13. Drama Belum Berakhir

1208 Kata
Kepolisian Distrik Gangnam, Gangnam-gu – Seoul. 09.23 pm ________ Empat puluh dua jam sudah Kim Seo Hyung mendekap di dalam ruangan berukuran 1,5 kali 2,5 meter dikelilingi pagar besi setinggi dua meter. Ruangan berwarna putih dengan satu tempat duduk dari beton yang memanjang. Kedinginan melingkupi dan Kim Soe Hyung bertahan. Tanpa tidur dan sedikit pun ia tak ingin makan. Minum air pun ia tak sudi. Bukan karena Kim Seo Hyung jijik, tetapi harga dirinya tak sekalipun mengizinkan lelaki itu untuk menyicipi setetes air yang diberikan oleh para pria yang telah berani menghina ibunya. Kim Seo Hyung adalah seorang lelaki yang menjunjung tinggi harga diri sekalipun situasi sering kali membunuh harga dirinya. Namun, untuk yang satu ini Kim Soe Hyung sangat tidak mau lebih mengotori harga dirinya dengan memakan atau meminum sesuatu dari mereka. Tidak. Bahkan walau ia mati sekali pun. Lelaki dari keluarga terpandang itu menghabiskan dua malam di dalam sel tahanan sambil meratapi diri. Berbagai pemikiran telah berkelebat di dalam kepalanya. Kim Seo Hyung sudah tidak memikirkan bagaimana caranya ia bisa keluar dari tempat ini. Pikirannya terbang pada sesuatu yang sejak dulu seharusnya ia lakukan. Melarikan diri. Ya. Di otak terdangkal Kim Soe Hyung, pernah sekali ia memikirkan hal seperti ini. Jauh sebelum ia lebih jauh dikekang oleh sang ayah. Kim Seo Hyung pernah berpikir untuk lari jauh dari hingar bingar Seoul. Entah kembali ke Amerika dan bekerja paruh waktu di sana. Di mana saja asalkan ia bisa bebas melakukan apa yang ia inginkan. Mungkin jika ia tetap di Amerika, ia bisa lebih luas mengenal dunia. Ia bisa bergaul dengan banyak orang sehingga ia bisa membedakan mana orang-orang baik, mana orang-orang yang tulus dan mana orang-orang munafik sekaligus cerdik seperti Park Ahn Lee. Oleh karena Kim Seo Hyung sedari dulu hanya bergaul dengan orang-orang kelas atas di Seoul, ia hanya melihat cara berpikir kritis, sering kali juga dangkal, tetapi beberapa di antara mereka ingin terlihat hebat. Mungkin Kim Seo Hyung salah satu di antara mereka. Sekali pun Kim Soe Hyung telah bertemu banyak orang dan banyak kali meneliti karakter mereka namun nyatanya ada satu karakter yang sulit ditebak dan ia baru muncul baru-baru ini. Sekali ia muncul, hidup Seo Hyung langsung diporak-porandakan. Semua yang terjadi dalam empat puluh dua jam ini membuat Kim Seo Hyung bisa menyadari di mana letak ketidakberdayaannya. Hanya satu. Ia lemah dan pengecut. Jadi, percuma saja memiliki kecerdasan tak terhitung, jika Kim Seo Hyung tak memiliki setitik keberanian. Bunyi berderik yang menggema akibat pintu besi yang dibuka membuat Kim Seo Hyung memutar wajah. Seorang pria yang Kim Seo Hyung yakin seorang polisi kini berdiri tak jauh dari tempatnya. “Tuan Kim,” panggilnya. Kim Seo Hyung tidak menyahut. Lebih memilih untuk mengubur menundukkan kepala dan membiarkan kedua lengan tetap di atas lutut yang ditekuknya sedari tadi. “Tuan Kim, mohon berdiri Anda sudah bisa pulang hari ini.” Seketika bola mata Kim Seo Hyung terbuka. Sontak, ia pun mengangkat pandang. Wajah pucat itu sepenuhnya terarah kepada lelaki yang baru saja berucap kepadanya. “Apa?” Pertanyaan itu mengalun di antara desahan yang menggema di depan mulut Seo Hyung. “Ya, Tuan Kim, hari ini Anda telah dipulangkan.” Untuk sekejap Kim Seo Hyung terdiam. Ia kembali menyeret pandangan hingga wajahnya lurus. “Apakah mereka sudah menemukan buktinya?” gumam Seo Hyung. “Tuan Kim?” Sekali lagi Kim Seo Hyung memutar wajah. Satu tarikan napas panjang menuntun Seo Hyung untuk bangkit dari tempat duduknya. Ia melesat cepat hingga dalam hitungan milidetik, Kim Seo Hyung telah tiba di depan si petugas polisi. Lelaki itu mundur. Memberikan akses bagi Kim Seo Hyung untuk bisa keluar. “Tuan muda.” Seorang lelaki berpakaian serba hitam membungkuk setelah memanggil tuannya. Kim Seo Hyung mengangguk. “Ayo kita pergi dari sini,” ucap Seo Hyung tanpa basa basi. Ia bahkan tak ingin mengucapkan selamat pagi pada orang-orang yang sedang menatapnya. Tidak. Memori Seo Hyung masih menyimpan kejadian kemarin malam dan hatinya terlanjur membenci semua polisi yang berada di Gangnam. “Mari, Tuan muda,” ucap asisten Seo Hyung. Ia menjulurkan tangan dan meminta tuannya untuk lebih dahulu sementara ia berjalan tak jauh di belakang Seo Hyung. Kim Seo Hyung merasa tubuhnya begitu gerah. Dua hari ia tak mandi dan entah bagaimana kelihatannya penampilan Kim Soe Hyung saat ini. Ia hanya ingin segera pulang dan merendam tubuhnya di dalam bak mandi berisi es batu. Lelaki itu sering melakukannya untuk menenangkan diri. Tiba di lobi kantor polisi, asisten Seo Hyung berlari hanya untuk membuka pintu belakang mobil. Ia menahannya dengan kedua tangan sementara membungkukkan badan menunggu sang tuan. Kim Seo Hyung langsung melesakkan tubuhnya di dalam mobil. Pipinya mengembang sewaktu Seo Hyung mengembuskan napasnya dari mulut. “Hon Jae, kirim pesan pada pengacara Lee dan sampaikan terima kasihku karena sudah mengurus kasusku,” ujar Seo Hyung. Sang asisten pun menganggukkan kepala. “Baik, Tuan.” Namun, sejurus kemudian ia mengerutkan dahi. Sesuatu terlintas di kepalanya sewaktu pria itu telah siap menekan pedal gas. Ia mengangkat wajah dan memandang Kim Seo Hyung dari kaca spion. “Maaf menyela, Tuan muda, tetapi sepertinya saya harus mengatakan ini.” Kim Soe Hyung memandang sang asisten dengan dahi yang terlipat. Sayup terdengar decak bibir dari sang asisten sebelum ia menundukkan kepalanya. “Ada apa, Hon Jae?” tanya Seo Hyung. Sekilas lelaki di depannya menggeleng singkat sebelum ia kembali mengangkat pandangannya. Untuk sekejap, ia menandang Kim Soe Hyung dalam diam selain da’danya yang mengembang lalu mengembuskan napas panjang dari mulutnya. Ia butuh beberapa waktu untuk mengatakan hal yang ia tahu pasti akan mengecewakan sang tuan. “Hon Jae, katakan ada apa sebenarnya.” Kim Soe Hyung menuntut jawaban. “Maaf, Tuan muda, hasil olah tempat kejadian perkara merujuk pada kejahatan dan kekerasan juga pelecehan seksual.” “Apa?!” desis Seo Hyung. Seketika matanya melebar. “Ya, Tuan muda. Hasil visum pun membuktikan jika nona Park Ahn Lee memang mengalami pelecehan seksual dan ditemukan sidik jari Anda pada tubuhnya.” Kim Seo Hyung terbelalak dan merasa jantungnya berkedut nyeri. “Demi Tuhan, sebenarnya apa yang sedang terjadi padaku, Hon Jae?” Sang asisten kembali mendesah panjang. “Entahlah, Tuan muda. Kami seratus persen ada di pihakmu. Kami tahu persis jika Anda tak mungkin melakukan semua itu, akan tetapi publik yang hanya bisa menilai dari bukti, terlanjur menghujat Anda,” ujar Hon Jae dan ia mulai menjalankan mobil. Kim Seo Hyung menelan saliva. Masih dengan wajah tercengang, ia menarik tubuh hingga punggungnya nyaris menyentuh permukaan kulit kursi. “Lalu bagaimana aku bisa bebas?” tanya Seo Hyung. “Secara tiba-tiba keluarga Park melakukan konferensi pers dan mengumumkan pada publik jika mereka memilih untuk menyelesaikan hal ini secara kekeluargaan. Terlebih, tuan Park menyebut-nyebut hubungan erat dengan tuan besar. Tuan besar sangat malu dan marah. Saya sarankan Anda untuk diam saat tiba di rumah nanti. Maaf Tuan muda, saya bukannya ingin menasehati Anda, akan tetapi Anda tahu sendiri bagaimana kondisi kesehatan tuan besar. Sesaat ketika ia mendengar kabar dari media, sakit jantungnya hampir kambuh dan sementara ini beliau dipasangkan alat bantu pernapasan.” Mendadak tubuh Seo Hyung lemas hingga ia langsung membanting punggungnya ke belakang. “Sial!” desis Seo Hyung. “Park Ahn Lee sialan!” Dipikir Seo Hyung, masalahnya hampir selesai, akan tetapi kenyataan secara spontan berbisik padanya jika drama yang sesungguhnya baru saja dimulai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN