Part 9

1682 Kata
Pprrriiiittt! "Jangan kunci stang ya Neng, aman kok," ucap Omar saat merapikan parkiran depan minimarket. "Omaaarr ...," sapa Kartika kaget. *Eh, Kakak." Omar juga setengah kaget melihat kakak kelasnya yang merupakan teman dekat kak Mala incarannya. "Lu ngapain di sini Mar?" tanya Kartika heran. "Ya, kerja Kak. Bantuin parkirin motor kustomer," ucapnya jelas sambil tersenyum. "Ohh gitu, lu jadi tukang parkir di sini?" tanya Kartika lagi meyakinkan. "Iya Kak, lumayan bisa nambahin tabungan buat modal ngelamar Kak Mala," jawabnya dengan pedenya. Membuat Kartika terkekeh. "He he he ... bisa aja kamu, masih kecil juga. Ya udah aku masuk dulu ya, Mar," pamit Kartika lalu masuk ke dalam minimarket tersebut, Omar mengulum senyum lalu melanjutkan kembali pekerjaannya. "Teman lu tadi, Mar?" tanya Bang Nurdin. "Kakak kelas di sekolah," jawab Omar. "Ibunya janda juga ga?" Puk! Omar menepuk pundak Bang Nurdin dengan setumpuk uang dua ribuan yang ia pegang. Ucapan Bang Nurdin barusan benar-benar membuat ia gemas. "Ya, gak mungkin setiap yang temenan sama saya, emaknya janda, Bang. Ngaco bae dah," omel Omar sambil mencebik. "Ha ha ha ... makanya Abang nanya, Sep. Lha, jangan marah," jawab Bang Nurdin lalu kembali ke gerobak ea cendolnya, karena ada pembeli yang memanggil. Setelah Kartika membeli apa yang dia perlukan dia pun mengambil motor di parkiran. Matanya mencari di mana keberadaan Omar, satu lembar uang lima ribuan sudah ia siapkan dalam genggamannya, sebagai uang parkir yang akan ia berikan pada Omar. "Maaf, Ka. Sebentar saya bantu." Omar menghampiri Kartika, lalu mengeluarkan motor Kartika yang terjepit di antara motor yang lain. "Makasih Mar, ini ambil!" Kartika memberikan uang lima ribu rupiah untuk Omar . "Ga usah Kak, gratis pelayanan untuk Kakak," tolaknya halus. "Eh ya Ka, kalau boleh tahu nama kakak siapa ya?" "Ya ampun Omar, lu ga tahu nama gue?" tanya Kartika kaget sambil mencebikkan bibirnya. "Maaf Ka, saya tahunya sama kekasih hati saya saja, maaf kak," ucapnya polos sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Gue Kartika, tepatnya Kartika Rahmah, lo bisa panggil gue Kak Tika." "Siap Ka, makasih hati-hati di jalan ya, Ka." Omar menunduk hormat sambil menyunggingkan senyumnya. "Ya ampun Omaarr, senyum lo maniss juga," gumam Kartika dalam hati masih bengong memperhatikan Omar. "Kak, Kaaak .... jiaaahh, bengoong," ledek Omar membuyarkan lamunan Kartika. "Ehh iya Mar, makasih ya, sampai besok," pamit Kartika ramah lalu buru-buru meninggalkan parkiran malu ketahuan bengong ngeliatin Omar. "Mereka bagaikan langit dan bumi, yang satu galak kayak singa, yang satu manis banget kayak gulali," gumam Omar, "aahh...tapi gue lebih suka dengan singa, aaauuummm...," tawanya dalam hati. "Sep, udah jam sembilan lu ga balik?" tanya Bang Nurdin menghampiri Usep yang tengah duduk di kursi plastik. "Iya bentar lagi, Bang." "Sep, mmm ... Abang boleh minta izin ga?" tanya Bang Nurdin ragu. "Perasaan Usep kok tiba-tiba ga enak ya Bang?" Usep pura-pura memegang perutnya. "Sial*n lu!" Bang Nurdin hendak memukul Usep dan dengan sigap ditangkis Usep. "Waaahh, udah tambah jago kayaknya nih," puji Bang Nurdin. "Persiapan buat menghalau pria-pria alay yang hendak mengganggu bidadari di rumah gue Bang." "Maksud lu, gue alay?" Bang Nurdin mendadak bete. "Jiaahh ... gitu aja ngambek Bang, Emak Usep lebih parah lagi kalau ngambek Bang," ucap Usep serius. "Masa, Sep? Kayak gimana kalau ngambek Sep?" tanya Bang Nurdin penasaran. "Bawa-bawa piso Bang, serem dah." Usep bergidik ngeri, membuat Nurdin pun ikut bergidik. "Serem juga ya, Sep," gumamnya pelan sambil menggigit bibir bawahnya. "Garang Emak Usep dah pokoknya, Bang." "Ehh iya tadi mau minta izin apaan Bang?" "Hhm...itu ga jadi Sep, lupa Abang tadi mau minta izin apa ya?" ucap Bang Nurdin pura-pura lupa. Usep ketawa geli dalam hati. "Rasain tuh ...," ledeknya dalam hati. Pukul sembilan malam, Usep pun pulang ke rumah dengan hati riang, uang yang di dapat hari ini lumayan banyak. "Assalamualaikum, Mak. Usep pulang." Usep masuk ke dalam rumah lalu menghampiri Bulan yang sedang asik menonton TV, Usep lalu mencium punggung tangan emak. "Malam banget, Sep?" tanya emak menatap kasian wajah anaknya. "Iya Mak, lagi rame banget Mak malam ini, Alhamdulillah sih dapatnya, Mak, " jawab Usep sambil meloloskan segelas air di tenggorokannya. "Syukur deh Sep, lu dah makan belom?" "Udah Mak, tadi ditraktir Bang Dio makan mie ayam, Usep mau mandi dulu ya Mak, gerah," pamitnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Selesai mandi, Usep merapikan buku pelajaran yang akan dibawa besok, Bulan masuk ke dalam kamar Usep. "Sep, nenek lu di kampung sedang sakit," ucap Mak sedih. "Haahh ... sakit apa, Mak?" "Sakit gulanya kambuh." "Emak ga bisa izin pulang kampung Sep, karena restoran lagi rame dan temen Emak ada dua orang yang cuti." "Oh gitu, kirimin duitnya dulu aja Mak, buat bekel nenek periksa mondar-mandir ke dokter." "Kirimin berapa ya, Sep?" tanya Bulan lagi. "Nih Usep ada simpenan enam ratus lima puluh ribu Mak, buat ganti HP rencananya, tapi ga papa dikirim ke nenek dulu aja." "Bener lu ga papa, Sep?" "Ga papa Mak, pake dulu aja duit Usep." "Makasih ya Sep, anak Emak emang hatinya baek banget dah ah," puji Bulan sambil menepuk pundak Usep. Kayaknya hati emak lagi galau karena nenek sakit, ga usah gue ceritaan soal Pak Anton yang sudah mau nikah ah, nanti aja kalau suasana hati emak udah enakan. Usep bermonolog. "Kenapa, Sep?" emak memperhatikan Usep yang sedang bengong menatapnya. "Ehh, ga papa Mak. Usep tidur duluan ya Mak." *** Pagi ini seperti biasa Usep mengantarkan bekal sarapan untuk Pak Anton, dengan menu urap sayur dan telor balado, menu rumahan yang sederhana namun Pak Anton menerimanya dengan wajah sumringah, entah kenapa Pak Anton sangat suka masakan emak Usep. Guru-guru lain yang pernah ikut mencicipi pun berkomentar yang sama. Udah menjadi rahasia umum kalau emak Usep selalu membawakan sarapan untuk Pak Anton. "Mala, tebak deh gue semalem ketemu siapa di minimarket depan Gang Janur?" ucap Kartika sambil tersenyum. "Mana gue tahu lu ketemu siapa? emang gue pinter nerawang," jawab Mala cuek. Kartika memainkan bola mata malasnya. "Gue ketemu laki masa depan lo," ucap Kartika menggoda. "Omar?" Mala meyakinkan. "Ha ha ha ...." Kartika tertawa keras. "Waahh, beneran lu Mal, ngarep dia jadi laki masa depan lo?" "Sialan lu!" Mala menarik rambut Kartika, Mala merasa malu sendiri kejebak sama pertanyaan Kartika. "Aw ... ampun Tuan Putri," mohon Kartika sambil mengatupkan kedua telapak tangannya di d**a. "Makanya jangan iseng," gerutu Mala. "Eh tau ga dia ngapain di sana?" tanya Kartika lagi. "Mana gue tau Tikaaaa," jawabnya dengan tegas. "Jadi tukang parkir." "Hah, serius?" Mala hampir tak percaya dengan ucapan Kartika. "Pekerja keras banget Mala, calon pemimpin rumah tangga yang bertanggung jawab, menurut gue," komentar Kartika memuji sosok Omar. "Nih, gue dapat info dia tuh pagi sampe siangkan sekolah nih, trus sore latihan taekwondo kalau ga futsal trus dari sore sampe malam dia jaga parkir minimarket itu, dia yang nanggung biaya listrik rumah, trus untuk uang sewa rumah tahunan juga dia bantuin sama bayarin BPJS ibunya dan dia," jelas Kartika antusias. "Wahh, info lu detail banget, Tik." "Mala, kalau Omar buat gue boleh gak?" tanya Kartika tiba-tiba. Mala melotot. "Bungkus ...," ucapnya kemudian. "Jangan nyesel lu ya, Mal?" Kartika mengingatkan. Mala mengangguk. "Emang Omar mau sama lu Tik, dari awal dia injek sekolah ini, udah jatuh hati sama gue kali," gumamnya dalam hati sambil memainkan bola mata malasnya. Ada perasaan seakan tak rela. "Ohh, no ... Mala, cowo lu hanya Rio dan dia calon suami lo!" Mala mengingatkan kembali hatinya. Istirahat siang sedang berlangsung, setelah selesai sholat, Omar and the genk duduk manis di kantin menikmati makan siang. "Mar, gue boleh catering sama Emak lu ya Mar?" mohon Xander. "Kaga." Omar menggeleng keras. Xander nyerah setelah entah yang kesekian kali memohon agar dia bisa ikut makan masakan emak Omar, namun tetap di tolak Omar. "Nih, gue punya tebak-tebakkan, yang bisa jawab besok gue bawain masakan Emak gue." Usep memberikan tantangan. Arin, Xander dan Lukman menatap Omar serius, mereka semua berharap bisa menjawab pertanyaan Omar, mereka bertiga sangat berharap dibawakan bekel sama emaknya Omar. "Nih dengerin. Buah, buah apa yang durhaka?" tanya Omar. Mereka mengerutkan keningnya, berpikir keras. "Apa yaa?" gumam Xander. "Mana ada buah yang durhaka, Mar," ucap Arin kemudian. "Iya bener adanya juga anak yang durhaka" Lukman menimpali. "Ada tau, ayo dong pikirin apa jawabannya." "Nyerah?" tanya Omar saat mulut teman-temannya tidak ada yang bersuara. Mereka mengangguk. "Melon kundang," jawab Omar kemudian terbahak. "Maalin kundang kali," komen Arin gemas. "Nih satu lagi deh, gampang ini mah. Kenapa tayo warnanya biru?" tanya Omar lagi. "Ya kalau warna merah jadi Gani namanya," jawab Xander. "Salah!" bantah Omar. "Kalau hijau ya namanya Rogi," jawab Arin. "Masih salah," balas Omar sambil menggeleng. "Apaa dong?" Lukman mengerutkan keningnya. "Karena kalau warna kuning namanya tayi, uueekk...," jawab Omar terbahak keras, begitu juga dengan Lukman dan Xander. "Omar jorok!" Arin menjambak kasar rambut Omar. "Aduh ... ampun." Omar meringis kesakitan. Sedangkan Xander dan Lukman tertawa terpingkal-pingkal. Dari meja sudut kantin, Mala duduk bersama Rio, diam-diam Mala memperhatikan Omar dan teman-temannya. Ada perasaan iri betapa Omar bisa seceria dan sebahagia ini padahal hidupnya sangat sulit penuh tanggung jawab. "Sayang, nanti malam jadikan mau nonton?" tanya Rio menyadarkan Mala dari lamunannya. "Ayoo, tapi kamu yang izin ke mamah ya," ucap Mala. "Iya gampang itu mah," jawab Rio sambil tersenyum penuh misteri. Mala tak tahu musibah apa yang tengah mengintainya, dia terlalu percaya pada cintanya terhadap Rio. "Hallo Omar," sapa Kartika sengaja menghampiri Omar yang tengah asik bercanda dengan teman-temannya. "Eh iya Kak Tika, hallo juga," jawab Omar tersenyum ramah. "Ini buat kamu." Kartika menyerahkan jus alpukat dan memberikannya untuk Omar. "Buat saya Kak? Serius?" tanya Omar tak percaya, kemudian Kartika mengangguk. "Makasih Kak, maaf jadi merepotkan Kakak." Omar membungkuk tanda terimakasih. "Boleh minta nomor ponsel lu ga?" tanya Kartika to the point. "Boleh aja Kak, tapi maaf HP saya hanya bisa untuk sms dan telpon Kak," jawab Omar jujur. "Ga papa kok," sahut Kartika "Emang HP lu apaan, Mar?" tanya Xander penasaran. "Ini." Omar mengeluarkan hp jadulnya dari kantong celana.  Xander, Lukman dan Arin juga Kak Kartika tertawa terpingkal-pingkal. Sekali lagi Mala merasa iri dengan keceriaan mereka. "Ehh, ngapain Kartika di situ?" gumam Mala dalam hati baru sadar kalau Kartika tengah duduk tertawa bersama Omar and the genk. "Pliiss, jangan bilang gue cemburu," gumam Mala dengan kesal. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN