Chapter 10

1156 Kata
Setelah satu minggu Shen Mujin pergi, hati Aini tenang,  damai dan tentram melayani korban gempa. Tiga minggu dia di Zhaotong, sejauh ini dia puas dalam kinerjanya sendiri. "Huh, aku mau mandi. Bau sekali badanku." Aini mencium bau dua keteknya yang harum asem. "Lumayan, harum - harum gimana gitu, hehehe. Syukur nggak ada kakak Opal, kalau ada, bakal di ejek terus." Aini memasuki tenda, dia ingin mandi. "Kamu sudah selesai kerja?" "Hakh!" Aini berjingkat kaget. Suara misterius bas pria terdengar di pendengarannya. "Kau!" mata Aini menyipit. Shen Mujin tersenyum manis, "Aku sudah siapakan makanan tanpa daging babi dan tanpa makanan haram untukmu." Shen Mujin menunjuk ke arah dua tas kresek, "Aku juga belum makan," ujar Shen Mujin. "Sedang apa kamu di dalam tendaku?" Aini mengabaikan makanan yang diperlihatkan oleh Shen Mujin. "Menunggumu, kita akan makan malam bersama," jawab Shen Mujin. "Kau tidak lihat? Aku belum mandi," cibir Aini. Shen Mujin memperhatikan penampilan Aini baik - baik. Menurutnya Aini mandi dan Aini tidak mandi sama saja, sama - sama manis, apalagi bibir kecil berisi montok itu, sekilas Shen Mujin menelan seteguk air ludah. "Kenapa melihatku seperti itu? Kamu tidak pernah melihat orang yang belum mandi?" mata Aini menyipit. Shen Mujin menggeleng, "Aku akan menunggumu setelah mandi kita akan makan malam bersama," ujar Shen Mujin. Aini berdiri menunggu beberapa lama, "Lalu kenapa masih di dalam tendaku?"  Shen Mujin melihat serius ke arah Aini,"Kamu mandi di dalam tenda?" Mata Aini melotot, "Shen Mujin! Keluar dari tendaku!"  Lu Yang yang berada tak jauh dari tenda Aini itu hampir terjungkal ke belakang. Suara Aini mengerikan. °°° Aini melihat makanan yang ada di meja lipat di tenda Shen Mujin. "Ini semua makanan halal?" mata Aini terarah kepada Shen Mujin. Shen Mujin mengangguk, "Ya. Tidak ada babi, tidak ada darah, dan tidak ada bangkai," jawab Shen Mujin. Aini manggut - manggut. "Siapa yang potong bebek ini?" tanya Aini. "Koki pribadiku," jawab Shen Mujin. "Siapa nama koki pribadimu?"  "Wang Dun Rui." "Dia … Islam?"  Kening Shen Mujin berkerut, dia terlihat berpikir, setelah tidak tahu jawaban, Shen Mujin melirik tidak jauh ke arah Lu Yang yang berdiri di luar tenda. "Wang Dun Rui sering ke kuil Tao," ujar Lu Yang. Mata Aini dan mata Shen Mujin beradu. "Jadi ….," Shen Mujin agak ragu melanjutkan ucapannya. "Jadi aku tidak bisa makan bebek yang dipotong non-muslim." Bunyi jangkrik terdengar, Lu Yang dan Shen Mujin berenang dalam alam bawah sadar mereka setelah mendengar ucapan Aini. Melihat Shen Mujin diam, Aini mencairkan suasana, "Aku makan yang lainnya, ada sayur capcai, nasi, telur, tahu, ini sudah cukup. Kamu makan bebek agar tidak dibuang." Shen Mujin memandang Aini lalu dia mengangguk. Tidak makan bebek yang dipotong oleh non-muslim. Lu Yang dan Shen Mujin mengulangi ucapan Aini di dalam benak mereka. "Jadi … Nona Aini tidak makan bebek yang dipotong oleh non-muslim? Hanya bebek saja?" tanya Shen Mujin penasaran, sebab di penjelasan dari Johni, dia tidak menyebutkan hal penting ini. Aini berhenti mengunyah, dia mendongak untuk menatap ke arah Shen Mujin, "Untuk semua hewan darat, seperti burung, ayam, bebek, angsa, itik, sapi, kambing, domba dan lain - lain, harus orang muslim yang potong, itu baru dikatakan halal. Meskipun semua hewan itu pada dasarnya halal untuk dimakan, namun akan menjadi haram ketika bukan orang islam yang menyembelih." Aini menjelaskan. Shen Mujin terdiam lama. Dia mengulang lagi ucapan Aini di benaknya. Intinya adalah harus muslim yang memotong hewan. Shen Mujin ingat itu. Mereka melanjutkan makan malam. Setelah makan malam selesai, Aini ingin pamit. "Tuan Shen, terima kasih atas makanan ini," ujar Aini. Shen Mujin mengangguk, "Tidak masalah, kamu adalah bagian dari Shen," balas Shen Mujin. Aini tersenyum kecil, "Saya akan tidur," ujar Aini. "Ya, ini sudah larut, kau pasti lelah," balas Shen Mujin. Memang aku lelah. Batin Aini membenarkan, namun dia terlalu malas untuk mengeluarkan suara. Sebelum langkah kaki Aini meninggalkan tenda Shen Mujin, gadis 20 tahun itu berhenti, dia berbalik ke arah Shen Mujin, "Tuan Shen, di mana barang - barangku?"  "...." Tenda itu sunyi, hanya suara jangkrik yang terdengar. Lu Yang yang berada tak jauh dari tenda sang bos, hanya mundur perlahan ke belakang. Jaga jarak lebih baik. Batin Lu Yang. "Em … bisakah minggu depan aku bawa barang - barangmu?" "Shen Mujin kampret!" Cus! Lu Yang lari menjauh dari tenda. "Shen Mujin kampret." Terdengar kalimat dengan arti yang sama dalam bahasa Mandarin. Mata Shen Mujin menatap serius ke arah Aini, sedangkan Aini menoleh ke arah depan tenda, apa penerjemah! Shen Mujin benar - benar manusia menyebalkan! batin Aini dongkol. °°° Aini keluar dari tenda milik bos besar group Shen dengan wajah hijau menahan amarah, mulutnya komat - kamit tidak jelas.  "Dasar menyebalkan, setan, iblis, rupanya dia pakai jasa penerjemah." Dongkol Aini. "Kepalanya itu ingin aku tebas, kasih makan hiu di laut cina selatan, otaknya yang pelupa itu ingin aku kasih makan ikan koi milik kakak Chana di rumah Nabhan, bibir yang tukang bohong itu ingin aku cubit dan oleskan dengan cabe jalapenyo agar bibirnya bengkak hingga lima centi." Sepanjang jalan masuk ke tenda Aini, rutukan dan mantera untuk membumihanguskan Shen Mujin tak pernah absen. Aini menutup pintu tenda, lalu dia berbaring di tempat tidur. "Dasar menyebalkan, barang - barangku dia bawa lari dan lupa kembalikan. Heum! Tidak mau kembalikan barang - barangku!" "Pembohong!" "Itu barang - barang yang yang sangat penting!" "Bos kurang ajar!" "Dia belum tahu siapa aku!" "Untung saja aku ini berhati lembut." Aini mengomel hingga kantuk menyerang. Di waktu yang sama tenda berbeda. "Cari asisten koki yang muslim mulai dari besok," ujar Shen Mujin. "Baik, Bos," sahut Lu Yang. "Makanan yang dibagikan di sini adalah hasil dari donasi Shen?" tanya Shen Mujin. "Dana donasi dari Shen dipakai untuk membangun infrastruktur publik, seperti jalan dan lainnya, bahan pangan juga dibeli seperti beras, gandum, roti, telur, sayur. Namun, makanan yang diisi di kotak yang biasa Nona Aini makan berasal dari donasi perusahaan raksasa Nabhan Corporation and Resort, Basri Group dari Indonesia dan Ruiz Food perusahaan besar makanan dari Kordoba, Spanyol," jawab Lu Yang. Shen Mujin terlihat serius, "Tiga perusahaan itu adalah perusahaan besar." "Ya, benar. Perusahaan besar," sahut Lu Yang sambil manggut - manggut. "Mereka juga merupakan donatur terbesar setelah Shen group, em … sebenarnya setara, hanya saja tiga perusahaan itu lebih memfokuskan menyumbang makanan, pakaian, tenaga kerja relawan yang profesional, semua koki yang memasak makanan untuk para korban gempa adalah dari mereka, dari memotong bebek, ayam, kambing–" "Makanan halal?" potong Shen Mujin. Lu Yang baru tersadar bahwa semua koki yang ada merupakan bantuan tenaga kemanusian dari tiga perusahaan besar itu. "Itu … pemimpin dari tiga perusahaan itu muslim …," ujar Lu Yang. "Para koki di sini terlihat sangat akrab dengan Nona Aini. Nona Aini sering makan makanan mereka tanpa bertanya, jadi … kemungkinan Nona Aini sudah tahu bahwa ada donatur lain yang menyumbangkan sumbangan besar," ujar Lu Yang. "Nabhan Corporation and Resort dan Basri Group dari Indonesia, kemungkinan Nona Aini telah mengetahui perusahaan besar ini, namun tidak ada di berita bahwa tiga perusahaan itu mempublikasi bahwa mereka menyumbang berapa sumbangan," ujar Lu Yang. "Dengan siapa Nona Aini bekerja sama dalam aksi kampanye relawan ini?" mata Shen Mujin tiba - tiba terlihat dingin. "Apakah dia menggandeng lebih dari satu perusahaan? Dia mengkhianati Shen?" wajah Shen Mujin terlihat tidak enak dilihat ketika kalimat terakhir dia lontarkan. Lu Yang ingin mundur ke belakang, dia takut dengan perubahan tiba - tiba dari bos besarnya. "Lu Yang." "Saya, Bos." Lu Yang menyahut. "Berikan informasi lengkap dari data diri Nona Aini, termasuk selama tiga minggu ini dia bertemu dan berhubungan dengan siapa saja." °°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN