“Itu Delon!” Sasa menyikut Silvy, dia menunjuk pada sosok yang berjalan tenang seakan tak peduli pada sekelilingnya. Cowok tampan itu berjalan sambil mendengarkan musik dari ipodnya melalui earphone yang terpasang di kedua telinganya. Sapaan dan senyuman rekan-rekan mahasiswinya hanya dibalasnya dengan anggukan kecil. “Dia tetap dingin seperti dulu,” komentar Silvy. “Menurutku lebih dingin,” imbuh Sasa. “Andai Menik masih ada, mungkin badut konyol tukang ghibah itu akan segera mengejar dan menguntitnya,” sinis Silvy. Sasa menghela napas panjang. Sebenarnya ada sedikit penyesalam dalam hatinya, setelah peristiwa Menik menyatakan cinta pada Delon yang berakhir memalukan, gadis itu menghilang. Kabarnya dia telah meninggal. “Apa dia telah meninggal?” cetus Sasa tiba-tiba. Silvy memutar