Belenggu-09

1812 Kata
Dua hari Enid tidak melihat batang hidung Daryl. Biasanya setiap pria itu pulang kerja, ia selalu menyempatkan diri memeriksa keadaan Enid. Tetapi, tidak dengan dua hari ini. Maaf, Enid tidak sedang merindukan pria itu. Bukan. Persetan dengan Daryl, satu keberuntungan jika pria itu lenyap. Dengan begitu ia bisa terbebas dengan semua ini. Tidurnya bisa tenang tanpa bayang-bayang penderitaan yang entah kapan akan teralisasikan di meja operasi. Suara langkah sepatu terdengar dekat menuju depan pintu kamarnya kemudian di susul dengan ketukan pada daun pintu dan tanpa menunggu ijin dari Enid, seseorang telah membukanya dari luar, dia Maid. Bagi Enid agak susah membaca wajah perempuan paruh baya ini. Seperti wanita bermuka banyak. Pasti dia terlahir dengan bintang gemini. Karena wanita ini bisa sangat dingin, ramah, baik dan tiba-tiba menunjukkan wajah menyebalkan. Seperti sekarang Maid berdiri di depan pintu dan memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya. Layaknya menyambut seorang putri istna. “Nona Enid, Tuan Daryl menunggu anda di meja makan.” kata wanita paruh baya yang menolak membantunya pergi dari tempat itu. Tanpa mengatakan apapun, Enid beranjak dari ranjang kemudian mengikuti langkah Maid menuju ruang makan. Setibanya di ruang makan. Enid melihat Daryl seorang diri disana. Duduk di kepala meja menikmati makan malamnya.  “Silakan duduk Enid.” Enid menarik kursi di ujung meja. "Disini." Kata Daryl menunjuk kursi di sisi kirinya. Enid berjalan ke sana dan duduk di kursi.  “Kau ingin makan malam apa?” tanya Daryl meletakkan pisau daging serta garpu di sisi piringnya. Enid melihat makan malam Daryl dan itu cukup menarik perhatian lidahnya. Steak lengkap dengan rebusan wortel, buncis dan jagung yang di tumis dengan saus dan bawang bombay.  “Aku berharap ini bukan malam terakhirku.” kata Enid, curiga atas kebaikan Daryl. Mengajaknya makan malam diatas meja yang sama.  Daryl tersenyum, mengambil gelasnya yang sudah terisi anggur kemudian meneguk anggurnya dengan tenang. “Anggap saja begitu,” ucap Daryl meletakkan gelas anggurnya.  Enid menyeringai tanpa sepengetahuan Daryl. “Karena itu malam ini kau bebas memilih makanan yang kau inginkan.”  “Tidak ada pilihan disini, Tuan.” sahut Enid. Di meja hanya ada makan malam untuk Daryl dan dua gelas bertangkai. Satu berisi anggur dan satunya masih bersih.  “Pelayan akan memasak sesuai pesananmu,” kata Daryl, lanjut makan. “Berapa lama untuk mendapatkan makan malam yang seperti anda makan?” tanya Enid melihat makan malam Daryl. “Steak?” tanya Daryl.  “Namanya steak?” Enid balik bertanya.  “Jelaskan padanya,” kata Daryl pada pelayan di sampingnya.  “Tergantung tingkat kematangan dan tebal dari dagingnya Nona. Dan kita punya stok daging steak dengan ketebalan 3cm. Akan menghabiskan waktu antara lima sampai enam menit memanggangnya.” ujar maid menjelaskan.  Enid mengulum bibirnya. Tidak seperti dalam bayangannya. Berpikir akan duduk disana dengan waktu yang lama untuk sepotong daging itu.  “Baiklah, berikan aku dua potong,” kata Enid.  “Baik Nona.” ujar pelayan dan segera berlalu dari tempat itu. Daryl melanjutkan makan malamnya, “aku dengar kau berkeliling di rumah ini. Bagaimana pendapatmu. Apa tempat ini cukup nyaman untuk sebuah keluarga nanti?” tanya Daryl. “Pelayanmu mengadu?”  “Tentu, tetapi info jelasnya bukan dari maid. Melainkan tangkapan cctv yang terkoneksi ke perangkap ponselku.” ujar Daryl, memotong daging dan menusuknya dengan garpu lalu memakannya.  Sial. Kenapa aku tidak memikirkan itu. Benak Enid. “Jadi kau mengawasiku dari sana?” tanya Enid.  “Termasuk saat kau mengenakan pakaian di kamar.”  Enid terkejut mendengarnya. “Hei tuan, itu sebuah pelecehan,” kata Enid sontak meletakkan kedua tangannya di depan dadanya membuat Daryl terbahak.  “Sepertinya aku sudah berkali-kali bilang, kalau aku tidak tertarik dengan tubuhmu.” Daryl tersenyum simpul. Enid mencibir menatap Daryl dengan tatapan kesal, tetapi ucapan pria itu cukup menyakinkannya. Sebab Enid pernah memamerkan tubuh intimnya di ruang praktek Daryl.  “Anda sangat memalukan. Kamar itu sebuah ruang privasi. Anda tidak perlu meletakkan cctv disana.” "Ada tahananku disana." "Menyebalkan." gerutu Enid. Pelayan membawakan makan malam untuk Enid. Meletakkan tepat di hadapan gadis itu.  “Terimakasih,” kata Enid. Pelayan mengangguk kemudian berdiri di samping Daryl. Enid mulai mencicipi makan malamnya. Sesekali Daryl memperhatikan cara makan gadis itu. Sangat lahap dan terlihat menggiurkan. Seharusnya gadis ini bisa dijual menjadi pelakon mukbang. “Tuan, boleh aku meminumnya?” tanya Enid melihat anggur dalam gelas Daryl.  “Tuang untuknya,” kata Daryl pada pelayan.   Pelayan menuang anggur ke dalam gelas kosong dan memberikannya pada Enid. Gadis itu meneguk cepat hingga tandas seolah wine itu air mineral.  Enid bersendawa tanpa tahu malu. Daryl sangat menikmati kelakuan Enid yang menurutnya cukup konyol.  “Katamu kau besar di panti?” tanya Daryl.  “Umm, setelah delapan belas tahun aku keluar dari sana untuk mandiri,” Enid meraih botol anggur lalu mengisi kembali gelasnya. Ia tidak perlu bantuan maid untuk melakukan itu. Maid mengisi gelasnya sedikit sementara dia bisa mengisi gelas itu hingga penuh. “Dan siapa Anne?” tanya Daryl.  “Apa aku pernah menyebut nama perempuan sialan itu?” tanya Enid meneguk kembali anggur. Ia tampak kesal mendengar nama Anne. “Berkat dia anda menemukan aku. Dia merasa memiliki aku dan menjualku.” katanya kembali memakan makan malamnya. “Aku tidak membelimu darinya,”  “Sama saja.” kata Enid lirh. “ ngomong-omong kenapa anda membicarakan ini. Anda ingin menemuinya dan dan berterimakasih padanya?” tanya Enid kembali meneguk wine.  “Untuk apa aku berterima kasih, aku tidak merasa punya hutang budi padanya.” “Benarkah,” Enid mendesah panjang, “setidaknya berkat dia anda mendapatkan pasien yang tepat." Enid tersenyum kecil, merasakan tubuhnya ringan dan hendak melayang. "Daryl anggur ini kenapa sangat nikmat?” tanya Enid kembali mengisi gelasnya dengan anggur dan kali ini lebih banyak dari biasanya.  “Red wine dan kadar alkoholnya cukup tinggi. Cukup. Kau sudah mabuk.” Daryl menahan tangan Enid mengangkat gelas bertangkai itu menuju mulutnya.  “Setidaknya aku pernah merasakan bagaimana rasanya mabuk tuan. Jangan menghalangiku, lagipula aku akan segera mati.” kata Enid, raut wajahnya berubah sendu. Ia menarik gelas dari tangan Daryl. “Izinkan aku bahagia sebentar sebelum aku pergi kedunia yang gelap dan menyesakkan.” kata Enid. Daryl mengerutkan kening dan melepas tangannya. Enid kembali meneguk wine hingga tanpa sisa. Enid kembali bersendawa panjang, tertawa mengamati gelas kosong di tangannya. “Bagaimana bisa dunia kejam. Terlahir tanpa tahu siapa orang tua, dibesarkan dan hidup dengan pas-pas an. Makan seadanya dan tidur di kasur keras. Ini seperti hukuman dan aku tidak tahu letak kesalahanku dimana. Mimpi buruk.” lirihnya Enid tertawa kecewa. “Dan berakhir pada kematian. Sangat tidak adil. Kenapa? Kenapa?” tanya Enid melihat Daryl. Gadis itu tiba-tiba terbahak dan sesekali mengedipkan matanya. Daryl paham apa yang sedang dialami Enid. “Kenapa anda bisa jadi dua? Satu saja sudah cukup menyeramkan apalagi dua begini.” kata Enid menunjuk Daryl tampak olehnya menjadi dua.  “Kau mabuk.” kata Daryl.  “Saya akan membawanya kembali ke kamar tuan,” kata pelayan.   “Tidak perlu. Biar saya yang membawanya.” Daryl beranjak dari duduknya.  “Anda, anda ... kenapa jadi banyak seperti ini,” kata Enid lalu terkekeh. Daryl menarik paksa gadis itu berdiri dan dengan cepat Daryl menggendong Enid dan membawanya menuju lantai atas, kamar Enid.  Begitu tiba di kamar, Daryl membaringkan gadis itu di atas ranjang . “Kau sangat merepotkan,” ucap Daryl, ia hendak beranjak, tetapi tangan tak bertenaga Enid menahan tangannya.  “K-kenapa? K-kenapa?” tanya Enid terbata-bata dengan nada lemah dan pandangan sayu. “Kenapa harus wanita bersuami yang anda kencani, Tuan.” lanjut Enid mengejutkan Daryl. Pasalnya Daryl tidak pernah menceritakan status Lizzie pada siapapun. Hanya maid yang mengetahuinya, sebab wanita berusia empat puluh tahunan itu sudah lama bekerja dengan Daryl.  “Anda sangat jahat rupanya.” gumam Enid kemudian melepas tangan Daryl dan memejamkan matanya. Daryl duduk di bibir ranjang mengamati wajah Enid, sangat merah dan terhalang oleh beberapa helai rambut. Daryl mengulurkan tangan untuk merapikan lembaran rambut itu. "Karena kita tidak dapat melarang pada siapa hati ini jatuh cinta. Dari waktu yang lama dan sebelum dia menikah dengan pria itu Lizzie sudah menjadi milikku." benak Daryl. *** “Kami putuskan untuk melakukan metode bayi tabung,” ujar Lizzie pada dokter Samatha. Dokter yang selama ini bekerja sama dengan Lizzie, menutup keadaan Lizzie yang tidak akan pernah bisa hamil.  “Itu ide bagus,” ujar dokter Samatha melihat dua pasien di hadapannya. Seperti biasa ia memerankan perannya sesuai perintah Daryl. “ Tuan Negan pasti sudah paham sebagian kecil prosedur metode bayi tabung?” tanya Samatha. Negan mengedikkan kedua bahu sembari tertawa kecil, “Sedikit teori nya saja. Kami butuh penjelasan. Benar tidak sayang?” “Benar,” balas Lizzie menggenggam tangan Negan di atas kakinya.  “Oke …, saya akan jelaskan secara sederhana. Garis besar dari metode ini, kita akan mengambil sel telur untuk dibuahi s****a di luar tubuh. Tentu setelah melewati tahap awal. Yaitu kita akan merangsang kesuburan pasien untuk meningkatkan produksi sel telur dan ini tahap pertama.” ujar dokter Samatha menjelaskan. “kemudian kita akan lanjut pada aspirasi folikular,” “Apa itu dokter?” tanya Negan, dua kata itu terdengar sulit di pendengaranya.  “Sebuah operasi kecil untuk mengeluarkan sel telur dari tubuh si wanita.” ujar Samatha. “dan langkah selanjutnya kita masuk ke tahap inseminasi atau pencampuran s****a dengan sel telur.”  Negan menyimak serius penjelasan dokter Samatha begitupun dengan Lizzie, dia tetap mendengar dengan baik. Menjalankan perannya sebagai pasien. Bahkan, sesekali melayankan tanya untuk sesuatu yang sulit dimengerti olehnya.   “Jadi … kapan rencananya kita mulai proses ini?” tanya Samatha. “Segera dokter. Tolong berikan jadwal terbaik untuk kami.” jawab Negan.  “Baiklah. Saya akan menjadwalkan pertemuan kita berikutnya dan langsung ke tahap pertama ya. Yaitu penyuntikan obat untuk meningkatkan produksi sel telur nyonya Lizzie.” ujar Samatha sembari menjadwalkan pertemuan mereka berikutnya. “Baik dokter,” ujar Lizzie.  “Semoga dengan cara ini berhasil.”   “Kami sangat berharap demikian dokter,” Negan menimpali tersenyum pada Lizzie.  “Dan Tuan Negan, anda juga harus menjaga pola makan yang baik supaya kita mendapatkan s****a yang berkualitas baik.” ujar Samatha. “Suami saya sangat menjaga kesehatannya dokter, aku yakin dalam hal ini akulah yang bermasalah.” ujar Lizzie mengubah raut wajahnya menjadi sendu, menyalahkan dirinya untuk menarik perhatian Negan.  Negan mengusap punggung Lizzie. “Ini bukan salah kamu Lizzie. Dalam hal memiliki keturunan, kita tidak seperti seberuntung orang lain mudah untuk mendapatkannya, tetapi mungkin dengan cara ini kita akan segera memilikinya.” ujar Negan menenangkan hati istrinya.  Lizzie mengangguk menyeka bulir yang terjatuh dari sudut matanya. Lizzie memang sangat mudah mengeluarkan air mata. Layaknya artis yang sedang berlakon dan sialnya Negan selalu terenyuh.  “Untuk usia belum terlambat kan dokter?” tanya Lizzie, ia mengusap pipinya yang basa air mata. “Belum. Usia masih mendukung untuk memiliki anak.”  “Ah syukurlah.” ujar Lizzie mengembalikan rona wajahnya seperti awal. Negan menepuk-nepuk lembut puncak kepala Lizzie. Tergambar jelas di wajah Negan sebuah kebahagian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN