Dengerin penjelasan gue dulu, Ralph!” Ralin masih berusaha mengejar Ralph yang berlalu menuju kantin karena ingin membelikan makanan untuk Chloe. Gadis itu sudah dipenuhi peluh membuat murid-murid yang berlalu lalang dibuat heran.
Ralph tak menggubris teriakan itu karena ia harus cepat menuju kantin. Bagaimanapun juga, Chloe terluka karena perbuatan gadisnya. Entah itu sengaja atau tidak intinya ia hanya ingin bertanggung jawab.
“BERHENTI DULU BISA GAK SIH?” sentak Ralin kesal karena tak dihiraukan. Kini keduanya sudah menjadi pusat perhatian karena suara Ralin yang cukup keras.
“Kenapa Class?” tanya Ralph sabar. Pemuda itu berbalik setelah memesan bubur di salah satu stand.
“Gue gak celakain cewek tadi!” kata Ralin to the point.
Alis Ralph menukik kemudian terkekeh kecil. “Kenyataannya?”
“Intinya gue gak celakain dia. Gue juga gak tau kal—”
“Aden, ini bubur sama teh hangatnya sudah jadi.” Pemilik stand tadi menginterupsi perbincangan Ralph dan Ralin, membuat gadis itu mendesis karena ia benci dengan pengganggu.
“Kalau lo gak celakain dia, lo bisa ke UKS dan minta maaf sekarang.” Pemuda itu berlalu dengan langkah lebar meninggalkan Ralin yang sudah menganga. Dia tak sudi meminta maaf. Dia juga tidak tau kenapa perempuan tadi bisa berada diantara pertikaiannya.
“Ralin, Ralin baik-baik saja kan? Gak ada yang luka?” Dari jarak yang cukup jauh, Brisia berseru dengan nada penuh kekhawatiran. Brisia takut jika ada yang melukai sahabatnya apalagi itu terjadi karena membela dirinya.
“Gue gak kenapa-kenapa.” balas Ralin pelan kemudian berlalu dari hadapan Brisia.
***
Di UKS sekolah, Ralph masih membantu gadis yang menjadi korban kebrutalan kekasihnya. Ia ingin tak percaya namun yang dilihatnya adalah bukti.
“Cleon ... Seharusnya kamu kembali ke kelas,” kata gadis itu lembut, Chloe.
“Gue gak bisa ninggalin lo disaat kayak gini, Chloe. Apalagi ini semua karena cewek gue,” balas Ralph.
Senyum yang tadinya manis berubah kecut kala mendengar pengakuan Ralph. Pemuda itu selalu mengagungkan artis itu, dimana pun keberadaannya.
“Ralph.” Suara seseorang menyela perbincangan keduanya. Di ambang UKS, Ralin terlihat menatap kearah Ralph.
“Kenapa Class?” tanya Ralph namun tak beranjak untuk menghampiri Ralin.
Ralin dengan ogah-ogahan akhirnya mendekat dan menyerahkan ponselnya kepada Ralph. Pemuda itu mengerutkan keningnya kemudian menatap Ralin.
“Terus gimana maksudnya?” Pertanyaan yang terkesan linglung itu membuat Ralin mendengus. Gadis itu ingin sekali mencaplok wajah menyebalkan Ralph.
“Ya lo anterin gue lah!” kata Ralin ngegas.
Ralph menatap tak percaya dengan apa yang Ralin ucapkan. “Lo bercanda Class? Ini Chloe kayak gini, karena kebrutalan yang lo bikin ...” Pemuda itu kembali mengingatkan jika semua ini juga karena kesalahannya.
Dan Chloe disana hanya sebagai penonton yang seolah keberadaannya tak diakui.
“Dan lo gak lupa kan sama apa yang pernah lo janjiin sama bokap gue?” sela Ralin dengan pandangan yang menyiratkan kekecewaan.
“Ya tapi—”
“Biar aku yang mengantarmu.” Tiba-tiba saja Januar menimbrung perbincangan keduanya. Pemuda itu menghampiri Ralin dengan raut datar.
“Eh? Gak usah,” tolak Ralin. Ia menolak karena tak suka dengan kedekatan antara Ralph dan gadis bernama Chloe tersebut.
“Aku tidak keberatan jika harus mengantarmu daripada kau harus menunggu seseorang yang jelas lebih mementingkan orang lain dibanding kekasihnya sendiri.” Sindiran itu membuat emosi Ralph tersulut.
Ralin yang mengetahui jika Ralph tersulut emosi, akhirnya menampilkan smirk-nya. Gadis itu menatap Januar kemudian mengangguk hingga mata Ralph melotot.
“Oke, gue setuju kalau lo anterin. Thanks karena udah bersedia buat prioritasin gue,” kata Ralin menyindir.
Januar tersenyum tipis dan menggandeng tangan Ralin keluar dari UKS. Ralph yang mendadak lupa dengan keberadaan Chloe disana berniat untuk keluar, namun urung saat mendengar rintihan gadis itu.
“Awwssshhh ...”
Dan pada akhirnya Ralph benar-benar terjebak dan tertinggal oleh Chloe.
***
Januar menatap sekelilingnya dengan dahi yang berkerut. Bukan karena tak suka, melainkan karena panas yang menyengat hingga membuat matanya perih.
“Sepertinya Amerika tidak pernah seperti ini,” gumam Januar sembari mengelap peluh di dahinya. Matanya menatap sekitar hingga berhenti pada satu titik dimana Ralin tengah melakukan acting. Pemuda itu terkekeh kecil melihat bagaimana lucunya Ralin saat ini.
Cantik. Batin Januar.
“Yang bener aja dong Bro Andro, masa iya saya harus tambah schedule sih?!” Lamunan Januar buyar ketika mendengar suara Ralin seperti tengah marah. Bahkan gadis itu terlihat mencak-mencak karena tak terima dengan apa yang dihadapi saat ini. Karena tak mau ada keributan, Januar akhirnya menghampiri percekcokan tersebut.
“Ehem!” Deheman Januar membuat atensi Bro Andro dan Ralin beralih. Keduanya menatap Ralin dengan sebelah alis terangkat.
“Ada apa ya?” heran Bro Andro karena dia tak mengenal pemuda di depannya.
“Mohon maaf sebelumnya, saya rekan dari Ralin dan kebetulan tadi mendengar sedikit ada permasalahan. Apa terjadi sesuatu?” tanya Januar sopan.
Bro Andro mengernyit kemudian menggeleng. “Tidak. Hanya saja saya membutuhkan waktu diluar schedule dari Ralin.”
Pandangan Januar menatap Ralin penuh tanya. Pemuda itu tidak paham apa alasan Ralin menolak.
“Gue ada schedule di lain tempat dan gak bisa diminta mendadak,” jelas Ralin seolah tau apa arti tatapan Januar.
“Tapi kamu harus bisa jika ada calling dadakan. Bukankah ini sud—”
“Ini tidak termasuk dalam kontrak. Anda jangan egois selagi Tuhan masih memberikan waktu untuk bernafas.” Dan Bro Andro benar-benar bungkam saat melihat Ralin berlalu.
Dari kejauhan sepasang mata menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan.
“Sepertinya kau bertekad sekali untuk mendekatinya, Alpha.”
***
“HEH!”
Langkah kedua orang itu terhenti saat mendengar teriakkan seolah memanggil mereka. Salah satunya berbalik dan menatap heran seseorang yang berlari tergesa-gesa kearahnya.
“Jadi Ralph masih bertahan anterin dia?” tuding Brisia geram.
Sebelah alis Ralph terangkat karena bingung dengan pertanyaan gadis di hadapannya.
“Kenapa Ralph lebih pilih anter dia daripada Ralin?” ulang Brisia berusaha sabar.
Chloe yang paham situasi langsung menunduk, membuat Jeno yang baru saja tiba mendecih.
“Gak usah berlagak sok polos lo! Sok banget ngerasa jadi korban!” sarkas Jeno dengan gigi yang bergemelatuk.
“Maaf, ada apa ya?” Chloe bertanya lembut.
Mendengar suara lembut yang memang asli lembut itu membuat ketiga sahabat Ralin muak. Ingin rasanya mereka menghajar wajah tersebut namun tidak bisa. Mereka tidak bisa melakukan sesuatu tanpa seizin Ralin.
“Lo sekarang mungkin bebas jalan sama dia. Tapi disaat lo udah tau kebenarannya, lo bakal jadi orang paling menyesal karena udah kehilangan Ralin.” Setelah berkata panjang, Alvero meninggalkan Ralph yang termangu memikirkan. Kini kedua sahabat Ralin juga berlalu setelah melemparkan tatapan tajam untuknya dan Chloe.
“Maaf ya, Cleon. Gara-gara aku semuanya jadi rumit,” ucap Chloe menginterupsi. Dia merasa tak enak hati dengan apa yang terjadi karena merasa semuanya berantakan.
“Udah gak masalah. Ayo gue anter pulang.”
Dan disini Ralph menjadi orang paling tidak tau diri karena mengantarkan gadis lain menggunakan motor pemberian, sedangkan gadis pemilik motor itu justru dibiarkan begitu saja.
***