Chapter 23

1260 Kata
Aini tak tahu apa yang terjadi dengan Shen Mujin. Shen Mujin seperti berteriak menahan sesuatu yang sangat urgent.  Aini sekarang berada di dalam mobil milik Shen Mujin, tapi lelaki pemilik mobil itu belum juga datang. Seperti yang terjadi di bandar udara Zhaotong, di bandar udara Internasional Beijing juga identitas Aini tak diperiksa pihak bandara. Hal ini benar - benar hebat. Sebab, Beijing adalah bandar udara internasional sekaligus ibu kota negara, hal apapun harus diperiksa demi keamanan negara. "Kekuatan uang memang hebat," desah Aini di dalam mobil menggunakan bahasa Indonesia, hanya ada supir di depan, "sekarang aku tidak heran kenapa keluarga Papa Ben mati semua karena warisan," lanjut Aini. "Mungkin juga karena terlalu banyak uang, bisa mengendalikan negara. Ya, sepertinya." Aini manggut - manggut. "Setelah mengambil barang - barangku dari Shen Mujin, aku akan langsung pesan tiket ke Jakarta." Putus Aini merencanakan masa depannya. °°° "Maksudmu putriku sudah ke Beijing?" Ben bertanya sekali lagi pada orang suruhannya yang berada di Zhaotong. "Ya, Tuan," sahut orang suruhan Ben dari seberang. "Kapan dia ke Beijing?" tanya Ben. "Sudah tiga jam yang lalu, kemungkinan Nona Aini telah tiba di Beijing," jawab orang suruhan Ben. "Ah, begitu rupanya. Aku mengerti, di bandar udara kota Zhaotong tidak melayani penerbangan internasional, jadi putriku harus ke Beijing," ujar Ben paham, "baik, kembali dari tugasmu, putriku juga akan segera balik dari Beijing ke sini." Ben memutuskan. "Baik, Tuan." Satu kesalahan fatal yang diputuskan Ben, menarik kembali anak buahnya yang berada di kota Zhaotong tanpa mengikuti putrinya ke Beijing. Ben akan ingat ini suatu hari nanti. Ben mengakhiri panggilan internasional Jakarta - Zhaotong. Di samping Ben sudah ada Popy yang sedari tadi mencuri dengar pembicaraan sang suami dan orang suruhan suaminya. "Bagaimana? Benar Aini sudah ke Beijing?" tanya Popy antusias, dia sangat bersemangat. Bersemangat karena anak gadisnya akan pulang ke rumah, mungkin besok sang putri sampai, pikir Popy. Ben mengangguk, "Putri bungsu kita sudah ada di Beijing, dia terbang dari Zhaotong ke Beijing tiga jam yang lalu. Bandar udara di Zhaotong tidak melayani penerbangan internasional, jadi harus ke Beijing." Popy manggut - manggut mengerti, "Tidak apa - apa, malah itu bagus, putri bungsu kita akan segera pulang lagi. Eh, mungkin hari ini Aini akan pesan tiket ke sini, berarti besok malam pasti dia sudah ada di Jakarta. Poko mau bersihin kamar Aini ah, jangan sampai ada debu," ujar Popy antusias. Dia berjalan naik pelan ke lantai dua. Ben tersenyum senang. Sang anak akan pulang. Putri bungsunya akan pulang. "Nenek Poko!" terdengar suara panggilan dari Adam, suara Adam terdengar sedih, sangat sedih. Dia ingin sekali menangis keras, namun kata Eyang - nya, laki - laki sejati tak boleh menangis, dia laki - laki, kadang Adam berpikir kenapa dia tidak terlahir sebagai perempuan saja? Agar dia bisa menangis sebebas mungkin. "Ya?" Popy yang baru saja memijak anak tangga ke - tiga itu berhenti, dia menoleh ke arah cucunya, matanya hampir lompat turun dari tangga, "ya ampun Adam! Kenapa kamu hitam begini? Hum! Bau apa ini? Buuuaaakk!" Popy ingin muntah. Popy melihat cucu laki - lakinya, hanya yang Popy lihat adalah bola mata putih dari cucunya yang berumur empat tahun itu, bola mata putih itu juga memerah terendam genangan air mata. "Amir tendang Adam masuk ke dalam saluran got yang berada di pinggir pagar luar rumah." Suara serak terdengar sangat pilu. Urat vena Ben dan Popy naik timbul hingga lima centimeter. Cucu mereka yang itu benar - benar! "Amir-" "Eyang Ran! Amir tadi masuk ke kubangan air selokan! Kata Eyang Ran laki - laki sejati harus kuat!" terdengar suara cadel dari Amir. Popy, "...." Ben, "...."  Menelan kembali kata mereka, sedangkan Adam cepat - cepat berjalan naik tangga ke arah sang nenek, cari perlindungan. Sang nenek adalah anak kesayangan dari Eyang - nya. Lebih aman berlindung di ketiak sang nenek dari pada di ketiak sang kakek yang selalu ditindas. "Hahahahaa!" Amir tertawa geli, dia juga terkikik. Bajunya basah penuh dengan air kubangan selokan! Lantai rumah Basri penuh dengan becek dan air kubangan hasil bawaan dari cucu - cucu Basri. Para pelayan rasanya ingin pingsan ketika melihat penampilan dua tuan kecil mereka. Satu hitam semua penuh becek lumpur got, sedangkan yang satunya basah semua penuh air kubangan got. Ben rasanya ingin gila saja, lama - lama dia akan mati berdiri, mati karena melihat tingkah cucunya yang satu ini. "Ini semua karena Naufal, bocah itu meninggalkan anaknya yang ini di sini. Kenapa tidak bawa saja dia ke hutan perbatasan." Dongkol Ben. Wajah Popy terlihat bersimpati ke arah Adam yang berada di sampingnya, "Ayo mandi." °°° Sore hari dengan cuaca yang indah di sebuah hutan perbatasan, seorang lelaki berusia 35 tahun duduk bersantai sambil menikmati indahnya alam dan pemandangan gunung. "Hidup ini simpel, jangan dibuat susah," ujar Naufal. "Suamiku, aku buat kan teh untukmu." Terdengar suara manis dari perempuan, aksen Prancis sangat kental sekali.  Naufal langsung menoleh dan tersenyum ke arah perempuan itu. "Ah, istriku Ariela, ayo duduk. Kita berdua menikmati pemandangan." Ajak Naufal. Ariela aka Lia kecil mengangguk. Dia duduk bersama sang suami menikmati pemandangan hutan perbatasan dengan memakai baju kaos tentara dan celana hijau khas dari militer Indonesia. "Aku selalu siapkan mochi, ayo makan." Naufal menyuapi Lia kecil mochi. Pasangan yang telah menikah selama lima tahun itu menikmati pemandangan sore dengan damai saling memeluk, lalu tiba - tiba. Dor  Dor  Dor Bunyi tembakan terdengar, seketika tatapan lembut dari Lia kecil berubah drastis. Dengan sekali hentakan. Brak Krek! "Aduh! Pinggangku!" jerit Naufal. Sang istri membantingnya dan langsung berdiri berlari mengambil senjata. "Pasang formasi! Waspada!" Lia kecil berteriak tegas. "Siap, komandan!" "Pemberontak sialan! Aku sedang kencan sore dengan istriku Ariela! Menyebalkan!" Naufal melotot marah. Dia meraih pistol dan rentetan peluru miliknya dan bergegas berlari masuk ke dalam hutan. "Berani mengganggu masa - masa romantis Opal, siap mati!" Naufal hanya punya satu istri, yaitu Ariella, yang lainnya adalah sepupunya. Sepupu sadis yang keluar dari tubuh sang istri. °°° Shen Mujin berjalan keluar dari pesawat pribadi miliknya, hampir satu jam dia mendekam di dalam kamar mandi pesawat. Ketika Shen Mujin keluar dari pesawat, wajahnya terlihat segar.  Lu Yang dan Johni telah menunggunya. "Bos." Lu Yang mendekat ke arah Shen Mujin. "Nona Aini telah menunggu Anda di dalam mobil," lanjut Lu Yang.  Shen Mujin berjalan memasuki gedung bandara. Sesampainya di ruang tunggu, mata Shen Mujin tak sengaja melihat ke arah leher Johni yang mengalungkan kamera. "Kamera apa itu?" tanya Shen Mujin.  Johni menjawab, "Ini adalah kamera yang merekam aktivitas sehari - hari Nona Aini di tenda pengungsian dari pagi hingga malam." "Berikan padaku." …. Di sinilah Shen Mujin, dia berada di salah satu ruang tertutup di bandara. Shen Mujin membuka rekaman hasil dari Johni, rekaman pertama yang dia nonton adalah Aini berbicara dengan Anming, duduk bersama dan tersenyum. Hal ini kurang disuka oleh Shen Mujin. Video berikutnya juga sama, Anming mengajak Aini berbicara sambil tertawa ria. Shen Mujin merasa dongkol. Lalu video Aini yang lain berupa aktivitas Aini di tenda pengungsian, dia menghibur anak yatim, menghibur lansia, dan menghibur keluarga yang telah kehilangan keluarga mereka karena gempa. Diputar video selanjutnya, terlihat Aini di dalam sebuah tenda besar sedang bersama dengan seorang pria berparas timur tengah, sedang memasak sesuatu, lalu tak lama kemudian pria itu memberi Aini hasil dari masakannya. Aini terlihat membagikan makanan itu menjadi dua, satu untuk dirinya dan yang satunya untuk pria itu. Shen Mujin tentu saja mengerti bahasa Inggris yang dipakai untuk dua orang itu berkomunikasi.  'Aku suka berbagi'. Kalimat Aini yang ini diputar ulang di benak Shen Mujin. Glik Bunyi gemeletuk gigi - gigi Shen Mujin. °°° Di dalam mobil,  Aini tertidur, mata sang supir melirik ke arah kaca spion, lalu mobil berjalan.  Pagi. Mata Aini bergerak - gerak. Gadis 20 tahun itu membuka mata indahnya. "Um … haahh um …," suara serak Aini. Aini tersadar, dia tidak lagi berada di dalam mobil, namun berada di atas ranjang empuk di sebuah kamar. Ketika Aini bergerak, dia merasakan sesuatu yang sakit di bagian tubuhnya. Aini membuka mata, hal pertama yang dia lihat adalah penampakan seorang pria yang berbaring menutup mata di sampingnya tanpa atasan. Refleks Aini, dia melihat ke arah tubuhnya sendiri. "Aaaaaaakkh!" °°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN