Chapter 18

1145 Kata
Aini masuk ke dalam tendanya. Dia baru saja selesai mandi. Lumayan, seharian ini dia menghibur para orang tua yang kehilangan anak mereka. Karena wajah imut Aini, para orang tua yang kehilangan anak mereka karena gempa tersebut sedikit terhibur. Kryuuk kryuuk Aini menunduk, dia melihat ke arah perutnya. "Aku lupa, belum makan malam, hehehehe!" gadis dua puluh tahun itu terkekeh sendiri tanpa ada yang menemani.  "Ah, cari nasi kotak ah." Aini keluar dari tenda. Switer yang katanya adalah fasilitas dari grup Shen itu membuat dia tidak kedinginan. Cuaca di malam hari cukup dingin. Namun, dia bersyukur, selimut dan pakaiannya memadai. Berjalan ke tenda pada relawan, Aini melihat seorang koki. "Ahmad, apakah masih ada nasi kotak sisa?" Ahmad – nama koki yang dipanggil oleh Aini itu menoleh ke arah datangnya Aini. Pria Saudi – Pakistan itu mengerutkan keningnya. "Untuk siapa?" tanya Ahmad. Aini tersenyum kikuk, "Untukku." "Kamu belum makan?" Ahmad melirik ke arah jam digital yang dipasang di tenda. "Ini sudah jam sebelas malam!" suara Ahmad terdengar kaget. Pria tiga puluhan tahun itu memandang Aini dengan tatapan khawatir. "Aku akan buat makanan untukmu dalam lima belas menit. Tunggu sebentar." "Em, jika tak ada makanan, tidak apa - apa, aku akan masak mie instan aja," ujar Aini, dia tak enak hati menyusahkan koki relawan untuk memasak lagi karena dia tahu bahwa menjadi koki relawan itu tidak mudah, sebab minggu lalu dia bertugas membungkus makanan yang dimasak oleh pada koki relawan untuk para korban gempa, sangat melelahkan. Masak untuk makan pagi, masak untuk makan siang dan masak lagi untuk makan malam.  "Ada makanan untukmu! Jangan membantah! Makanan segera datang!" Ahmad cepat - cepat mengambil bahan makanan, dia akan membuat makanan bergizi untuk Aini. "Terima kasih Ahmad, maaf aku merepotkan kamu," ujar Aini tak enak hati. Ahmad mengangguk, "Tidak merepotkan sama sekali. Aku melihatmu hari ini ketika berjalan sebentar ke luar tenda. Kamu menghibur para orang tua korban gempa yang anak mereka telah meninggal. Kamu hebat," balas Ahmad, dia membuat makanan untuk makan malam Aini.  Bahasa Inggris sering menjadi bahasa yang paling banyak digunakan untuk para relawan yang berada di kota Zhaotong, sebab banyak relawan dari luar daerah China. Kebanyakan berasal dari Indonesia, daerah Arab dan Eropa.  Lima belas menit kemudian.  Sepiring nasi daging mengepul penuh banyak asap dengan aroma harum tercium. Aini mendongak ke arah Ahmad. "Ini, nasi daging." Ahmad mengangguk, "Ya, memang itu nasi daging. Jangan khawatir, meskipun it daging, aku memasaknya hati - hati. Itu dendeng sapi dari Pakistan, rasanya enak."  Aini mengangguk, dia tersenyum ke arah Ahmad. "Terima kasih Ahmad." Ahmad mengangguk, dia membalas senyum Aini.   Aini meraih piring lain, lalu dia membagi dua nasi daging itu. "Ini." Satu piring Aini berikan untuk Ahmad. Ahmad menggeleng, dia tidak mau menerima nasi daging yang diberikan oleh Aini. "Aku sudah makan makan, ini makanan punyamu, aku memasaknya khusus untuk gadis baik hati dari Indonesia." Tolak Ahmad. Aini menggeleng. "Tidak. Aku suka berbagi, ini sudah hampir jam setengah dua belas makan, kamu makan siang sudah tiga sampai empat jam yang lalu, makanan itu suda dicerna." Ahmad memilih menggeleng. Melihat penolakan Ahmad, mata Aini menyipit penuh ancaman, "Jika kamu tidak mau menerima makanan ini, maka aku tidak akan malam," ujar Aini, dia meletakan piring itu bersebelahan dengan piring miliknya lalu dia berdiri. "Aku merasa sudah kenyang." Ahmad mengambil piring tadi yang ditawarkan oleh Aini. "Kamu memang benar - benar baik." Ahmad tersenyum.  "Ayo makan!" ajak Aini. Dia tersenyum cerah. "Kamu sudah membuat kan aku makanan, banyak sekali, harus aku bagi." Aini menyendokan nasi daging ke mulut. "Ya ampun, dendeng apa ini? Rasanya sangat enak!" mata Aini terlihat berbinar. Ahmad mengunyah nasi, lalu dia menelan. "Enak kan? Itu dendeng dari Pakistan, sudah aku bilang padamu." "Ya, sudah kamu bilang. Tapi aku merasa dendeng ini sangat enak. Aku ingin makan banyak!" "Kalau ingin makan banyak kenapa bagi untukku?" kening Ahmad naik sebelah. Aini terkekeh lalu menjawab, "Agar kamu bisa mememaniku untuk makan malam, aku sendiri saja dan aku adalah orang terakhir yang makan malam." Wajah Ahmad terlihat serius, "Aku pikir kamu perhatian padaku." "Hahahahaha!" Dua orang itu tertawa. Mereka makan nasi daging yang dibuat oleh Ahmad.  Mereka tak sadar, aksi mereka terekam kamera seseorang. °°° Sudah seminggu Shen Mujin berada di Shanghai. Dia minggu ini tak pergi ke Zhaotong. Untuk menemani celah waktunya yang kosong setelah perdebatannya dengan Tang Grup, Shen Mujin punya kebiasaan baru – menonton video ASMR yang pernah Aini buat dan di upload ke YouTube. Seperti sekarang ini, dia sedang menonton video Aini. ASMR buah segar eksotis. Lu Yang yang berada tak jauh dari sang bos hanya bisa menelan ludahnya lapar. Cruuuchh! Cruuuch! Lu Yang menelan air ludah lapar. Sedangkan Shen Mujin menelan air ludah …. Air ludah ambigu.  Jika Lu Yang terfokus pada suara ASMR yang merupakan hasil dari video makan, maka Shen Mujin terfokus pada proses suara itu terbentuk. Bibir yang dipenuhi oleh jus sari buah eksotis, gigit yang menggigit buah, mengunyah buah dan tenggorokan yang menelan buah itu. Hal menelan air ludah itu dilakukan oleh pasangan bos dan asisten itu berulang - ulang. Buddha, bos besarku Shen. Aku tak sanggup lagi, aku ingin makan, segera makan! Batin Lu Yang berteriak tersiksa. Setiap hari di Shanghai bosnya tak memberi dia waktu istirahat yang normal. Ya, waktu istirahat yang normal tak dia dapat. Sebab, di setiap saat dia mendapatkan waktu istirahat dari sang bos, Shen Mujin buka ponsel pintar dan memutar Youtube lalu menonton kegiatan Aini yang sudah - sudah yang Aini rekam. Yaitu membuat video ASMR. Dan setiap hari Shen Mujin menonton video itu di samping Lu Yang. Video telah selesai ditonton, selanjutnya Shen Mujin memutar video yang lain lagi. Kali ini adalah video opor ayam yang dimana oleh Aini. Mata She Mujin melihat baik - baik ke layar ponsel. "Enam tahun yang lalu," ujar pria tiga puluh tahun itu. Enam tahun yang lalu video itu dipublish, berarti waktu itu umur Aini …. "Empat belas tahun," bisik Shen Mujin. Mata Shen Mujin memperhatikan baik - baik tubuh Aini yang terekam kamera, hanya sebatas d**a dan bibir. Penampilan Aini cukup sopan, sebab dia selalu memakai pakaian sopan. Tak ada pemeran bibir atau lipstik, lipbalm atau hal perona bibir lainnya. Bibir gadis remaja yang terekam di kamera itu terlihat merah muda alami dengan berisi penuh, mungil dan … seksi. Pikiran Shen Mujin. Pipi Aini yang terekam kamera itu Chubby. Membangkitkan keinginan semua orang untuk mencibut dan … menciumnya. Yang ini pikiran jahat Shen Mujin. Lalu penglihatan Shen Mujin turun di tenggorokan Aini. Putih bersih, ah kulit khas eksotis. Shen Mujin melihat tangannya, putih. Khas dari kulit orang Asia Timur. Jika Shen Mujin ingat dengan benar, warna kulit dari Aini agak berbeda. Indah, timbul rasa penasaran di dalam pikirannya, bagaimana jika dia menyentuh kulit itu? Apakah mereka sudah pernah saling berjabat tangan? Pikir Shen Mujin. Jawabannya adalah belum. Ya, belum jika Shen Mujin ingat lagi. Sekarang Shen Mujin menyesal, kenapa waktu perkenalan pertama dia tak berjabat tangan dengan Aini saja.  Shen Mujin juga merasa menyesal, waktu satu bulan bersama Aini, kenapa dia tak pernah menyentuh kulit indah Aini?! Timbul rasa cemburu pada Shen Mujin. Cemburu pada para korban gempa yang setiap hari berinteraksi dengan Aini. Cemburu karena mereka kontak langsung dengan tangan Aini. Cemburu pada anak - anak yatim yang dipeluk sayang oleh Aini. Dia kalah start!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN