“Kalau begitu bertahan sebentar lagi. Kau tahu pekerjaan ini bukan sesuatu yang bisa diburu-buru. Resikonya sangat tinggi, Lizzie.”kata Daryl.
“Apa sekarang kau ragu dengan rencana ini?” Lizzie menatap wajah Daryl yang tampak sangat cemas.
“Aku takut usaha kita sia-sia,”
“Sia-sia? Jadi menurutmu aku lebih baik mengaku pada Negan. Tentang aku menipunya bertahun-tahun? Bahwa Negan menikahi wanita yang tidak memiliki rahim. Begitu yang kau mau?” Serang Lizzie mendorong Daryl menjauh darinya. Ia kecewa pada pria itu. Lizzie sangat ingat pria ini yang menyakinkannya untuk bertahan hidup setelah Lizzie mencoba bunuh diri dengan cara mengonsumsi obat dalam jumlah banyak. Daryl berjanji akan mengembalikan Lizzie sebagai wanita sempurna. Lizzie menunggu janji itu terwujud dan menciptakan bermacam kebohongan untuk menipu keluarga suaminya. Dan sekarang pria ini tampak ragu dengan janjinya.
“Lizzie, gadis itu menawarkan diri jadi ibu pengganti.”
“Itu sebabnya kau tidak melakukan pekerjaanmu,” Lizzie meraih tas dari meja kerja Daryl, ia marah dan ingin meninggalkan Daryl.
“Kau bisa berperan sebagai wanita hamil. Dan biarkan gadis itu mengandung.”ucap Daryl menahan tangan Lizzie.
Lizzie mendengus dan menghempaskan tangan Daryl. "aku tidak ingin anak yang tidak kulahirkan sendiri." tegas Lizzie.
“Cangkok rahim terlalu beresiko. Tolong dengarkan aku ….” mohon Daryl, pria ini mulai melemah.
Ketakutan Daryl bukan tanpa sebab. Di negara -negara maju transplantasi rahim belum terlalu di rekomendasikan. Metode ini resikonya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Dan Daryl sudah membuktikan itu. Tanpa sepengetahuan Lizzie ia pernah menguji coba pada dua wanita yang ia beli. Mengangkat rahim seorang wanita lalu kemudian memindahkannya pada wanita lain. Daryl bersama tiga rekannya gagal melakukannya, pasiennya meninggal setelah enam jam tindakan dilakukan. Daryl takut kejadian sialan itu terjadi pada Lizzie dan memikirkan itu Daryl tarik ulur dengan rencana ini.
Lizzie membisu, “kau tetap wanita sempurna sekalipun tidak melahirkan. Tolong pikirkan ini tentang keselamatanmu, Lizzie.” ucap Daryl mencoba menyakinkan Lizzie.
"Kau janji akan berhasil melakukannya padaku,"
"Entahlah," Daryl tampak putus asa.
Mereka terdiam dalam waktu yang lama, sibuk pada pikiran sendiri.
“Aku belum dapat mengambil memutuskannya, ajak Dokter Samatha bicara denganmu. Aku ingin dia siap saat aku dan Negan konsultasi padanya.” kata Lizzie melunakkan hatinya.
“Baiklah. Dan Lizzie tolong pikirkan apa yang baru saja aku katakan.” Ucap Daryl penuh harap.
Lizzie tidak menjawab, “Aku akan pulang,” katanya.
“Kenapa buru-buru,” Daryl mengangkat tubuh Lizzie dan mendudukkannya di atas meja kerjanya. Menangkup sisi kiri wajah Lizzie dengan satu tangannya lalu mengecup lembut bibir Lizzie.
“Aku ingin menghindari wajah cemberut wanita tua itu,” balas Lizzie.
Daryl berdecak, meminta Lizzie meninggalkan keluarganya itu adalah usaha yang sia-sia.
“Kau juga harus ke rumah sakit, jangan membuang waktumu.” sambung Lizzie.
“Waktuku milikmu Lizzie, aku tidak peduli dengan yang lain.”
“Daryl hentikan. Jangan bermain-main.” Lizzie terkikik geli ketika Daryl mencumbu tulang selangka nya. “Hentikan Daryl.” ucapnya mendorong Daryl menjauh darinya.
“Astaga aku benar-benar mabuk.” Daryl tidak tahan dengan aroma tubuh Lizzie yang sangat menggodanya. Gejolak gairah di tubuhnya berdetak membuat tubuhnya panas. Daryl melepas kancing atas kemejanya.
“Kau benar-benar kehilangan akal.” ucap Lizzie tetapi, tidak menolak saat Daryl menyerang bibirnya dengan liar. Sementara di tempat lain, Enid menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Kedua matanya mengawasi sekitarnya. Ia sangat berhati-hati. Terus berjalan menggapai pintu utama.
"Nona," sontak Enid berhenti melangkah dan berbalik menoleh pada pemilik suara. Seorang perempuan berpakaian maid menyapanya. "anda menginginkan sesuatu?" tanya perempuan paruh baya itu.
"Aah tidak ada."
"Kenapa anda keluar kamar?"
"A-aku hanya ingin berkeliling. Sebelumnya aku sudah ijin pada Tuan Daryl." ujar Enid.
Sebelumnya Daryl meminta Maid mengawasi gadis itu. Daryl menyampaikan ia sengaja tidak menutup pintu kamar Enid. Tetapi, Maid tidak menyangka Enid senekat itu. Tiba di lantai dasar rumah sang tuan.
“Kalau begitu mari saya temani, ” ujar Maid. Enid tampak memikirkan ucapan maid dan tidak ingin terlihat seperti orang yang ingin melarikan diri lantas Enid mengangguk. ‘
Enid menyungingkan senyum manis, “dengan senang hati, Bibi.” ujarnya. Enid mengikuti langkah Maid memasuki ruang santai. Ruangan cukup luas dengan interior perpaduan klasik dan modern. “Ruang santai untuk tuan, dia biasanya menghabiskan waktunya disini jika lepas dari pekerjaannya,” ujar Maid. Enid mengangguk sambil tersenyum. Kembali Maid berjalan menuju tempat lain. Memperkenalkan ruang makan, sebuah meja yang panjang dikelilingi set kursi berbahan kayu jati yang berkualitas bagus dengan warna dasar gold yang terlihat eksotis untuk dipandang mata. Di atas plafon sebuah lampu kristal tergantung memperindah ruang makan. Enid menyentuh gelas bening bertangkai yang ada di atas meja itu. Melihat pantulan dirinya di sana. Ia memikirkan caranya untuk menyingkirkan wanita ini supaya bisa keluar dari tempat ini. Tetapi, ia tidak punya keberanian untuk membunuh. Enid mengabaikan rencana labil yang muncul di dalam pikirannya.
“Berapa banyak orang tinggal di rumah ini?” tanya Enid pada Maid.
“Hanya aku dan sekarang ada kamu,”
“Di rumah besar ini?” Enid tidak percaya.
“Uhmm,”
“Bagaimana cara anda menjaga rumah sebesar ini seorang diri?” tanya Enid. Maid hanya tersenyum.
“Aku akan tunjukkan ruang lain.” ujar Maid mengabaikan pertanyaan Enid.
“Ah, tidak. Aku ingin kembali ke kamarku,” tolak Enid. Persetan dengan rumah besar itu, ia tidak tertarik dengan apapun disana selain ingin melarikan diri.
“Baiklah, kalau begitu saya antar,” Maid membawa Enid pada tujuan mereka. Menaiki anak tangga menuju lantai atas.
“Bibi, apa kekasih tuan sering ke tempat ini?” tanya Enid mengikuti langkah Maid meniti anak tangga.
“Hanya sesekali, mereka lebih sering bertemu di luar.”
“Dia dari keluarga orang kaya juga?”
“Dulu,”
“Dan sekarang?”
“Dan sekarang pun dia tetap orang kaya berkat suaminya,”
Enid berhenti melangkah. “maksud Bibi, kekasih Daryl memiliki suami?” tanya Enid dari tempatnya berdiri. Maid tidak lagi menjawab, ia terus melangkah. “Bibi, tuan Daryl mengencani wanita bersuami?” tanya Enid mengejar langkah Maid.
“Benar,” kata Maid.
Kening Enid berkerut tebal mengikuti langkah Maid menyusuri lorong menuju kamarnya. Enid tidak menyangka pria berpenampilan menarik itu menjatuhkan hatinya pada seorang wanita yang telah dimiliki pria lain.
“Bibi, anda tahu kenapa aku berada di tempat ini?” tanya Enid.
“Untuk mengakhiri hidup sama seperti yang lainnya.” Maid membuka pintu kamar Enid.
“Apa tidak satupun yang berhasil pergi dari tempat ini?”
“Tidak.”
“Bibi,”
“Silakan masuk. Saya harus melakukan pekerjaan lainnya.”
“Andai saja anda berbelas kasihan pada saya." lirih Enid mencoba mengoceh hati kecil wanita itu untuk berbelas kasihan padanya dan kali-kali maid itu dapat menunjukkan jalan keluar dari tempat itu.
"Apa yang kamu harapkan,"
"Bantuan Bibi, aku ingin pergi dari tempat ini. Aku tidak ingin mati di tangan pria itu."
"Mereka yang datang ke tempat ini sudah mendapatkan imbalan,"
Enid terkekeh sedih, "Tapi tidak denganku, Bibi. Aku terpaksa berada di tempat ini,"
Maid menipiskan bibirnya, tidak lantas percaya dengan ucapan Enid. "Maaf aku lebih memilih patuh pada tuanku daripada berbelas kasihan padamu." kata Maid. Perempuan paruh baya itu meninggalkan Enid.