Chapter 4

763 Kata
Hari kedua elizer menempati apartemen nya dan seperti biasa malam itu begitu sepi sunyi tanpa suara kecuali suara papan keyboard yang beradu dengan jari. Di saat sibuknya el mengetik di laptopnya lampu tiba-tiba padam, dia menghentikan aktifitasnya sejenak kemudian kembali mengetik namun sesuatu menganggu pendengarannya. Elizer punya kelebihan melihat dalam kegelapan dan mendengar sesuatu yang jaraknya sangat jauh sekalipun jika dia ingin. Elizer menghentikan kembali aktifitasnya kemudian menajamkan pendengarannya. Di sisi lain 20 menit sebelumnya "Jaga rumah ya kayanya nanti aku pulang agak malaman deh" pesan tania. "Ih gak asik deh kamu masa tega ninggalin aku sendiri gimana kalau nanti ada~" Tania menepuk pundak tessa "jangan khawatir tessa, jika itu yang kamu takutkan aku jamin apartemen ku ini aman" "Baiklah tidak apa lagian aku juga sudah biasa" balas tessa yang kemudian kena cubitan gemas dari tania di hidungnya. "Aku berangkat ya" tania melambaikan tangannya dan hilang ketika pintu lift tertutup. Tessa menutup pintu kamar lalu membaringkan tubuhnya di tempat tidur sembari menghela nafas panjang kemudian tersenyum. "Rasanya semakin aneh saja ketika kau menyukai seseorang yang bahkan tidak pernah menyapamu" gumam tessa lalu berguling ke tengah mengambil smartphonnya melihat foto elizer yang ia ambil secara diam-diam. Lagi asik asiknya bermain ponsel lampu di kamarnya padam dan itu membuat aliran darah pada tubuh tessa tidak teratur hingga jantungnya berdetak dua kali lipat lebih cepat. Tessa menyalakan aplikasi lampu senter di smartphonnya lalu keluar dari kamar berharap cahaya di luar mampu menerangi ruang tamu, setidaknya. Dia punya pengalaman buruk dengan kegelapan meski begitu sebisa mungkin tessa menahan rasa gugupnya. Tes tes tes Suara tetesan air keran yang tidak tertutup rapat membuat tessa mengarahkan cahaya senter ke sana dengan cepat. Suasana berasa seperti di film film horor, wajah tessa sudah di penuhi keringat dingin. Kakinya melangkah begitu pelan. Sebuah bayangan melewatinya, tessa tidak kuat dia berteriak begitu kencangnya sampai badannya luluh kelantai ponsel yang sebelumnya dia pegang terjatuh beberapa meter dari tempatnya meringkuk saat ini. Tubuhnya bergetar, dia menangis. Sedangkan elizer masih terdiam, sejenak dia merasakan aura aneh yang datang tidak jauh darinya tapi pendengarannya menangkap hal lain. Tak lama kamar el menyala kembali tapi pendengarannya masih terganggu dengan suara yang di timbulkan dari apartemen sebelah. Elizer meletakkan laptopnya yang masih menyala ke atas meja lalu memutuskan untuk menghampiri tetangganya. Beberapa kali el mengetuk pintunya tapi tidak ada jawaban dan aura yang sebelumnya dia rasakan semakin kuat di tempatnya berdiri saat ini. El membuka pintu yang ternyata tidak terkunci dia memutuskan untuk masuk. Gelap Elizer celingukan mencari saklar lampu karna setaunya lampu sudah kembali menyala. Setelah mendapatkan apa yang el cari lampu itu masih tidak mau menyala akhirnya el memutuskan untuk mencari suara yang sedari tadi menganggunya. Mengandalkan kelebihannya el mulai berjalan sekilas el melihat cahaya ia pun menghampiri cahaya itu yang tidak lain adalah cahaya lampu ponsel yang terbalik tidak jauh dari tempat ponsel itu Tessa meringkuk sambil menyembunyikan kepalanya di balik lutut, badannya masih bergetar gadis itu masih menangis sesegukan. Elizer berjalan cepat ke arah tessa ragu-ragu el menyentuh lengan gadis itu. "Kau tidak apa-apa?" Tanya Elizer. Tessa meronta dan berteriak tanpa membuka matanya. "Pergi! Pergi! Jangan dekati aku! Pergi!" Elizer langsung menarik tubuh tessa ke pelukannya. "Ini aku elizer! Tenangkan dirimu" seru el yang mampu membuat tessa tidak meronta lagi meski belum mau membuka matanya, tangan el mengusap punggung tessa sebelum dirinya mengangkat gadis itu ke apartemennya. El tidak tau kenapa dirinya mau repot repot menggendong gadis itu ke apartemennya bahkan memberi tahu namanya, mengetahui nama gadis itu saja tidak, yang dia tau wanita itu adalah orang yang sama yang telah memberinya kue waktu itu. "Minumlah" el menyodorkan segelas air putih yang di terima tessa dengan tangan  bergetar lalu meminumnya sedikit. "Terima kasih" balas tessa sembari meletakkan gelasnya ke meja. El menutup matanya merasakan aura yang ia rasakan tadi perlahan menghilang. "Maaf merepotkanmu" ucap tessa terdengar lemah, tadi itu seperti de javu yang datang kembali mengusik ingatannya. "Apa kau takut kegelapan?" Kini el menatap wajah tessa lekat, jika keadaannya normal tessa mungkin sudah salah tingkah dan wajahnya memerah mirip udang goreng. Tessa mengangguk dia masih enggan menceritakan apa yang dia lihat tadi karna tidak mungkin ada orang yang percaya tentang begituan dijaman yang modern ini, mereka pasti akan menganggapnya tidak waras. El berdiri "untuk malam ini lebih baik kau tinggal di sini sampai besok listrik apartement mu di perbaiki" lalu dia berjalan, berhenti di langkah kelimanya berbalik menatap tessa lagi. "Siapa namamu?" tanya el, tessa menoleh. "Tessa" jawab tessa. "Baiklah Tessa selamat malam, kau bisa menggunakan kamar yang satunya lagi" kemudian el benar-benar hilang di balik pintu kamar. "Apa aku bermimpi?" Tessa mencubit lengannya sendiri lalu meringis merasakan nyeri di bagian yang dia cubit. "Jika ini bukan mimpi aku ingin selamanya el bersikap seperti malaikatku tapi jika ini mimpi aku tidak ingin bangun dari mimpiku asal makhluk tadi tidak muncul lagi, anggap aku egois tapi itulah yang kuinginkan"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN