Chapter 11

1369 Kata
Seperti yang sudah - sudah, Shen Mujin di tenda pengungsian hanya satu hari. Hari ini dia akan kembali ke Beijing lagi. Namun, berbeda dari minggu sebelumnya. Mata pria 30 tahun itu tak memandang Aini yang sedang sibuk. Dalam kepala Shen Mujin, dia sedang menebak dan menduga sesuatu.  Aini yang sibuk itu melihat ke arah Shen Mujin yang berjalan ke arah mobil. "Kau akan pergi ke Beijing?" tanya Aini, namun pria 30 tahun itu tak menanggapi. Dia berjalan melewati Aini tanpa menoleh sedikitpun. "Hei, aku disini," ujar Aini. Shen Mujin berjalan lurus. "Jangan lupa barang - barangku!" seru Aini. "Ck! Huh! Dia kenapa?" Aini merasa dongkol. Seharusnya dia yang memperlihatkan wajah datar itu ke arah Shen Mujin, bukan malah Shen Mujin. Seharusnya dia yang marah atas apa yang dilakukan oleh pria itu. "Barang - barangku dia bawa, wajahnya datar seperti papan cuci, dia marah padaku?" Aini mencibir. "Memang dia benar - benar menyebalkan, menyebalkan, menyebalkan, menyebalkan." Kesal Aini.  Wajah Aini sekarang tak sedap dipandang. Lu Yang tak enak hati melihat wajah kesal dari Aini, dia hanya menunduk dan menyapa, "Nona Aini." Setelah itu Lu Yang naik ke mobil di jok depan. Johni – sang penerjemah itu tidak ikut ke Beijing, dia ditugaskan berada di Zhaotong untuk memantau gerak - gerik Aini ketika berada di tenda pengungsian. Dia akan mencatat kata atau kalimat bahasa Indonesia yang keluar dari mulut Aini lalu dia akan melaporkan pekerjaannya kepada Shen Mujin. "Dasar aneh." Aini mencebik dalam bahasa Indonesia. Dia melanjutkan kembali pekerjaannya. Johni cepat - cepat mencatat apa yang dikatakan oleh Aini ke dalam kertas dalam bahasa Mandarin. Itu adalah bukti agar sang bos besar percaya bahwa dia mengerjakan tugasnya. Dia dibayar mahal untuk mencatat hal - hal yang keluar dari mulut gadis 20 tahun itu.  °°° Shen Mujin duduk di dalam pesawat pribadinya. Pria itu sedang mengarungi dunianya sendiri. Dia sedang terlihat berpikir serius. Mata pria 30 tahun itu terlihat tertutup.  Wajah Lu Yang terlihat penasaran dengan apa yang akan dia lihat tentang informasi data diri dari Aini. Pria 32 tahun yang merupakan asisten pribadi dari bos besar Shen Group itu tak tenang hatinya. Jika memang benar nona Aini bukan hanya bekerja sama dengan Shen Group saja, maka hal ini merupakan kesalahan fatal yang dilakukan oleh nona Aini. Bos besarnya Shen Mujin tak menyukai pengkhianat. Lama Shen Mujin terendam dalam pikirannya, sebuah getaran dari tablet yang berada di meja pesawat menyadarkan nya.  Mata Shen Mujin melihat ke arah meja, tepat ke arah tabletnya. Tangannya meraih tablet itu lalu membuka pola kunci. Leher Lu Yang memanjang seperti jerapah, matanya dia nyalakan ke arah tablet yang baru saja pola kuncinya dibuka oleh sang bos besar. Pandangan matanya dia sipitkan agar dia dapat melihat fokus, mata sipit itu terlihat lebih sipit namun tak masalah bagi Lu Yang selama dia bisa melihat isi pesan dari tablet itu. Shen Mujin melihat isi dari email yang dia terima, tatapan matanya tanpa jeda, tanpa kedip membaca isi pesan email.  Aini Anggita Basri, lahir dua puluh tahun yang lalu dari pasangan Alexander Benjamin Ruiz dan Popy Aira Basri. Lulus sekolah menengah pertama pada umur delapan belas tahun. Dua tahun pertama setelah kelulusannya, dia memilih menjadi relawan untuk korban perang, penempatan pertama di kota Idlib, Suriah. Menjadi YouTuber sebelum menjadi relawan, pertama kali mempublikasikan dirinya ketika terjadi gempa dahsyat di kota Zhaotong. Tiga minggu lalu. Mata Shen Mujin terpaku lama di nama dari Aini. Aini Anggita Basri.  Basri. Basri. Basri. Perusahaan raksasa elektronik dan batu bara dari Indonesia. Belum lagi anak perusahaan berupa restoran dan resort yang dikelola oleh Basri yang berpusat di Bandung. Tempat pemimpin Basri group saat ini – Dimas Basri – kakak sepupu dari Aini Anggita Basri. Kemudian mata Shen Mujin melihat ke arah nama ayah dari Aini – Alexander Benjamin Ruiz. Ruiz. Nama itu hampir punah karena pertengkaran sesama Ruiz untuk merebut ahli waris. Saat ini hanya ada satu Ruiz yang dia tahu masih hidup. Dan Ruiz yang ini sangat kejam dari Ruiz manapun – Adelio Deiro Ruiz. Jika Shen Mujin meneliti lebih dalam lagi maka dia akan menemukan sebuah fakta. Mata Shen Mujin membulat. Aini adalah adik dari Adelio Deiro Ruiz! Mata Lu Yang hampir copot dari tempatnya ketika matanya membaca nama asli dari Aini. "Buddha! Itu nona muda Basri!" Lu Yang menjerit histeris. °°° Setelah turun dari pesawat pribadi, Shen Mujin langsung menuju ke Shen Hua Apartment. Tempat dia tinggal sekarang. Pria itu memasuki lift pribadinya, yang dia pikirkan sekarang adalah cepat sampai ke apartemen mewahnya. Naik lift selama satu menit terasa satu tahun dirasakan oleh Shen Mujin. Pintu lift terbuka. Tanpa menunggu aba - aba dari siapapun, pria bujang 30 tahun itu berjalan ke arah pintu apartemennya. Kode keamanan dan pintu terbuka. Lu Yang berjalan mengekori dari belakang, dia juga tak mau kalah dan ketinggalan informasi. Kali ini dia rela lancang memasuki tempat tinggal dari bos nya. Kali ini saja. Ya, kali ini saja. Shen Mujin memasuki ruang kerjanya, ruang yang ada tumpukan barang - barang milik Aini. Dia tak sempat memeriksa barang - barang Aini, karena dia tahu tak ada barang yang penting di dalam tas gadis itu. Lu Yang yang ingin masuk berhenti. Dia tiba - tiba sadar, ini adalah ruang kerja sang bos. Dia berdiri di pintu ruang kerja Shen Mujin. Shen Mujin meraih tas ransel yang lumayan besar untuk ukuran badan Aini. Pria itu membuka tas Aini. Hal pertama yang dia keluarkan adalah tas kecil berupa peralatan mandi Ainj, seperti pencuci wajah, sikat gigi, shampo, sabun dan lain - lain. Peralatan mandi itu Shen Mujin letakan di sebelah kanannya, dia melanjutkan pencarian barang yang lain. Ada handuk kecil, pasti untuk mengeringkan wajah, batin Lu Yang menebak. Lalu Shen Mujin mengeluarkan pakaian Aini berapa tiga buah celana, empat buah baju, jaket dan terkahir yang dia pegang adalah pakaian sakral dari semua wanita, dalaman. "...." Mata Lu Yang melotot ketika dia melihat bos besar memegang bra dan celana dalam milik nona Aini. Untuk sesaat perhatian Shen Mujin terfokus pada celana dalam yang dia pegang. Tangan kanannya memegang celana dalam itu, lalu tangan kiri membolak - balikan bra. Ada tiga buah bra dan tiga buah celana dalam. Shen Mujin memperhatikan bentuk celana dalam itu.  Bentuknya agak berbeda dari celana dalam yang ditunjukan oleh Aini waktu itu, bentuk celana dalam milik Aini ini bagian pantatnya melebar? Kening Shen Mujin berkerut. Ah! Pantas saja Aini sangat marah padanya waktu itu. Marah karena dia salah membeli celana dalam. Bukan dia yang salah membeli celana dalam, namun orang suruhan Lu Yang. Ekor mata Shen Mujin melirik ke arah Lu Yang yang sedang melakukan acara melotot. "Aku pikir kamu salah membeli keperluan wanita saat itu. Balik badan!" Lu Yang berbalik ketika mendengar perintah dari bos besar. Shen Mujin meletakan tiga pasang dalaman itu ke atas meja kerjanya dengan gerakan lembut. Jangan sampai celana dalam dan bra ini lecet. Dia sudah merasakan auman ksatria dari Aini. Selanjutnya tangan kanan Shen Mujin merogoh ke dalam dasar tas, namun tak ada benda lagi. Kening Shen Mujin berkerut. Jika dia ingat - ingat lagi, Aini hanya punya satu tas. Dan tas itu adalah tas yang dia pegang sekarang.  Barang yang dia cari tak ada. Ya sudahlah, tidak masalah jika tak ada barang yang dia cari. Ketika Shen Mujin hendak memasukan lagi pakaian Aini, tangannya tak sengaja menyentuh sesuatu benda keras.  Mata Shen Mujin melihat ke arah benda yang dia sentuh. Rupanya ada ruang lain di dalam tas, dan di ruang itu ada benda lain.  Shen Mujin membuka ruang tersembunyi dari tas Aini. Seperti yang dia duga.  Dompet. Shen Mujin membuka dompet itu, tidak terlalu tebal namun lebar. Ketika melihat isi dari dompet banyak kartu, ada kartu identitas dari Aini. Shen Mujin membaca apa yang tertulis, nama yang sama dengan informasi yang dia terima. Aini Anggita Basri.  Lalu ada beberapa kartu debit. Kartu debit kelas atas. Mengingat bahwa sekarang dia tahu Aini adalah Nona Muda Basri, dia tak kaget lagi melihat banyaknya kartu debit itu. Lalu ada sebuah foto. Shen Mujin melihat foto itu, di foto itu terlihat gambar dua orang. Sepasang manusia. Satu dengan senyuman lebar melekukan kaki, dua jari di masing - masing tangan, di tangan kanan ada buah stroberi dan yang lainnya hanya menyunggingkan senyum tipis. Dan yang menyunggingkan senyum tipis itu adalah laki - laki. Latar tempat di foto itu berada di sebuah kebun atau taman. Banyak bunga yang terlihat. Shen Mujin tidak kenal dengan dua orang di foto itu, yang pastinya itu bukan Aini yang dia kenal karena rambut perempuan di foto itu merah bata.  Mungkin foto ini berharga. Shen Mujin meletakannya di atas meja. Lalu dia melihat isi terakhir dari dompet itu. Seringai iblis tersungging. Paspor. °°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN