“Emi! Buka pintunya, Cantik!” Terdengar suara April dari luar kamar, dia mengetuk pintu beberapa kali dan mencoba membukanya. Namun Emi menguncinya, gadis itu hanya diam memeluk lutut sambil menangis di atas tempat tidur. “Aku harus segera pergi dari sini!” gumam Emi sambil terisak-isak. April terus memanggilnya dari luar, hingga beberapa saat kemudian diam. Terdengar percakapan lirih di luar kamar namun Emi tak bisa mendengarnya dengan jelas, sampai akhirnya langkah kaki itu menjauh dari pintu kamar dan suasana sepi lagi. Emi mengusap air matanya, lalu beranjak turun dari kasur. Dia melangkah mendekati ambang pintu untuk memeriksa barangkali masih ada orang di baliknya. Tapi sepertinya April memang sudah pergi dan menyerah untuk membujuknya. “Udah pergi,” gumamnya. Emi lalu berpiki