"Mak, lagi ngapain sih serius banget liatin HP?" tanya Usep saat memperhatikan emaknya fokus menatap layar ponsel sambil mengotak-atik alat komunikasi jadulnya itu.
"Ini lho Sep, masa ada sms masuk terus lama-lama hilang tulisannya," gerutu emak.
"Namanya juga HP tempoe doeloe Maak, wajar atuh kalau timbul tenggelam tulisannya," ledek Usep sambil asik mengerjakan PR matematika dari Pak Anton.
"Emak mau ganti HP?" tanya Usep tiba-tiba serius.
"Mm ... entar aja Sep, kalau dah ada suami Emak baru ganti HP." Bulan tertawa.
"Emak ga mau modal Sep, biar suami Emak yang beliin HP baru, pan lumayan dapat suami bonus dapat HP baru," lanjut Bulan lagi seakan udah ga sabar punya suami.
"Masih lama dong kalau gitu Mak, tanda-tanda calon Emak aja ga ada,"celetuk Usep.
"Lha itu Pak Anton wali kelas lu, pan demen sama Emak, buktinya masakan Emak selalu dihabiskan." Senyum manis emak tampilkan dihadapan wajah anaknya.
"Mak, suka sama masakan belum tentu suka sama orangnya Mak," sahut Usep.
"Lhaa, gimana sih lu Sep, katanya mau jodohin Emak sama Pak Anton, kok malah bikin emak patah hati gini." Bulan cemberut.
"Mak, sebenarnya nih Mak, tapi Emak jangan ngambek yaa, Emak jangan sedih ya," ucap Usep seakan tidak tega mau menyampaikan berita duka untuk emaknya.
"Iya, emang apaan sih?" tanya Bulan penasaran.
"Pak Anton bulan depan mau nikah Mak." Usep menyunggingkan senyum kecut untuk emaknya.
Mata Emak berbinar. "Ehh..ehh..Sep, Pak Anton tapi belum bilang apa-apa sama Emak, belum ngelamar Emak juga, kok udah tetapin bulan depan bakalan nikah, ya Allah Emak deg deg an Sep," lanjut Bulan penuh haru dan bahagia. Usep berusaha keras menahan tawanya. Ya Allah, begini amat ya, punya emak halu.
"Ck, Emaaakk. Pak Anton bukan pengen nikah sama Emak, tapi sama ceweknya," lanjut Usep dengan fokus menatap ekspresi emaknya.
Bulan terdiam sesaat.
"Ya udah, Sep. Kalau gitu belum jodoh sama Emak," ucap Bulan cuek.
"Ntar Mak berburu lagi daahh cari yang tuaan kali ya Sep, biar ngemong Emak gitu," lanjutnya sambil menyeringai. Lagi-lagi Usep tak pernah bisa menebak isi hati emaknya.
"Jangan bilang selera Emak sekarang pindah ke aki-aki," tebak Usep.
"Kagaklaahh, kalau dah aki-aki ntar ga bisa kasih ade buat lu, Sep." Bulan melengos ke dapur.
"Udah sana lu tidur besok kesiangan shubuhnya," titah Bulan sebelum masuk ke dalam kamarnya. Ada setitik air mata di sudut netra bulat wanita yang bernama Terang Bulan.
****
"Aku tahu kamu tak kan pernah melepaskan hatiku untuk orang lain Mas," gumamnya lirih sambil menoleh ke dinding, di mana letak foto almarhum suaminya yang sedang memegang hasil tangkapan memancing.
Enam belas tahun tanpa pundak seseorang yang menguatkan, aku yakin mampu meskipun memang hingga akhir hidupku tak menemukan seseorang itu. Cukuplah seorang Usep Komaruddin yang terus melindungiku dan menemani hari tuaku. Gumamnya lagi, Bulan mencoba memejamkan mata, di balik senyum dan tawanya, ia merindukan seseorang untuk tempatnya bersandar, sebagai seorang pendamping hidup.
Pagi ini, Bulan memasak lauk bekal seperti biasa untuk Usep dan Pak Anton. Menunya ikan kembung goreng dan sayur capcay, tak lupa sambal dan kerupuk, seperti biasa emak menyerahkan dua tempat bekal.
"Lhaa, ini buat siapa, Mak?" tanya Usep keheranan.
"Biasalah buat wali kelas lo," jawab emak datar, biasanya Bulan menyebutnya calon papi tapi pagi ini tidak lagi.
"Mak, Emak seriusan suka sama Pak Anton?" tanya Usep tiba-tiba merasa iba dan ada yang berbeda dari raut wajah emaknya.
"Kagaklaah, Sep. Emak cuma becanda. Lagian, mana mungkin juga wali kelas lo mau sama Emak, emang Emak sengaja ngeledek lo doang," kilahnya, tapi Usep tahu emaknya berusaha menutupi kebohongannya. Usep tersenyum kecut, setelah menghabiskan sarapan nasi putih hanget dan telor mata sapi Usep bergegas berangkat tak lupa mencium punggung tangan emak.
"Emak tetep akan buatkan bekel buat wali kelas lo, sampai dia nikah baru Mak stop deh. Yaahh, hitung-hitung ucapan terimakasih Emak, karena Pak Anton selalu baik sama anak Emak," ucap Bulan kemudian masuk ke dalam rumah.
Sesampainya di sekolah, Omar atau Usep langsung menuju ruang guru tempat di mana Pak Anton sudah duduk rapi sambil memainkan ponselnya.
"Assalamualaikum Pak, saya boleh masuk?" tanya Omar sopan.
"Masuk aja Mar," jawab Pak Anton.
"Ini Pak, biasa mau nganterin bekel buat Bapak." Omar menyerahkan kotak bekal berwarna ungu seperti biasa.
"Ya Allah Mar, jangan ngerepotin gini jadi tiap hari bawainnya," ucap Pak Anton merasa sungkan.
"Kata Emak, ga papa sampai Pak Anton nikah, karena saat sudah ada istri Bapak nanti yang menyiapkan bekal, baru Mak berhenti ngirimin bekal," ucap Omar tak terlalu bersemangat seperti biasa.
"Mmm ... makasih banyak ya, Mar," ucap Pak Anton tulus.
"Pak, saya rasa Emak saya suka beneran sama bapak," ucap Omar sambil tersenyum kecil lalu pamit ke kelas.
Deegg!
Senyum Pak Anton sekaku kanebo kering. Biasanya murid yang suka sama guru, lhaa ini malah orangtua murid yang suka,ckckckck. Pak Anton bermonolog sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal.
"Semoga emaknya Omar dapat pendamping hidup yang terbaik," gumam Anton.
Malam hari di rumah.
"Ya Allah Sep, ini apaan sih Sep? Masa nilai lu kecil semua. Nih lagi Matematika, Bahasa Inggris sama IPA cuma dapat lima setengah." Bulan geleng-geleng kepala.
"Kalau ga, lu ga usah jaga parkir lagi deh fokus belajar aja," titah Bulan.
"Jangan gitu dong Mak, entar uang jajannya dari mana? Entar buat bayar listrik rumah gimana sama bayar BPJS kita?" Usep manyun menolak perintah emak.
"Biar emak aja yang bayar Sep, fokus lu sekarang belajar biar cita-cita lu tercapai."
"Usep janji deh Mak, hasil UTS nanti bisa lebih bagus."
Bulan tampak berfikir, kemudian berkata, "Oke, kalau hasil UTS lu bagus, lu boleh terusin jaga, tapi kalau hasilnya jelek lu harus berhenti jaga."
"Oke, Mak. Nih, besok Usep sama temen-temen mau kerkom di sini Mak, boleh ya?"izin Usep.
"Apaan tuh? Kerkor?"
"Kerja kelompok, Mak," jawab Usep.
"Rumah lu jelek gini Sep, emang pada mau di sini? Pada ga masuk angin duduk di ubin semen gini?"
"Iya kata mereka ga papa, Mak."
"Ya udah terserah lu deh. Mak tidur duluan ya."
"Mak, khusus besok Usep panggil Mama ya?" Usep menyeringai, membuat mata Bulan melotot tajam.
"Ya udah, ga jadi." Usep berlari ke kamarnya, sebelum sendal emak melayang.
Usep merebahkan tubuh di atas kasur busa single miliknya, melirik ponselnya yang sepi dari pesan masuk. Paling dari Xander, atau Lukman. Bosenlah, dia-dia lagi orangnya. Kata hati Usep. Entah kenapa, jemarinya malah mengetik pesan untuk Mala.
[Assalamualaikum Kaakaaakk, lagi apa nih?udah mao bobok yaa]
Sepuluh menit berlalu tak ada balasan, Usep mengetik pesan lagi.
[Selamat tidur ya masa depanku, mimpikan aku di tidurmu]
Lima menit berlalu tak ada balasan. Usep mengangkat bahunya, senyum kecewa terukir di bibirnya.
"Nasib emak sama gue sebelas dua belas yaa, ya Allah kasian bener kami dah," gumamnya dalam hati. Usep memejamkan kedua matanya, setelah membaca doa sebelum tidur.
*****
"Permisi, Bu. Mau numpang tanya, kalau rumah Omar di mana ya?" tanya anak lelaki tampan seumuran Omar yang naik motor gedenya yang membonceng anak perempuan.
Si Ibu yang ditanya menggeleng ga tau.
"Permisi Mbak, mau numpang tanya rumah Omar di mana ya?" tanya Xander lagi.
"Uhuuii, gue dipanggil Mbak," sorak Bulan dalam hati .
"Mbaak," panggil Xander lagi.
"Ehh iyaa yaa, nanya rumah siapa tadi?" tanya Bulan lagi, posisi Bulan sedang duduk di teras kontrakan dengan beberapa ibu-ibu yang masih melongo melihat Xander dan Arin.
"Rumah Omar, Mbak," jelas Arin lagi.
"Di sini ga ada yang namanya Omar ganteeng." Bulan menggeleng.
"Tapi katanya rumahnya di Gang Emon deket warung nasi uduk," jelas Xander yang kebingungan.
"Benerkan ya Bu, emang anak sini ada yang namanya Omar?" tanya emak Usep pada dua orang ibu yang duduk bersamanya.
"Ga ada ah," jawab ibu yang satu.
"Adanya Bogel, Citra, Komeng, Sari, Iwan, Yunus, Usep sama Jujum kalau yang seumuran kamu mah," jelas Bulan menambahkan.
"Ga kenal yang namanya Omar, salah kali, " celetuk ibu yang satunya.
Pandangan pertama...
awal aku berjumpa...hiiiaaaa....
Seolah-olah hanyaa....
Usep bernyanyi dengan suara cempreng di dalam kamarnya. Suaranya terdengar sampai keluar rumah.
"Sep, lu jerit-jerit apa nyanyi sih?" teriak Bulan dari teras depan.
"Nah, itu suara teman kami Mbak," kata Arin lagi yang hapal suara cempreng Usep.
"Ohh itu anak saya namanya bukan Omar, tapi Usep. Usep komaruddin," terang mak lagi.
"Naahh itu dia Mbak, maksud saya Usep Komaruddin," kata Xander menambahkan, membuat mata Bulan terpesona melihat Xander yang kebule-bulean dan Arin yang cantik persis model.
"Oh gitu, jadi kalian temen Usep, ayo masuk, masuk!" Bulan buru-buru mempersilakan teman anaknya masuk.
"Gimana sih Bul, nama anak sendiri kaga ngeh?" celetuk ibu-ibu di teras sambil tertawa. Bulan hanya menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
Mereka telah berkumpul, tak lama Lukman juga datang bersama Nola.
"Kita tinggal nunggu seorang lagi nih," kata Usep pada teman-temannya.
Xander masih memperhatikan emak Usep yang mondar mandir membuatkan teh dan menggoreng pisang di dapur untuk mereka, karena tak bersekat arah dapur dan ruang depan jadi sangat jelas terlihat.
"Lu naksir Emak gue?" tanya Omar to the point. Wajah Xander merona, bahkan gerqk tubuhnya menjadi kikuk.
"Emang punya lu udah bisa bikin ade buat gue?" tanya Omar lagi masih dengan tampang mendesak ke arah mata Xander. Xander terbahak sambil menempeleng kepala Omar.
"Ehh busseett daahh, pada ngomongin apaan sih?" umpat Arin kesel dengan Xander dan Omar yang dari tadi berisik.
"Assalamualaikum, permisi," sapa Pak Anton.
"Wa'alaykumussalam, masuk Pak." Omar dan teman-temannya mempersilahkan. Emak Bulan datang dari dapur tanpa memperhatikan Pak Anton yang sedang duduk bersama mereka.
"Maaf yaa emak ga buatin apa-apa, cuma ini adanya." Bulan menaruh sepiring pisang goreng cryspi di atas tikar, tempat mereka berkumpul.
"Apa kabar, Bu?" sapa Pak Anton ramah sambil tersenyum dengan tampannya.
"Eh, s-s-sehaat, Pak," jawab Bulan gugup, tidak lama berselang, pandangannya kabur.
Buugg!
Terang Bulan pingsan.
****