Bab 3. Putus Dari Devan

1078 Kata
Happy Reading. Clara menatap malas pria dihadapannya saat ini, jika dulu dia pasti akan menatapnya dengan tatapan berbinar dan senyum yang merekah, sekarang rasanya Clara ingin meneriakinya dan memintanya pergi dari rumahnya. Pagi-pagi sekali Devan sudah datang ke rumah Clara karena permintaan sang kakak. Ikut sarapan seperti biasanya dan entah kenapa sekarang Clara merasa jika Devan ini tidak tahu malu. Setelah ketahuan berciuman di kamarnya oleh Clara, kenapa tidak ada raut wajah menyesal atau setidaknya Devan tidak memiliki muka untuk bertemu dengan Clara yang masih berstatus sebagai tunangan ini. Ah, Clara lupa. Devan memang tidak tahu malu karena pria itu menganggapnya hanya anak kecil. Devan sebenarnya juga ingin minta maaf pada Clara karena kejadian kemarin lusa yang membuat wanita itu menangis. Clara melihatnya berciuman dengan Elina, sebenarnya Devan tidak sengaja melakukan hal itu. Dia sangat menghindari bermesraan dengan Elina dihadapan Clara. "Mumpung kamu ada di sini, aku mau ngomong, Dev," ujar Clara membuat Devan dan Daffi menatap wanita cantik itu. "Aku mau membatalkan pertunangan kita," lanjutnya dengan santai. Devan terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah dibayangkan jika akhirnya Clara membatalkan perjodohan itu. Inilah yang Devan tunggu-tunggu, agar dia bisa bersama dengan Elina secara terang-terangan dan tidak sembunyi-sembunyi lagi. "Kenapa tiba-tiba kamu bicara seperti itu, hah?!" Daffi mendelik menatap sang adik. "Kamu jangan bicara omong kosong, perjodohan ini bukan untuk main-main. Kalian sudah di jodohkan sejak kecil dan itu adalah wasiat orang tua kita, jadi jangan seenaknya membatalkannya begitu saja." Daffi melihat tatapan kekecewaan di mata sang adik, tetapi dia tidak bisa begitu saja menyetujui rencananya. Meskipun sebenarnya Daffi sudah tahu permasalahannya kenapa Clara ingin membatalkan pertunangan itu. Devan tidak pernah mencintai Clara sebagaimana seorang tunangan. "Kita merasa tidak cocok dan tidak ada sebuah hubungan yang dilandasi ketidakcocokan, aku tetap akan membatalkan perjodohan ini, nanti aku yang akan bilang sama paman Ari," ujar Clara yang langsung berdiri dan pergi dari tempat itu. Dia tidak mau membuat hatinya semakin sakit hanya karena seorang pria yang tidak pernah menginginkannya. *** Hari ini Arka tidak akan ke kampus, dia masih bermalas-malasan di dalam kamar sambil mengingat kejadian semalam dengan Clara. Arka sudah mengenal Clara sejak semester pertama. Dari awal bertemu, wanita itu bisa langsung menggetarkan hatinya. Sungguh pesona Clara memang luar biasa, bisa membuat seorang Arka Wiguna langsung jatuh hati. Pria itu berjalan menuju balkon kamarnya, membawa secangkir teh panas untuk menghangatkan suasana hati dan pikirannya. Arka yang selama ini tidak pernah tertarik dengan wanita manapun, bisa langsung luluh hanya karena godaan dari seorang gadis usia 20 tahun itu. Ya, karena sejak awal dia sudah tertarik pada Clara. Arka menyeruput tehnya yang sudah mulai menghangat, kilasan bayang-bayang saat memadu kasih di atas ranjang bersama Clara tidak serta merta hilang begitu saja dalam ingatannya. Pria itu sedikit menarik bibirnya keatas, membentuk seringai tipis hanya karena suasana hatinya sedang merasa senang. "Clara, aku tidak akan melepaskanmu!" gumam pria itu. Tiba-tiba ponselnya berdering, Arka menoleh dan melihat ponselnya di atas ranjang menyala. Dengan langkah yang berat, pria itu masuk kembali ke dalam kamarnya. Melihat siapa yang menelepon dan berdecak pelan. "Halo, Ma?" "Arka, kamu ini benar-benar sudah melupakan mama, ya? Kapan kamu pulang ke rumah? Besok adalah weekend dan kamu harus meluangkan waktumu untuk mengunjungi mamamu ini, Nak. Apakah kamu sudah tidak ingin bertemu dengan mama lagi atau kamu sudah tidak menganggap jika kamu masih mempunyai orang tua!" Arka memijit keningnya yang tiba-tiba terasa pusing mendengar ocehan dari ibunya. "Baiklah, aku akan pulang tapi tolong mama jangan membawa lagi perempuan ke rumah, siapapun itu wanitanya, secantik apapun mereka, aku tidak suka jika mama menyuruhku pulang hanya untuk menjodohkan ku lagi dengan wanita pilihan Mama itu." "Kalau kamu tidak mama carikan wanita, memangnya kamu bisa membawakan menantu untuk mama? Sudah jelas bukan kalau kamu selalu sibuk, sibuk mengajar dan juga mengelola perusahaan kakek kamu itu, sampai kamu tidak meluangkan waktumu sendiri untuk mencari pasangan, jadi mama ini sudah berbaik hati mencarikan pasangan yang tepat untuk kamu!" Lagi-lagi Arka hanya bisa menghela napas. "Ma, aku pastikan akan membawa calon menantu untuk mama dan aku akan membawa wanita pilihanku sendiri, jadi Mama tidak perlu repot-repot mencarikan wanita untukku!" Terdengar kekehan di seberang. "Baiklah, kalau kamu memang bisa membawakan mama calon menantu, mama tidak akan mencarikan wanita lagi, mama juga akan melihat kriteria wanita yang akan menikah denganmu itu bagus atau tidak!" "Astaga Ma, itu tidak perlu menilai. Aku bisa memilih wanita yang tepat untuk diriku sendiri!" "Baiklah, baiklah, kalau begitu kamu harus membawa calon menantu Mama itu besok. Kalau tidak, Mama akan memaksamu menikah dengan Fransiska! Ingat Arka, usiamu sekarang sudah 29 tahun dan sudah waktunya kamu untuk mencari pendamping hidup karena mama tidak mau kalau kamu masih sendiri di usia mama yang sudah tua nanti, mama juga ingin menimang cucu dari kamu!" "Baiklah Ma, kalau begitu aku tutup teleponnya dulu, karena aku akan ada kelas setelah ini, sampai jumpa!" Arka mematikan panggilan sepihak, tentu saja dia tidak bermaksud untuk tidak sopan, tetapi kalau yang dibicarakan hanya seputar perjodohan dengan wanita yang bernama Fransisca itu, tentu saja Arka sangat menghindarinya. "Huh! Aku harus mencari wanita di mana!!" keluh Arka. Tiba-tiba dia teringat dengan Clara. "Apa wanita itu mau kalau ku jadikan pacar pura-pura?" *** Di kampus, Arka mencari keberadaan Clara. Hari ini ada kelas siang dan seharusnya Clara sudah datang. "Siang Pak Arka." "Pak Arka ganteng deh!" Arka hanya mengulas senyum tipis saat beberapa mahasiswi menyapanya. Sebenarnya dia bisa saja mencari wanita asal untuk dibawa pada sang ibu, tetapi Arka tidak mau. "Clara, aku ingin bicara!" Arka mendengar seseorang memanggil Clara dan tiba-tiba sebuah tangan melingkar di lengannya. "Devan, aku udah nggak cinta sama kamu lagi. Aku udah punya seseorang yang ku sayang, jadi lebih baik kamu setuju dengan pembatalan pertunangan kita." Arka menatap Clara yang kini matanya tengah berkaca-kaca. "Pak, tolong bantu saya," bisik Clara. Arka paham dengan maksud Clara. Apakah pria yang tengah berjalan mendekat itu adalah tunangan Clara? "Oh, jadi karena dia, kamu tiba-tiba ingin memutuskan pertunangan kita?" tanya Devan dengan senyum mengejek pada Arka. "Memangnya kenapa? Kalau kamu aja bisa memiliki kekasih di saat memiliki tunangan, aku juga akan seperti itu. Mending kita batalkan perjodohan sialan ini dan kita bisa menjalin hubungan dengan pasangan kita masing-masing!" ujar Clara. Arka tersenyum tipis, sepertinya dia sudah mengerti alur cerita dari kisah percintaan Clara. Mungkin dia bisa menjadikan kesempatan ini untuk dekat dengan wanita itu dan juga membuat kesepakatannya. "Semua ini bukan karena kebetulan, tetapi karena Tuhan telah mentakdirkan," batin Arka. "Kamu sudah dengar, kan? Sebaik kamu tinggalkan Clara, dia lebih memilih ku!" ujar Arka pada Devan. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN