CEO Dingin Itu Calonnya

1119 Kata
Malam harinya, keluarga Leonard berkumpul di ruang tamu setelah makan malam. Suasana ruangan saat ini sangat tegang, Kevin dan Gisel bisa merasakan itu. Keduanya hanya bisa bertanya-tanya dalam hatinya ada masalah apa lagi? Tetapi keduanya tidak berani bersuara. Oleh karena itu, mereka memilih untuk diam. Willian berkata dengan serius saat dia menatap Rafael, “Karena Rafael sudah mengambil keputusan maka kamu tidak bisa menarik ucapanmu kembali. Rafael! Apa kamu mengerti?” “Pa, mengapa Papa berpihak pada gadis itu? Papa, Rafael itu anak kita bukan gadis itu!” Sheryn menolaknya. “Papa tahu tapi kita akan melihat Rafael di penjara dan reputasi kita akan hancur setelah itu. Apakah Mama ingin Rafael menderita di penjara?” Willian memberitahu istrinya tentang tuntutan Wilson. “Apa?” Sheryn tercengang. “Rafael akan di penjara?” Sheryn menggepalkan tangannya dengan marah ketika dia melanjutkan, “Bagaimana ini bisa? Papa lakukan sesuatu, Pa. mama tidak setuju Rafael menikah dengan Sopir!” Willian menggeleng, “Itu cara terbaik untuk kita semua. Rafael harus bertanggung jawab. Biarkan dia bertanggung jawab.” Kepala Sheryn berkedut saat dia memikirkan dirinya saat dia dicemoohkan karena mendapati menantu sopir begitu Rafael menikah dengan Fiona tetapi keadaannya akan lebih parah ketika dia dijauhi temannya ketika anaknya masuk penjara. Dia tidak ingin kedua-duanya tetapi dia harus memilih resiko yang kecil untuk dirinya. Dia mendesah tanpa daya. Pada akhirnya, dia bergumam dengan lesu, “Baiklah, Mama membiarkan Rafael bertanggung jawab untuk menikah dengan gadis udik itu. Mama tidak ingin orang-orang akan mengejek Mama.” Willian menarik napas dala-dalam sebelum dia berkata, “Karena semuanya sudah setuju, berarti kita bisa akan mengatur pernikahan ini untuk Rafael.” Kevin dan Gisel mengangguk. Keduanya berseru. “Kita akan ikut membantunya.” “Oke, Papa percayakan semuanya pada kalian.” Willian mengalihkan tatapannya saat dia memberi intruksi pada Kevin dan Gisel yang duduk di ujung sofa. Keduanya mengangguk, “Iya, Pa.” Diskusi itu pun berakhir kemudian. Seluruh anggota kembali ke kamar masing-masing. Malam itu, Rafael tidak bisa tidur dengan cepat. Dia bangkit dan duduk di tepi tempat tidurnya untuk menelpon Nadine. Tidak lama kemudian, sambungan telpon itu pun terjadi. Suara seorang wanita terdengar di ujung telepon, “Rafael, kamu mengapa belum tidur? Bukankah kamu harus bekerja besok? Ada apa kamu menelponku?” Rafael mendesah tanpa daya sebelum dia berkata, “Bisakah kamu tidak memberiku banyak pertanyaan?” “Oke. Sekarang, apa yang kamu inginkan?” Nadine bertanya dengan rasa ingin tahu. “Aku ingin mengatakan sesuatu….” Rafael menjadi gemetar hingga dia tidak mampu menyelesaikan kalimatnya. “Iya, aku mendengarnya. Katakanlah.” “Aku nyaris celaka tapi seseorang yang menolongku terluka parah. Dan aku dituntut jika aku tidak bisa bertanggung jawab...” Rafael kembali gugup hingga dia menggantukan ucapannya. “Oke, kamu tinggal biayain orang itu, beres, kan?” Nadine berkata dengan santai. Rafael menelan ludahnya sebelum dia bereaksi, “Bukan itu tapi tanggung jawab untuk menikah dengannya…” “Apa?” Nadine tercengang. Dia menjadi panik, “Bagaimana itu bisa? Mengapa kamu tidak menolaknya?” “Hanya ada dua pilihan untukku dan itu pilihan terbaik demi keluargaku. Reputasi aku dan keluargaku akan hancur saat aku di penjara karena tidak bertanggung jawab. Aku tidak bisa mengecewakan Mamaku.” Rafael meringgis tanpa daya. Keduanya terdiam sebelum Rafael bereaksi, “Lagi pula kamu juga akan menolakku karena karier kamu, ya kan?” “Rafael. Bukankah kita sudah membahas ini? Kamu bisa menunggu aku tahun depan. Aku punya ide, kamu menikahlah dengan gadis itu tapi hanya 1 tahun saja.” Nadine memberinya sebuah pukulan yang besar. Bagaimana bisa wanita ini mengatakan itu padanya. Apakah dia tidak mencintainya? Apakah dia tidak takut jika dia jatuh cinta pada Fiona suatu hari nanti? Rafael tidak percaya dengan perkataan Nadine. Wanita itu bahkan menyuruhnya untuk menikah dengan Fiona. Setelah terdiam dalam waktu yang lama, Rafael berkata dengan dingin, “Baiklah, aku akan menikah dengannya. Kamu jangan menyesali tentang itu nanti.” Setelah itu, panggilan telpon berakhir. Nadine hendak mengatakan sesuatu tetapi Rafael telah menutup teleponnya. Malam semakin larut, Rafael menyimpan ponselnya sebelum menenggelamkan dirinya dengan selimut. Keesokan harinya, Fiona membuka matanya dengan ceria tetapi tubuhnya masih lemah sehingga dia hanya bisa berbaring saat ini. Wilson sangat senang melihat kondisi Fiona yang mulai membaik tetapi dia sedih karena tidak bisa menolongnya saat insiden itu terjadi. “Paman, mengapa kamu terlihat sedih. Aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku.” Fiona berkata saat dia menengangkan pria tua itu. Dia meraih tangan Wilson ketika dia berbicara. Wilson mengangguk dan menyeringai. Dia kemudian bercerita tentang Rafael yang setuju menikahinya begitu dia keluar dari rumah sakit. Fiona tertegun dan berkata dengan tatapan kosong, “Apa yang Paman bicarakan?” “Iya, itu kebenarannya.” Wilson membenarkan ucapannya. “Bagaimana itu bisa terjadi?” Fiona tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya. “Karena dia adalah pria sejati yang akan bertanggung jawab padamu dan juga membalas kebaikanmu jadi kamu tidak diizinkan untuk bertanya apapun padanya. Apakah kamu mengerti?” Wilson tersenyum setelah mengatakan itu. Fiona mengangguk, “Iya.” “Sekarang, kamu istirahatlah.” Wilson berkata pada Fiona setelah dia menyuapi sarapannya. “Baik, Paman.” Dia mematuhi dengan baik. Di sisi lain, Nadine dan ayahnya sedang bersantai di ruang kerja. Gadis itu mengobrol serius saat ini. Ayahnya berkata, “Nadine, bagaimana hubunganmu dengan Rafael?” Nadine mengerutkan bibirnya sebelum dia berkata, “Baik. Sayang sekali hubungan itu tidak mendapatkan restu dari Tuan Besar Leonard.” “Oh ya? Mengapa begitu?” Pria paruh yang bernama Carderyck itu bertanya setelah tersenyum. “Itu karena Papa. Mengapa Papa tidak berdamai dengannya?” Nadine menatapnya dengan serius saat dia berbicara dengan cemberut. Carderyck menyeringai sebelum dia berkata dengan tenang, “Kita tidak akan pernah akur. Tapi bukan berati Papa tidak merestui hubungan kalian. Papa tetap merestui hubungan kalian.” Mata Nadine berbinar, “Benarkah?” Ayahnya mengangguk untuk membenarkan perkataannya. Nadine memeluk ayahnya dengan gembira. “Terima kasih, Papa.” Pada saat ini, Ruben menemani Rafael berkunjung ke rumah sakit. “Pak Ruben datang.” Melihat Ruben datang, Fiona menggerakan tubuhnya ketika dia hendak bangkit tetapi Wilson menghentikannya. “Jangan bergerak, biar Paman saja yang menyambutnya.” “Iya, kamu istirahatlah!” Ruben menimpalinya dengan cepat. Dia meletakkan keranjang buah di meja samping Fioana sebelum dia duduk di dekat gadis itu. Fiona berkata, “Pak, terima kasih atas kunjungannya.” Ruben mengangguk kemudian menggodanya, “Apa kamu tidak ingin berterima kasih pada Pak Rafael?” Fiona tersenyum getir sebelum mengangguk dengan canggung, “Terima kasih, Pak Rafael.” Rafael menanggapinya dengan diam. Fiona tahu bahwa Rafael merasa tidak nyaman saat ini apalagi mereka akan segera menjadi pasangan suami istri. Meski begitu, Fiona tetap senang bisa menikah dengan bos arogan ini. Bukan karena Rafael kaya tetapi dia ingin membuat sikap dingin Rafael mencair.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN