji itu ke atas meja. “Tunggu ya, Pak!” seru Jessy. Ia melesat ke dalam kamar hanya untuk mengambil ponselnya lalu gadis itu berlari kembali ke pintu. “Buset, gak perlu lari-larian, Neng. Ngos-ngosan, kan?” ucap pak satpam ketika melihat hidung Jessy yang kembang kempis melepaskan napasnya. “Nomor bapak,” kata Jessy begitu singkat. “Nomor apa, Neng, sepatu apa nomor celana,” ucap pria itu. Menutup ucapannya dengan gelak tawa. Jessy yang mendengarnya lalu memberikan pandangan sinis pada lelaki itu yang lantas membuat pria itu menghentikan gelak tawanya. “Becanda, Neng,” kata si bapak. Mendadak raut wajahnya berubah, bagai kucing yang dibawakan lidi. “Nomor telepon, Pak ....” Jessy berusaha melembutkan nadanya, walau tetap mengintimidasi dengan tatapannya. “Oh ... nomor telepon toh, tapi buat apa, Neng?” “Buat jaga-jaga, Pak, kali aja gue butuh bantuan. Nanti gue bayar deh,” ucap Jessy. Cling~ Mata si bapak berubah dengan dua bintang di netra. Pikiran realistis selalu mendominasi ketika mendengar kata ‘bayar’ mulut lelaki itu terbuka dan tergelak. “Yang gini nih yang gue demen,” ucapnnya. Jessy menarik sudut bibirnya ke atas. “Ya udah, buruan.” “Bentar dulu, Neng, Bapak kagak hapal nomornya,” ucap pria itu. Bergegas ia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. “Bentar, yak,” katanya lagi. Jessy hanya bisa mendesah panjang. Ia menyandarkan tubuhnya pada tiang pintu dan menanti pria di depannya memberikan nomor ponsel. “Nah ....” Setelah mendapatkan nomor teleponnya, lelaki itu pun mendongak. “Ini dia, Neng,” katanya sambil menengadahkan layar ponselnya ke arah Jesselyn. Gadis muda itu harus mencondongkan wajah dan memicingkan kedua mata. Tanpa banyak kata lagi, ia langsung memasukkan nomor pak satpam ke dalam kontaknya. “Eh, nama Bapak, siapa?” tanya Jessy dengan nada polos. “Justin.” Mendengar jawaban tersebut, membuat Jessy kembali mendengkus. Dengan wajah yang sedikit tertunduk, ia masih bisa memberikan pandangan sinis pada pak satpam. “Hehe ... becanda doang! La ilah!” Lelaki itu terkekeh melihat raut wajah Jessy yang seperti kucing galak. “Choi Siwon,” katanya lagi. “Yang bener dong, Pak!” Pria di depan Jessy kembali tertawa. Entah mengapa, raut wajah Jessy yang terlihat kesal membawa hiburan tersendiri pada pria itu. “Mang napa, Neng? Nama gue emang kayak gitu.” Si pak satpam masih meneruskan drama. “Idih! Gak ada pantes-pantesnya.” Ucapan Jeselyn sukses membuat pria di hadapannya tergelak. Hingga tanpa sadar, Jeselyn ikut dibuat terkekeh. “Udah deh, buruan! Pake becanda lagi, ah!” “Ya udah. Nama Bapak, Jungkook.” “Ck!” “Hahahay ....” “Demi apa coba!” Nada bicara Jessy makin terdengar kesal, tapi si pak satpam malah makin dibuat tertawa. “Buset! Kagak percaya amat, dah!” Jeselyn mendelikkan matanya ke atas lalu menarik tubuhnya dari sandaran. “Pak, Bapak serius mau ngasih apa nggak, sih?” Lelaki di depannya masih tergelak. Demi apa pun, tidak ada yang lebih menyenangkan dari pak satpam selain menggoda gadis jutek seperti Jeselyn. Sungguh, jika tidak perlu-perlu amat, Jeselyn tak akan membuang waktunya bersama pria yang tidak bisa diajak serius berbicara. “Ahmad, Neng,” jawab lelaki itu akhirnya. Jeselyn mendengkus. “Dari tadi kek,” ucapnya ketus. Gadis itu segera menyimpan nomor lelaki itu di kontaknya. “Ya udah, Bapak stand by ya, nanti kalo aku butuh bantuan, Bapak siaga ya.” “Iya, Neng.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN