Suasana makan malam yang baru bagi Azel, gadis itu duduk dengan berusaha sesantai mungkin. Di hadapannya ada sang Ibu mertua dan Ayah mertua duduk di ujung tengah meja, tepat di samping kursi kosong yang nanti akan diisi oleh Zavier.
"Suami kamu masih ngapain sih, Zel? Anteng banget di ruang kerja," Heran Nathalie.
Abimanyu sudah sangat lelah jika harus menghadapi putra tunggalnya. "Udah berapa jam dia di sana? Belum jadwalnya masuk kerja loh dia," ucapnya.
"Udah dari satu jam setengah yang lalu, Yah. Eh hampir dua jam sih kayaknya," Jawab Azel karena ia sempat berbincang dengan Zavier saat dirinya melihat bunga di belakang rumah.
Nathalie berdiri dari duduknya hendak memanggil Zavier agar ikut makan malam bersama.
"Kamu mau ke mana?" Tanya Abimanyu pada sang istri. "Dia udah ada istri, biar istrinya yang manggil." Ucapnya.
Nathalie memandang ke arah Azel yang tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"B-biar aku aja Bunda," Ucap Azel seraya berdiri dari duduknya.
"Maaf yah nak, Ayah minta kamu manggil Zavier biar kalian lebih dekat dan kamu bisa tahu gimana caranya ngebujuk dia kalau udah kesurupan para petinggi kerja rodi." Ujar Abimanyu.
Azel tertawa pelan, Ayah mertuanya itu sangat seru, selalu melontarkan candaan-candaan khas bapak-bapak, yang terdengar garing tapi selalu berhasil membuat tawa.
"Iya Ayah, kalau gitu aku ke atas dulu yah." Azel pun berlalu menuju ruang kerja Zavier yang berada di samping kamarnya.
Azel melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dengan malas. "Punya lakik gini amat, makan aja harus disusul. Padahalkan kalau laper nanti juga turun sendiri," gumamnya mendumel tidak jelas.
Ia mempercepat langkah kakinya karena perutnya sudah sangat lapar. Andai ini rumahnya, ia akan makan tanpa memedulikan orang lain. Tapi ini rumah mertuanya, ia harus bisa menjaga sikap agar nama orang tuanya terlihat baik.
Sesampainya Azel di depan ruang kerja Zavier, Azel langsung saja memegang daun pintu dan membuka ruangan tersebut dengan tiba-tiba bahkan terlihat buru-buru.
"Heh!" Ujarnya.
Zavier yang sedang sibuk di depan laptopnya tampak memandang Azel. "Bisa lebih sopan?"
"Aey... Sama istri sendiri kok ketat banget aturannya," Ucap Azel seraya berjalan menghampiri suaminya itu.
"Lain kali ketuk pintu dulu," Kata Zavier.
Zavier melepaskan kaca matanya dan menatap Azel. "Ada apa?"
Azel memegangi perutnya. "Aku lapar."
"Pergi ke dapur dan makan, kenapa malah menemuiku?"
Azel tertawa hambar. "Ha ha... Ck, gimana bisa makan, makan malam gak dimulai gara-gara kamu gak turun-turun." Ucapnya.
Zavier melihat jam di layar ponselnya. "Aah s**t," umpatnya.
Lalu Zavier menganggukkan kepalanya. "Bilang sama Bunda, aku gak bisa makan bareng. Masih ada kerjaan,"
"Ah elah, Bunda loh yang nyuruh aku buat manggil kamu." Ucap Azel.
"I know, just tell her okay? Tanggung banget ini,"
Azel menggelengkan kepalanya. "Gak mau, gak enak sama Bunda. Ayo ah! Bentar doang, abis makan balik lagi ke sini,"
Zavier malah kembali menarik ulur cursor pada laptopnya.
Azel menggeram tertahan dan ia langsung saja menarik tangan Zavier agar mau bangkit dari kursi kerjanya.
"Kalian makan duluan aja," Ucap Zavier.
"Gak bisa, aku jawab apa ke Bunda?" Azel terus menarik-narik tangan Zavier.
Zavier menghela nafas pelan, "Nanti aku nyusul, bilang ke--"
"No! Ayo!"
"Azel please stop,"
"Ayo makan dulu, aku lapaaar..." Azel menambah kekuatannya untuk menarik Zavier, namun Zavier sama sekali tidak bergerak.
"Zel, let me finish this one."
"Nanti Za,"
"Azel plea-- AZEL STOP IT!! I said stop it did you f*ckin' hear that?!" Sentak Zavier.
Deg.
Azel seketika membeku. Genggamannya pada tangan Zavier perlahan terlepas. Wajahnya terlihat sangat terkejut, ia belum pernah mendengar seseorang meninggikan suara kepadanya dengan tatapan tajam juga penuh tekanan.
Matanya seketika berkaca-kaca dan menatap Zavier dengan ekspresi tak percaya.
Zavier menghembuskan nafas kasar seraya mengusap rambutnya ke arah belakang.
"KAMU!!--oh god. I told you, aku masih ada kerjaan," Ucap Zavier.
Zavier beralih menatap Azel yang sedang menghapus setiap air mata yang mengaliri wajah cantiknya.
"Denger gak?" Tanya Zavier.
Azel hanya diam.
"Did you f*cking hear that? I said i'll finish it first and after-- percuma aku jelasin ini." ucap Zavier lelah.
Azel menganggukkan kepalanya, jujur ia takut.
Zavier yang sedang merasa kesal terlihat tidak peka akan hal itu.
"Terus kenapa masih ngeyel?" Tanyanya dingin.
Azel semakin menundukkan kepalanya sembari memegangi ujung piyama yang dikenakannya.
"A-aku diminta Bunda manggil kamu, kenapa kamu harus marah?" Jawab Azel.
Zavier terdiam dan,
"Keras kepala." Ucap Zavier pelan.
Azel masih bisa mendengar kalimat pendek itu. Air matanya semakin sulit untuk dihentikan, bukankah Zavier juga keras kepala? Pikirnya.
"M-maaf..." Lirih Azel seraya hendak berlalu.
Zavier berdiri dari duduknya. Lalu menahan langkah Azel dengan menggenggam pergelangan tangan kanannya.
"So--sorry, aku gak bermaksud buat bentak kamu." Ucap Zavier menyesal, ia juga takut jika Azel kembali turun menuju ruang makan dalam keadaan menangis.
Azel berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Zavier.
"Lepasin tang--tangan aku... Jangan marah, a--hiksss... Aku gak bermaksud bikin kamu marah," Ucap Azel disela tangisannya. "Aku takut..."
"No, no... Azel listen," Paksa Zavier sembari memegang kedua bahu istri kecilnya itu.
"Listen what? Ha? A-aku gak akan ganggu kamu," Ucap Azel. "Lepasin aku, aku mau keluar..." Mohonnya.
"Sorry, please. Hapus air mata kamu, baru kita akan turun." Ucap Zavier.
Azel tersenyum miris. Ia kira Zavier meminta maaf karena merasa bersalah, tapi sepertinya karena pria itu takut dimarahi oleh kedua orang tuanya karena telah membuat istri yang baru dinikahinya sehari menangis.
Azel langsung menghapus sisa air matanya dan menarik nafas agar tidak ada suara sesenggukan.
"Baru sehari kita menikah dan kamu udah bikin aku nangis, wow. Dan kamu mau aku berhenti menangis supaya orang tua kamu gak marah." Ucap Azel seraya berlalu terlebih dahulu.
Zavier langsung mengikutinya. "I didn't mean it." Ucapnya.
Mereka berjalan bersama menuju ruang makan.
Nathalie tersenyum senang ketika putra dan menantunya telah datang, meskipun cukup lama.
"Akhirnya," ucap Nathalie.
Abimanyu menatap Zavier kecewa. "Ini makan malam pertama setelah kamu menikah dan kamu malah menyibukkan diri dengan pekerjaan? Ck. Kamu ini turunan siapa sih, heran." Ujarnya.
Nathalie menepuk tangan sang suami agar berhenti dan mulai makan malam.
Azel dan Zavier sudah duduk. Azel tiba-tiba merindukan orang tuanya.
"Yang bikin puding buah itu Sharllote tadi siang, nanti cobain deh enak kok," Ucap Nathalie.
Baik Zavier maupun Azel, keduanya sama-sama diam. Azel menundukkan kepalanya dan Zavier yang terus menatapnya.
"Are you guys okay?" Tanya Nathalie.
Azel mengangguk dan mulai membalik piring miliknya. Begitupun dengan Zavier. Dan merekapun memulai makan malam.
*****
Malam sudah semakin larut, namun Zavier masih belum tidur. Ia terlihat sedang menikmati segelas wine di sebuah single sofa yang berada di sudut kamar.
Dari tempatnya duduk, Zavier dapat melihat wajah Azel yang sedang tidur dengan jelas.
Semakin lama ia menatap wajah Azel, rasa bersalah yang dirinya rasakan semakin besar.
"Gak seharusnya gue bentak dia kayak tadi." Ucapnya dalam hati.
Ya, harusnya Zavier bisa lebih bersabar dan pengertian. Tak seharusnya ia hilang kendali karena hal sepele seperti tadi. Sudah seharusnya Zavier sadar, usia Azel jauh lebih muda dan butuh kesabaran untuk menghadapinya.
Zavier meneguk sisa wine yang dari gelas yang digenggamnya. Lalu ia berjalan menghampiri Azel yang meringkuk di bawah selimut.
"Sorry," Ucapnya lembut dengan tangan kanan yang terangkat mengusap kepala Azel.
Azel sedikit terusik, "Emh," gumamnya seraya berbalik.
Zavier berjalan ke sisi lain, dan ketika dirinya hendak ikut berbaring di atas tempat tidur, Zavier mengurungkan niatnya.
"She'll get angry," Ucapnya. Lalu ia mengambil bantal dan memutuskan untuk tidur di ruang kerjanya saja.
Namun ketika ia hendak keluar, Zavier menggeram frustasi. Bagaimana jika Ibunya atau Ayahnya mengetahui bahwa ia tidur terpisah dari Azel.
"Aish, shit." Umpatnya. Kemudian berbalik dan menatap karpet di depan tempat tidurnya.
Zavier menghela nafas pasrah. "Okay, harus membeli rumah secepat mungkin." Ucapnya.
Untuk semalam ini, Zavier memutuskan untuk tidur di atas karpet tebal miliknya daripada membuat perasaan Azel semakin buruk ketika terbangun di sampingnya.
*****
Bersambung...
Semoga suka...
Jangan lupa komentarnya ya biar Didit semangat dan ajak juga temen-temennya buat baca huhuy...